BUYA MUDO RASIDIN

Anda Bertanya, Buya Menjawab

Religius, Cultural, dan Rasional

Rabu, 20 November 2013

MEMBERDAYA EKONOMI KERAKYATAN SISTEM SYARI’AH



MEMBERDAYA EKONOMI KERAKYATAN SISTEM SYARI’AH
(Dari tataran Teoritis ke Tatanan Praktis)
Oleh: Buya Mudo

PENDAHULUAN
            Bahwa krisis moneter dan ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia dewasa ini, telah menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang amat memberatkan rakyat Indonesia. Karena umat Islam merupakakan komponen bangsa yang berjumlah 87,5 % atau lebih kurang 180 juta jiwa, makajelas bahwa umat Islam lah yang paling terkena dalan paling menderita akibat “krismotek” ini. Oleh karena itu, umat Islamlah yang paling berkepentingan dan paling mengharapkan adanya reformasi di bidang ekonomi.
Salah satu pola yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan perekonomian Indonesia untuk keluar dari krisis ekonomi yaitu kembali pada system memberdayakan ekonomi kerakyatan.
Ekonomi kerakyatan yaitu system ekonomi yang mencakup konsep, kebijaksanaan dan strategi pengembangan usaha yang dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.
Ajaran Islam menetapkan nilai-nilai yang membatasi sekaligus sebagai tolak ukur dalam mengembangkan perekonomian secara tegas dan jelas. Sehingga aktifitas ekonomi umat selalu selaras dengan nilai-nilia dan norma-norma yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadist. Menurut padangan Islam, bahwa Allah menciptakan bumi beserta isinya ini diperuntukkan bagi umat manusia. Umat manusia diperintahkannya untuk mengelola dan memanfaatkan sumber  daya alam yang ada. Semua manusia mempunyai hak yang sama, kesempatan yang sama tetapi dengan catatan bahwa harus selalu memperhatikan nilai-nilai keadilan, kesejahteraan makhluk lain serta keselamatan bumi berserta isinya.

HAKEKAT BERUSAHA DALAM ISLAM
Dalam pengembangan suatu usaha ekonomi Allah telah memerintahkan kepada hambanya agar berusaha sekuat tetanga dengan mengerahkan segala potensi yang ada untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan  hidup sebagai bentuk pengabdian serta mengharap karunianya. Allah berfirman dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 sabagai berikut:
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung

Ayat di atas didukung pula oleh sabda Rasulullah SAW
Berusahalah kamu untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup untuk selamanya dan  berbuatlah untuk akheratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari.
Diceritakan bahwa seseorang  datang menghadap Rasululah meminta bantuan kepada Rasulullah seraya berkata, “ya Rasulullah berikanlah aku bantuan untuk makan hari ini”. Lalu Rasulullah menuju dapur dan memberikan sebuah parang pada orang tersebut seraya bersabda, “bekerjalah sesungguhnya langkah, maut, dan rizki berada pada Allah”. Orang tersebut mengambil parang tersebut, lalu beranjak dari hadapan Rasulullah. Setelah orang tersebut berlalu seorang sahabat bertanya pada rasulullah, “Ya Rasulullah, bukan orang tadi membutuhkan makanan pada hari ini? Mengapa Rasulullah memberinya sebilah parang?”. Rasulullah menjawab, “jika aku berikan padanya makanan, maka ia akan dating kembali menghadapkanku besok meminta makanan untuk esok. Tetapi dengan memberikan parang ia akan berusaha mencari nafkah untuk menghidupi dirinya dan keluarganya”.
Ada beberapa hikmah yang teraktualisasi dibalik kisah ini: pertama, Rasulullah menginginkan umat Islam agar senantiasa berusaha memberdayakan ekonomi untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Kedua,  Rasulullah tidak menginginkan umat Islam hidup dalam garis kemiskinan. Karena kemiskinan salah satu penyebab kemungkaran (asa fakru aiyaakuna kufran). Ketiga, ungkapan Rasulullah bahwa “ langkah, maut, dan rizki ada pada Allah” menggambarkan agar umat Islam berdoa kepada Allah disetiap usaha yang ia lakukan, karena Allah satu-satunya penentu rizki bagi manusia. Keempat, pemberian “parang” dari Rasulullah ini memberi isyarat agar umat Islam tidak menjadi peminta-minta tetapi menjadi pengusaha, meskipun dalam bentuk usaha kecil.
Membantu para dhu’afa juga dilaku oleh Rasulullah kepada Surakah. Seorang petani miskin yang berubah menjadi kaya raya dari hasil mengembala kambing pemberian Rasulullah. Dan masih banyak kisah Rasulullah lainnya yang mengisyaratkan bahwa peningkatan eklonomi dapat dilakukan dengan cara memberdayakan perekonomian rakyat.

STRATEGI APLIKATIF PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN VERSI ISLAM
Islam memberi beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk menunjang peningkatan ekonomi negara. Strategi yang dapat membuat bangsa Indonesia keluar dari berbagai krisis ekonomi.
Pertama, mengembangkan sumber daya alam yang bersifat natural menjadi sumber daya ekonomi yang bernilai industrial. Karena sesungguhnya Allah menciptakan langit dan bumi adalah diperuntukkan bagi kesejahteraan umat manusia. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Nahal ayat 81:
Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Baqarah ayat 29)

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.(al-Ra’d ayat 4)

Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (Ibrahim ayat 32)

Kedua, menggali potensi sumber daya manusia agar lebih produktif.
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (al-Nahl ayat 6)

Ketiga, membangkitkan perekonomian umat atau ekonomi kerakyatan.

BENTUK TRANSAKSI DALAM ISLAM
Terhadap ekonomi kerakyatan ini, secara praktis Islam memberikan beberapa pola transaksi yang dapat mempercepat lajunya perkembangan perekonomian umat, antara lain:

MUSYARAKAH
Al-syirkah salah satu bentuk kerjasama dagang dengan rukun dan syarat tertentu, yang dalam hokum positif disebut dengan perserikatan dagang.
Secara terminology al-syirkah : yaitu ikatan kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam perdagangan. Semua pihak yang terlibat di dalam al-syirkah ini berhak bertindak hokum terhadap harta serikatnya dan mendapat keuntungan sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati.

Dasar Hukum Al-Syirkah

Menurut ulama fiqh, akad al-syirkah dibolehkan berdasarkan :
1. Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat : 12 yang berbunyi :
               “…maka mereka berserikat dalam sepertiga harta …”
2. Firman Allah dalam surat as-Shaad ayat 24 Allah SWT berfirman :
“…sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, dan amat sedikit mereka ini…”

3. Hadits riwayat Abu Daud dan al-Hakim dari Abu Hurairah :
Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Dan apabila salah seorang dari keduanya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari perserikatan antara keduanya”.

4. Hadits Riwayat Bukhari :
“Allah akan ikut membantu do’a untuk orang yang berserikat, selama diantara mereka tidak saling mengkhianati”.


MUDHARABAH
Mudharabah adalah suatu kontrak kemitraan (partnership) yang berdasarkan pada prinsip pembagian hasil dengan cara seseorang memberikan modalnya kepada yang lain untuk melakukan bisnis dan kedua belah pihak membagi keuntungan atau memikul beban kerugian berdasarkan isi perjanjian bersama. Pihak pertama, supplier atau pemilik  modal, disebut sebagai shahibul maal, dan pihak kedua, pemakai atau pengelola atau penguasa, disebut sebagai mudhaarib. Dengan demikian berarti bahwa mudharabah merupakan kemitraan antara penyumbang modal pada satu pihak dan pemakai modal di pihak lain. Seseorang menyumbangkan modalnya dan yang lain sebagai pekerjanya yang berkemampuan, kemampuan usaha serta kemampuan mengelola, dan menurut isi kontrak mutual yang telah mereka sepakati, pembagian keuntungan bagi keduanya (yaitu mudharib menerima 60% dan dharib menerima 40% atau dengan prosentase lain yang mereka sepakati). Dan apabila mengalami kerugian, seluruh kerugian ditanggung shahibul maal, dan tidak ada klaim yang diajukan kepada mudharib. Singkatnya, shohibul maal memberikan modalnya kepada mudharib (penyertaan modal) dan sebagai imbalannya ia memperoleh bagian tertentu dari keuntungan yang diperoleh, tetapi apabila mengalami kerugian (yang bukan disebabkan oleh mudharib karena kelalaiannya atau berkhianat), beban seluruhnya ditanggung oleh shahibul maal dan mudharib tidak menerima apa-apa atas jasa yang telah ia lakukan
Menurut ulama fiqh Hijaz, Mudharabah juga diartikan sama dengan qiradh. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut :
“pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekeerja atau pedagang untuk diperdagangkan sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama”.
Definisi ini menunjukkan bahwa yang diserahkan kepada pekerja (pakar dagang) itu adalah dalam bentuk modal bukan manfaat seperti penyewaan rumah.
            Penyertaan modal melalui akad mudharabah merupakan bentuk penyertaan modal dengan prinsip bagi hasil. Karakteristik dari akad penyertaan modal bentuk ini adalah adalah dua pihak, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib). Oleh karena itu pada akad mudharabah dikenal apa yang disebut “dua tahap” atau “two- tier” mudharabah yang kemudian dipakai lembaga keuangan yang merupakan lembaga perantara atau “intermediaries” sebagai dasar penghimpunan dana masyarakat untuk disalurkan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pembiayaan dan penyertaan modal
Dengan demikian maka pada Perbankan Syari’ah dikenal adanya dua sisi peranan bank, yaitu pada sisi penghimpunan dana masyarakat, bank berperan sebagai pengelola usaha (mudharib)melalui akad mudharabah dengan pemilik tabungan mudharabah dan deposito mudharabah (shahibul maal), serta pada sisi penyaluran dana kepada masyarakat bank dapat pula berperan sebagai pemilik dana (shabiul maal) melalui akad mudharabah, musyarakah dan musyarakah mutanaqisah dengan nasabah pemakai dana (mudharib). Akad mudharabah yang dilakukan antara bank dengan pemilik tabungan mudharabah dan deposito mudharabah mwmbawa konsekuensi resiko bagi pemilik dana akan kemungkinan ruginya usaha bank. Namun resiko ini relatif lebih ringan karena ketatnya pengawasan bank sentral kepada sektor perbankan. Selain itu sektor perbankan diwajibkan mengikuti berbagai ketentuan pemerintah dan Bank Sentral dalam rangka melindungi pemilik dana.
Di sisi lain pada saat bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) bank menghadapi resiko yang lebih besar karena tidak adanya standar biaya untuk berbagai jenis usaha yang berbeda. Standar biaya yang berlaku sekarang hanya menyangkut “Upah Minimum Regional”, sedang untuk biaya operasional lainnya belum ada. Selain daripada itu tidak ada lembaga yang membina dan mengawasi nasabah yang berperan sebagai mudharib. Dengan demikian dibandingkan dengan usaha bank dalam bentuk pembiayaan perdagangan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dianggap lebih besar resikonya terutama pada akad mudharabah. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab mendominasinya pembiayaan perdagangan dibandingkan usaha penyertaan modal baik dalam bentuk mudharabah ataupun musyarakah dan musyarakah mutanaqishah meskipun akad penyertaan modal mempunyai dampak langsung kepada pertumbuhan ekonomi berupa tumbuhnya peluang usaha baru, kesempatan kerja baru dan peningkatan pendapatan penduduk. Namun demikian dapat pula kita temukan fakta bahwa akad penyertaan modal dalam bentuk mudharabah, musyarakah dan musyarakah mutanaqishah walaupun tidak mendominasi ternyata dari tahun ke tahun tumbuh dalam jumlah yang menggembirakan.
Keterangan yang diperoleh di balik fakta bahwa pembiayaan penyertaan modal tumbuh membuntuti pertumbuhan pembiayaan perdagangan adalah karena penyertaan modal khususnya mudharabah memerlukan persyaratan “trust” atau kepercayaan yang lebih besar. Kepercayaan ini hanya dapat dibina apabila nasabah yang akan menjadi pengguna dana penyertaan modal telah menjadi nasabah bank syari’ah pemakai pembiayaan perdagangan sehingga telah mempunyai “track-record” yang memadai. Jelasnya bahwa akad mudharabah adalah suatu akad yang menjembatani pihak yang punya modal tetapi tidak pandai berusaha dengan pihak pengusaha yang pandai berusaha tapi tidak mempunyai modal. Pada akad mudharabah ini pihak bank menyediakan 100% kebutuhan modal usaha sedang pihak pengusaha menyediakan jasa pengelolaan usaha. Sebagai shahibul maal bank tidak diperbolehkan turut campur dalam kegiatan sehari-hari pihak pengelola usaha. Hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola di-bagi hasilkan antara bank dengan pengelola usaha sesuai dengan porsi yang disepakati bersama. Dalam hal terjadi kerugian maka kerugian tersebut ditanggung seluruhnya atau sebagian oleh bank sedang pengelola tidak memperoleh bayaran dari usahanya

Hukum Mudharabah dan Dasar Hukumnya

            Akad mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar saling menollong dalam pengelolaan modal itu, Islam memberikan kesempatan untuk saling kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Alasan yang dikemukakan para ulama fiqh tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam surat al-Muzzammil ayat 20 :
“ …dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah ...”
Surat al-baqarah ayat 198 :
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeqi hasil perdagangan) dari Tuhanmu “.
Kedua ayat di atas secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah yang secara bekerjasama mencari rezeqi yang ditebarkan Allah di atas bumi. Kemudian dalam sabda Rasulullah SAW dijumpai sebuah riwayat dalam kasus mudharabah yang dilakukan oleh ‘Abbas ibn ‘Abdul Mutthalib yang artinya sebagai berikut :
“ Tuan kami ‘Abbas ibn ‘Abd Mutthalib jika menyerahkan hartanya kepada seseorang yang pakar dalam perdagangan melalui akad mudharabah dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jang diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit yang tidak dapat bergerak/berjalan. Jika ketiga hal itu dilakukan maka pengelola modal dikenakan ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan ‘Abbas ibn ‘Abdul Mutthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW dan Rasul membolehkannya “. (HR. al-Thabrani).

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda :
Tiga bentuk usaha yang mendapat berkah dari Allah SWT, yaitu : menjual dengan kredit, mudharabah dan hasil keringat sendiri “.
 (HR. Ibn Majah).
Disamping itu para ulama juga beralasan dengan praktek mudharabah yang dilakukan sebagian sahabat, sedang sahabat lain tidak membantahnya. Bahkan harta yang dilakukan secara mudharabah di zaman mereka kebanyakan adlaah harta dari anak yatim. Oleh sebab itu, berdasarkan ayat, hadits dan praktek para sahabat itu, para ulama fiqh menetapkan bahwa akad mudharabah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya maka hukumnya adalah boleh

 

JU’ALAH

Ju’alah merupakan akad untuk memperoleh manfaat yang diharapkan hasilnya, seperti pemesanan pembuatan sumur, pembuatan dingding, pengobatan orang sakit sampai sembuhatau pemesanan tiket pesawat.
Dasar Syari’ah kebolehan akad Ju’alah adalah firman Allah swt surat Yusuf ayat : 72 :



“Dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya
(Q.S. Yusuf : 72)
Akad Ju’alah ini dibolehkan dalam keadaan darurat oleh karena itu boleh pekerjaan yang dipesankan itu tidak diketahui spesifikasinya

 

WAKALAH

Wakalah dalam bahasa Arab bermakna tafwidh (penyerahan) atau penjagaan, maksudnya adalah pelimpahan kekuasaan terhadap orang lain pada hal-hal yang diwakilkan. Manusia hidup di dunia ini merupakan mhkluk yang masih banyak kekurangan dan kelemahan. Terkadang pada suatu masa seseorang tidak bisa mengerjakan sendiri urusannya dan membutuhkan bantuan orang lain. Pada saat inilah orang mewakilkan urusannya pada orang lain agar teringankan bebannya. Dalam ajaran Islam upaya untuk saling tolong menolong diantara sesama kita mengalami kesulitan ini sangat dianjurkan . Firman Allah swt. :
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan Jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” (Q.S. Al Maidah : 3)
Di dalam surat al Kahfi juga diceritakan salah seorang diantara ashabul kahfi diutus sebagai wakil untuk mencari makanan di kota. Firman Allah swt. :
Suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu itu  (Q.S. Al Khafi : 19)
Dalam hadits pun banyak diceritakan tentang Nabi saw. Yang mewakilkan urusannya pada para Sahabat. Contohnya adalah pengutusan Nabi saw. Terhadap Abu Rafi’dan seorang laki-laki dari Anshar untuk meminang Maemunah ra.
Secara Ijma’ ummat Islam juga telah sepakat tentang kebolehan Wakalah dalam kebaikan, dan termasuk jenis akad ta’awun.
Wakalah yang ada dalam Islam dibolehkan pada setiap bentuk kebaikan karena akad uni adalah termasuk akad Tabaru’at (kebajikan). Wakalah dapat dilaksanakan dalam berbagai hal, seperti pernikahan, pembayaran hutang, penetapan hukum pidana, masalah muamalah dan lain sebagainya. Sepanjang yang tidak diharamkan. Namun dalam masalah hokum pidana yang harus ditanggung seseorang tidak bisa mewakilkannya. Begitu pula dalam ibadah yang bersifat individual seperti shalat, dan puasa tidak bisa diwakilkan.

PENUTUP
Islam senantiasa menganjurkan kepada umat Islam untuk meningkatkan perekonomian umat dengan jalan yang sesuai dengan syari’at Islam. Pola yang ditawarkan oleh ekonomi Islam antara lain dengan transaksi dalam bentuk Mudharabah, Ju’alah, Wakalah dan lain-lain.
Pemberdayaan ekonomi system syari’ah ini akan menunjang peningkatan perekonomian lebih cepat, karena dalamnya tidak terdapat unsur manipulasi, kesamaran keuntungan, kegelapan pola kerja. Semua transaksi diterapkan transparan, aktif, sama-sama menguntungkan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Wasit Aulawi, “Sejarah Perkembangan Hukum Islam,” di dalam Amrullah Ahmad Ed., Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 1996

Abdul Wahab Khallaf, Mashadir al-Tasyri’ al-Islami fi ma la Nash fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1972

Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, Cairo: Muhasisah al-I’lanat

Ar-Rahman al-Jaziry, Kitab Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, t.t.: Dar al-Fikr, t.th., Juz III,

As-Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, Juz III, Beirut: Dar al-Fikr,

Depag RI, Fiqih, Ushul, Mantiq, Jakarta: Ditbinbaga Islam, 1983


Mukhtar Yahya, et al, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, Bandung: 1986

Mustofa Ahmad az-Zarqa’, al-Mudkhol al-Fiqh al-‘Am Beirut :Dar al-Fikr, 1968 Jilid 1     

Sayyid Muhammad Shatha al-Dimyati, I’anatuththalibin, t.t. : Darul Ahya Kutubil Arabiyah,

Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Suria:Dar al-Fikr 1997,  Jilid IV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar