BUYA MUDO RASIDIN

Anda Bertanya, Buya Menjawab

Religius, Cultural, dan Rasional

Rabu, 27 November 2013

Kumpulan Khutbah Jum'at



MUSIBAH BESAR BAGI UMAT ISLAM DENGAN
BERAKHIRNYA BULAN RAMADHAN


الحمد لله الذ ى ارسل رسوله بالهدى ود ين الحق ليظهره على الدين كله. ارسله بشيرا ونظيرا ودا عيا الى الله با ذنه وسرا جا منيرا. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شها دة اعدها للقا ئه ذخرا . واشهد ان محمدا عبده ورسوله ارفع البر ية قد را. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعهم باحسان الى يوم الد ين وسلم تسليما كثيرا. اما بعد ,أعو ذبالله من الشيطا ن الرجيم بسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُُ لَّهُ وَأَن تَصُومُوا خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ أما بعد فيا عباد الله أوصيكنم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون

Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahjimakumullah
Khatib senantiasa mengajak kita semua untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT, baik ketakwaan secara lahiriyah maupun ketakwaan secara batiniyah. Ketakwaan secara lahiriyah dapat dibuktikan dengan amal perbuatan manusia. Semakin luhur akhlak kita, semakin, indah budi pekerti kita, semakin suka kita dengan perbuatan yang baik insya Allah ketakwaan secara lahiriyah akan senantiasa terpatri dalam diri kita. Sementara ketakwaan secara batiniyah dapat dibuktikan dengan keimanan kepada Allah. Sesungguhny iman itu bertambah dan berkurang. Semakin meningkat iman kepada Allah, semakin khusuk melaksanakan perintahnya, semakin ikhlas melaksanakan titahnya insya Allah ketakwaan secara batiniyah akan terpatri pula dalam diri kita. Oleh karenanya, khatib kembali menghimbau hadirin sekalian untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah.
Dalam rangka meningkatkan kualitas ketakwaan tersebut Allah menyediakan satu bulan bagi umat Islam untuk membersihkan diri dari noda dan dosa yang pernah di buat yaitu bulan ramadhan. Bulan yang penuh rahmah bagi orang yang mampu meraupnya, bulan magfirah bagi orang yang mampu menyucikan dirinya, dan bulan ittqun minannar bagi orang yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahjimakumullah
Kita sudah berada pada penghujung bulan Ramadhan. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ketika bulan ramadhan akan berakhir, Rasulullah bersabda pada sahabatnya: ”bakkatissamawati wal ardh (saya mendengar langit dan bumi menangis)mendengar sabda yang demikian sahabat pun merapatkan duduk pada Rasulullah karena tidak pernah mereka mendengar Rasulullah berkata langit dan bumi menanangis. Kemudian Rasulullah melanjutkan sabdanya ”musibatul azim ala umah Muhammad (musibah besar sedang malanda umat Muhammad)”. Semakin penasaran sahabat bertanya ’musibah apa ya Rasulullah?’ adapula yang bertanya apakah kota Makkah akan luluh lantak hancur  digoncang gempa bumi  sebagai mana yang terjadi pada umat nabi Luth? ”Tidak” Jawab Rasulullah. Yang lain bertanya pula ’apakah kota makkah akan tenggelam oleh banjir besar sebagaimana yang terjadi pada umat nabi Nuh?’. ”Tidak” Jawab Rasulullah. Ada pula yang bertanya ’apakah kota Makkah akan hancur oleh hujan batu sebagai mana yang terjadi pada umat-umat sebelumnya?’ ”Tidak” Jawab Rasulullah. Kembali sahabat bertanya ’fama bala ya Rasulullah? (apa yang sedang terjadi wahai Rasulullah?’. Dijawab oleh Rasulullah ”Zihabirramadhan (perginya Bulan Ramadhan)”. Sahabat yang penasaran terus bertanya pada Rasulullah bagaimana mungkin perginya bulan Ramadhan adalah musibah bagi Umat Islam. Di jawab oleh Rasulullah:
1.       Bulan Ramadhan adalan bulan dimana Allah menurunkan hidayah, hikmah dan pahala yang berlipat ganda pada umatnya. Oleh karenanya, musibah besar bagi orang bulan ramadhan mampir padanya tetapi ia tidak mendapatkan hikmah, rahmah dan  depasito pahala dibulan Ramadhan.
Pada saat Al-Qur’an, memaklumatkan kewajiban puasa  kepada orang-orang beriman di dalam surah Al-Baqarah ayat 183, disitu dijelaskan pula atas orang-orang atau umat-umat sebelumnya. Isyarat yang paling jelas dalam kandungan makna ayat tersebut adalah bahwa puasa bukan ibadah ritual yang menjadi ciri khas umat nabi Muhammad SAW belaka, puasa hampir bisa ditemukan di setiap tempat, setiap budaya, setiap umat. Tetapi tentu saja dengan dengan perbedaan tempo dan tata cara. Tetapi dengan maksud dan tujuan yang hampir sama; yaitu membina dan mengarahkan pertumbuhan mental, menapaki jalan-jalan spritual untuk membebaskan jiwa dari jeratan dunia.
Pelaksanaan puasa pada para nabi dan orang Saleh sebelum Islam dapat dilihat pada beberapa orang Nabi dan orang Saleh. Maryam misalnya, melakukan puasa bicara di detik-detik menjelang melahirkan anaknya Nabi Isa AS, yang tidak punya ayah. Coba bayangkan seorang wanita belia hamil tanpa suami lalu semua orang menuduhnya dengan kata-kata keji dan nista. Betapa terguncangnya ia secara fisik dan mental pada saat itu. Tetapi puasa memberinya ketenangan bathin sekaligus jalan di saat-saat kritis seperti itu. Ia sukses, Nabiyullah Isa AS akhirnya lahir dengan tanda-tanda kebesaran Allah.
Kebiasaan Maryam akhirnya ditularkan kepada anaknya, Nabiyullah Isa As, berpuasa selama 40 hari saat setan datang menawarkan kkepadanya kemasyhuran dan kekuasaan. Ia menolak kekayaan demi mempertahankan kekayaan. Ia menolak kekuasaan agar tetap berkuasa, Ia memilih mengurusi orang lain supaya dirinya tetap terurusi, Ia menghidupkan orang mati agar dirinya tidak mati. Dan memang benar Ia sampai sekarang masih terus hidup, paling tidak di benak kaum Muslim dan Nasrani. Nabiyullah Musa As berpuasa 40 hari ketika berada di gunung Tursina ketika akan menerima kata-kata suci : sepuluh perintah Allah. Sesuatu yang suci hanya akan bisa keluar dari tempat dan dan sikap yang suci pula dan masih banyak Nabi-nabi yang melakukan puasa sebagai sebuah jalan dalam menggapai keinginan mulia.

Ma’asyiral Jum’ah Rahimakumullah
Puasa tidak hanya pernah dilakukan oleh para Nabi dan Rasul semata, orang Indian misalnya mereka telah lama melakukan puasa sebagai alat penolak bala, kalau mereka ingin menghindarkan kampung halaman dan masyarakatnya dari penyakit, bencana alam dan perang, kepala suku mereka memerintahkan mereka ramai-ramai untuk melakukan puasa. Puasa juga mereka laksanakan untuk sebagai wahana pertobatan atas segala kesalahan yang telah mereka perbuat. Socrates dan muridnya Plato, kedua filsuf ini biasanya berpuasa sepuluh hari untuk meningkatkan kesehatan fisik dan jiwanya. Boleh jadi karena kebiasaannya berpuasa sehingga mereka begitu cerdas dan futuristik.
Hippocrates adalah seorang dokter Yunani yang sangat terkenal pada zamannya. Di zaman ketika farmasi belum semaju seperti sekarang, apa yang paling sering diresepkan kepada pasiennya agar cepat sembuh dan sehat? Jawabannya ternyata puasa. Pendek kata ritual puasa dapat ditemukan pada hampir semua kebudayaan lama. Saat Columbus mendaratkan kapal petualangannya di Benua Amerika, iapun menemukan beberapa suku di Peru yang menjadikan puasa sebagai salah satu dari sekian syarat pengampunan dosa. Bahkan kebiasaan puasa ini bukan hanya kita temukan sebagai sebuah Kredo (Kepercayaan) bagi manusia-entah berdasarkan ajaran agama atau sekedar mitos, tapi juga sebagai naluri yang hidup di beberapa jenis hewan. Ikan Salmon umpamanya, berpuasa beberapa minggu lamanya berenang ke hulu sejauh beberapa mil untuk bertelur. Ratu semut menjalani mogok makan demi menunggui telurnya yang akan menetas. Dan banyak lagi contoh hewan yang memiliki kebiasaaan seperti itu.

Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Hal ini semuanya kian memperkuat dugaan bahwa puasa, selain bersifat syar’i (perintah agama) juga bersifat tabi’i (sesuai dengan bawaaan alamiah), insani (sesuai dengan hasrat intelek manusia), dan Jama’i  (sesuai dengan hasrat sosial). Maka saat kita menjalankan puasa, selain menggugurkan kewajiban keagamaan kita, kita juga telah mengadaptasikan sifat alamiah dan ritme tubuh kita, sehingga lebih kondusif untuk lebih cerdas, juga berperan serta dalam memperkuat solidaritas sosial dimana kita tinggal, tentu saja dengan catatan puasa itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan penghayatan.

Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa adalah suatu metode yang berangkat dari asumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu muncul secara bersamaan dan karenanya harus pula dipenuhi secara simultan. Maka dalam pelaksanaan ibadah puasa, keempat kebutuhan itu terasa diakomodasi secara serempak, yang tadi dikatakan bersifat syar’i, tabi’i, insani, dan jama’i. Puasa, dengan demikian dalam dirinya sudah bersifat egaliter. Tanpa memungkiri bahwa perkembangan kualitas mental manusia memang berjenjang, berkembang dari suatu maqam (tahap) ke maqam berikutnya. Tahapan-tahapan seperti ini disebut maqamât. Setiap maqam memiliki keadaannya masing-masing yang disebut hal. Keadaan-keadaan pada masing-masing maqam itulah yang disebut ahwal. Tetapi perjenjangan itu bukan berdasarkan kemampuan material, melainkan berdasarkan nawaitu (niat), mujahadah (perjuangan), dan istiqomah (kesabaran dan konsistensi). Itu sebabnya semua orang, tanpa melihat status sosialnya, bisa menapaki jenjang demi jenjang itu. Karena ketiga syarat tadi (nawaitu, mujahadah, dan istiqomah) bisa dimiliki oleh siapa saja.

Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa melatih dan mengajarkan kita untuk bergerak secara simultan dan bergerak dari keadaan yang kurang baik ke keadaan yang lebih baik. Maka kalau kita berpuasa secara benar dan sungguh-sungguh, niscaya kita akan bergerak secara vertikal dari nafs amarah kepada nafs lawwamah lalu ke nafs marhaman sehingga akan mencapai posisi puncak yaitu nafs muthmainnah. Atau kita akan bergerak dari suatu modus kehidupan kepada modus kehidupan berikutnya. Dari modus menang ke modus senang, lalu ke modus aman, hingga ke modus yang lebih tinggi yaitu ketenangan lahir dan batin.

2.       Bulan Ramadhan adalah Inna zunuba Maghfirah (Sesungguhnya pada Bulan Ramadhan Allah mengampuni dosa-dosa yang dilakukan oleh anak Adam).
Sebagaimana sabda Rasulullah Manshama ramadhana imanan wahtisaban gufiro lahu ma taqaddama min zanbih (orang yang berpuasa pada bulan ramadhan maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah berlalu)
Oleh karena itu, musibah besar bagi orang hadir pada bulan romadhan tetapi noda dan dosa masih melumuri dirinya.
3.       Bulan Ramadhan adalah inna doa Mustajab (doa pada bulan Ramadhan di ijabah oleh Allah). Oleh karena itu, musibah besar bagi orang yang hidup dibulan ramadhan tetapi doanya tidak diijabah oleh Allah SWT.
Pada bulan yang penuh hikmah dan kemuliaan ini, sudah seyogyanya kita lebih intensif meningkatkan ibadah kita baik yang mahdoh maupun yang sunnah, paling tidak dengan puasa kita dapat berpindah dari kebiasaan yang kurang baik kepada kebiasaan yang lebih bermanfaat dan membawa kemashlahatan. Manfaatkanlah bulan suci ini dengan sebaik-baiknya karena Allahlah yang langsung menilai dan yang memberikan ganjaran-Nya tanpa perantara, sungguh amat istimewa dan teristimewa kemuliaan dan keutamaan puasa pada bulan ramadhan.
Bagi Nabi, sahabat dan orang-orang shaleh, bulan puasa bukan Cuma sekedar bulan menahan diri untuk tidak makan, tidak minum,tidak campur dengan istri. Hal ini sangat dangkal nilainya, karena puasa adalah menghentikan hasrat yang bertentangan dengan hasrat Ilahi. Inilah sebabnya grafik amalan-amalan Nabi dan para sahabatnya terus menanjak dari hari ke hari pada bulan suci ramadhan: I’tikaf (tinggal di mesjid sambil beribadah), ikat pinggangnya dikencangkan, betisnya bengkak-bengkak, matanya sembab mengingat Sang kekasih. Mereka tidak menyia-nyiakan momen yang sangat berharga dan hanya datang sekali  setahun-dan belum tentu ditemui kembali di tahun berikutnya-itu hanya untuk kegiatan yang tidak bersifat substansial. (tidak mensubstansikan kegiatan –yang sebetulnya tidak substansial-dengan melakukan rasionalisasi karena itu namanya mencundangi diri sendiri.  Peningkatan kualitas mental dan kedekatan diri kepada Allah, merupakan output dari bulan puasa, kita hendaknya mampu menyemangati, mempengaruhi, dan mewarnai perjalanan hidup kita minimal sebelas bulan berikutnya. Sehingga persis ketika kualitas mental mendekati titik nol kembali, kita telah memasuki upgrading (peningkatan) lagi. Itu target minimalnya. ibarat kalau kita tidak mengisi BBM kendaraan untuk bepergian seharian, maka minimal kita pastikan kendaraan kita sampai pada pom bensin berikutnya, pada saat bahan bakarnya habis.


Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
 Mudah-mudahan kita tergolong hamba Allah yang mukmin sebagaimana yang diserukan dalam surah al-Baqarah ayat 183, yang pantas dan mampu melaksanakan ibadah puasa, tidak hanya pada dataran meramaikan tetapi lebih pada dataran menghidupkan bulan suci ini, sehingga puasa kita tidak hanya berakhir dengan takbiran dan shalat ‘ied saja, atau berakhir dengan pulang kampung semata, atau eforia sebentar kemudian kembali kepada kebiasaan jelek semula, akan tetapi dapat menjadi hamba Allah yang senantiasa terus istiqomah dan konsisten dalam menjalankan syariat Allah pada sebelas bulan berikutnya. Amin.
بَارَكَ اللّهُ لِى وَ لَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفََعَنِى وَإِ يَّا كُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآ يآتِ وَالذِّكِْر الحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّّى وَمِِِنْكُمْ تِلآوَتَهُ إِ َنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلَعلِيمُ,أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمِ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ               














KHUTBAH KEDUA

الحد لله حمدا كثيرا كما أمر.  أشهد أن لا إله إلا الله وحده لاشريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله المبعوث إلى سائر البشر. اللهم فصل وسلم وبارك على سيدنا ومولانا محمد نور الأنور. وعلى أله و أصحابه مصابه الغرر.
أما بعد.
فيا عبا د الله رحمكم الله: أوصيكم و إياي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون.
قال تعالى: ولم يذل قائلا عليما. إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيهاا الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. وبارك على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. في العالمين إنك حميد مجيد.
اللهم اغفر للمسلمين و المسلما ت و المؤمنين و المؤمنات الأ حيا ء منهم و الأموا ت, إنك سميع قريب مجيب الدعوا ت. ربنا هبلنا من أزواجنا و ذريا تنا قرة أعين و اجعلنا للمتقين إماما. ربنا اتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة و قنا عذاب النا ر
عبادالله , إن الله يأمركم بالعدل و الإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء و المنكر و البغى يعظكم لعلكم تذكرون. ولذكرالله أكر... أقم الصلاة.


EMPAT KEKUATAN YANG MENGENDARAI
KESUKSESAN PADA MANUSIA

                Dalam surat al-Asri, Allah SWT bersumpah demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam merugi. Ketika titah ini difirmankan oleh Allah terbersit di pikiran kita apa hubungan masa dengan merugi?
                Istilah merugi adalah istilah yang di gunakan dalam dunia bisnis atau perdagangan. Dalam dunia bisnis ada tiga hasil yang dioleh pedagang dari hasil dagangannya:
Pertama, orang yang beruntung, yaitu orang yang mendapatkan hasil perdagangan lebih modal yang ia keluarkan. Jika ia mengeluarlan modal Rp. 10.000 lalu setelah berdagang ia memperoleh Rp. 15.000, maka ia telah memperoleh untung Rp. 5.000
Kedua, orang yang memperoleh modal kembali, yaitu orang yang mengeluarkan modal dan mendapat hasil yang sama dengan modal yang ia keluarkan.
Ketiga, orang yang merugi, yaitu orang memperoleh hasil dibawah modal yang ia keluarkan. Jika ia mengeluarlan modal Rp. 10.000 lalu setelah berdagang ia memperoleh Rp. 5.000, maka ia telah memperoleh rugi Rp. 5.000
Dalam surat al-Asri Allah bersumpah demi masa, kemudian mengkaitkannya dengan keadaan manusia yang merugi. Menurut ahli tafsir, ayat ini ingin memberi peringatan pada manusia bahwa ia telah diberi modal oleh Allah, yaitu masa atau usia atau umur. Setiap manusia yang lahir ke alam ini telah mendapatkan modal umur. Ada yang modalnya 1 tahun sudah habis, ada yang modalnya hanya sampai masa kanak-kanak dan ada yang modalnya hingga dewasa, bahkan mencapai 100 tahun. Umur kita di dunia ini adalah modal yang dititipkan oleh Allah kepada kita. Setiap hari modal itu berkurang. Setiap detik usia kita semakin mendekati ajal, maka setiap detik pula modal itu berkurang. Kadang tanpa disadari usia kian renta, ajal kian mendekat, modal kian habis, tapi kita masih lupa dengan kegiatan yang kita lakukan, apakah itu perbuatan yang bermanfaat atau tidak. Menurut ahli tafsir ayat ini ingin menegaskan kepada manusia bahwa manusia itu merugi apabila modal yang diberikan oleh Allah berupa usia yang ada pada kita dihabiskan dengan sia-sia. Allah pun bersumpah demi masa, demi waktu, demi usia yang telah dititipkan pada manusia bahwa manusia itu dalam keadaan merugi apabila ia tidak memanfaatkan modal usia itu dengan baik.
Awal ayat ke 3 surat al-Asri, Allah dahului dengan lafal ILLA, artinya kecuali. Lafal illa adalah lafal istisna’ dalam ilmu tafsir. Maksudnya Allah ingin menegaskan bahwa ada manusia yang tidak merugi dalam kehidupannya atau adalah manusia yang sukses menjalankan modal usia yang telah dititipkan oleh Allah.
Nilai kesuksesan hidup inilah yang sedang menjamur dikembangkan saat ini. Ary Ginanjar mengembangkan konsep ESQ dalam tiap pelatihan yang ia lakukan. Marwah Daud Ibrahim mengembangkan Konsep Mengelola Hidup Merencana masa depan, Ilham Arifin mengembangkan konsep Zikir, AA Gym mengembangkan konsep manajemen Qalbu. Semua ajaran mereka kembangkan bermuara pada empat hal yang membuat kehidupan manusia ini sukses.
Hal ini diungkapkan oleh Allah dalam ayat 3 dan 4 surat al-Asri:
Pertama, (illallazina amanu) orang yang menggunakan energi spiritual (spiritual quotient) yang ada padanya. Spritual berasal dari kata spirit, secara etimologi ber arti murni. Energi spiritual secara lafziyah berarti nilai murni dalam kehidupan manusia. Nilai spiritual ini dikenal dengan nilai-nilai iman dalam manusia. Semakin kekuatan iman itu kuat dalam diri manusia semakin ia dengan kesuksesan. Allah berfirman:
YARFAILLAHILLAZI AMANU MINKUM
Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman diantara kamu.
Kesuksesan orang-oranga yang beriman ini dapat dilihat dari sejarah para nabi dan Rasul. Semua Rasul yang kita kenal semenjak nabi adam sampai nabi Muhammad adalah pemimpin dimana ia berada. Hal ini karena kekuatan iman yang ada padanya.
Orang yang tidak termasuk dalam kelompok orang yang merugi, bahkan tergolong dalam kelompok yang sukses adalah orang yang menggunakan kekuatan iman dalam dirinya dengan baik.
Di kisahkan, ketika Umar ibnu khattab bertemu dengan anak pengembala yang mengembala lebih dari seratus ekor domba milik majikannya. Umar ibnu khattab meminta anak tersebut untukd menjual seekor domba, tapi anak itu menolak karena takut kepada Allah.
Kisah umar inilah kekuatan spiritual, yaitu melakukan kebaikan karena nilai-nilai keilahian yang terpatri dalam diri manusia.
Kekuatan spiritual ini melahairkan sifat percaya diri pada manusia, karena ia yakin bahwa kekuatan yang ia miliki adalah bagian dari kekuatan yang anugrahkan pada dirinya.
Pusat kekuatan ini berada pada ruhani manusia.

Kedua, Waamalushhsalihat, orang yang menggunakan kekuatan kebaikan (Advertsity Quotient). Dalam kehidupan sehari-hari orang ini kita kenal orang yang saleh. Orang yang gigih, semangat tinggi, pantang menyerah dalam menjalankan misinya sebagai khalifah dipermukaan bumi. Orang yang saleh adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk bertahan di tengah kalangan dan tantangan. Orang yang melakukan kebaikan ditengah kejahatan yang meraja lela.
NASUN SHALIHUN QALILUN FI NASIN ASIN KATSIRIN
 Orang yang mempertahan nilai nilai kebaikan ditengah orang-orang banyak yang melakukan kemaksiatan.
Orang shaleh adalah figure sukses. Orang tidak termasuk dalam keadaan merugi. Karena ia selalu memanfaatkan kebaikan sebagai landasan melakukan sesuatu.
Anak muda yang shaleh,  sukses, dan tidak termasuk merugi adalah anak muda yang mampu bertahan untuk mengatakan “tidak” ketika teman-teman sebayanya menyuguhkan narkoba padanya. Anak muda yang mampu berkata “tidak mau” ketika diajak berjudi dan berzina oleh rekannya. Ia kukuh dengan nilai keimanan yang ada pada dirinya.
Orang kantor yang shaleh adalah orang kantor yang mampu berkata “tidak” ketika ia diminta untuk menjalankan manipulasi-manipulasi yang menggerogoti uang Negara.
Jadi, orang yang saleh adalah orang yang senantiasa melakukan kebaikan. Menolak melakukan kejahatan baik punya kesempatan maupun tidak.
Kekuatan kesalehan ini melahirkan keinginan untuk senantiada melakukan kebaikan di ala mini.
Kekuatan ini terletak pada kemauan ketabahan manusia mengahadapi berbagai persoalan.

Ketiga, Watawa shaubil haq. (Orang yang berlomba-lomba memanfaatkan energi intelektual, Intelektual Quotient).
Berlomba-lomba artinya ada kecenderungan kecemburuan social ketika melihat orang lain sukses dari segi intelektual.
Ketika melihat anak orang lain sukses dalam menyelesaikan matematika, tentu kita ingin anak kita lebih dari itu.
Berlomba di bidang intelektual ini telah berlangsung secara sunnah tullah, secara alami pada manusia. Dari dari detik detik nilai intelektual ini semakin miningkat. Jika orang mampu mendarat di bulan, ilmuan lain ingin mendarat ke neptunus Pluto dan lain-lain. Ini adalah nilai intelektual.
Orang yang tidak merugi adalah orang ikut bersaing di bidang intelektual dalam rangka menegakkan kebenaran di alam ini.
Orang yang gigih melahirkan gagasan baru untuk mensejahterakan umat manusia.
Kekuatan intelektual ini terletak pada otak manusia. Produk dari kecerdasan intelektual dinamakan dengan ilmu. Allah berfirman
YARFAILLAHILLAZI AMANU MINKUM wa utul ilma darajat.
Allah akan mengangkat orang yang beriman diantara kamu, dan orang yang memanfaatkan pengetahuannya dengan beberapa derajat.
Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai-nilai intelektual yang ditinggalkan oleh ilmuan terdalu masih bisa kita manfaatkan sampai sekarang ini. Bahkan nama-nama mereka diabadikan dalam sejarah. Nama imam syafi’I yang menulis kitab-kitab fikih masih kita gunakan sampai sekarang. Teori-teori tentang atom, aljabar dan lain-lain masik kita manfaatkan hingga sekarang.
Ilmuwan-ilmuwan ini orang yang menanam hari ini untuk memetik hasilnya di esok hari. Meskipun ia telahmeninggal dunia, tapi karyanya masih bermanfaat bagia kesejehteraan manusia. Wajar sekali Rasulullah bersabda.
JIKA MATI ANAK ADAM MAKA PUTUS AMALNYA KECUALI TIGA PERKARA:
SADAKAH JARIYAH
ILMU YANG BERMANFAAT
DAN DOA ANAK YANG SALEH.
Nilai intelektual di tanam hari ini adalah infestasi bagi kita ketika telah tiada di alam ini.
Orang ketiga yang tidak merugi dan termasuk orang yang sukses adalah, orang yang memanfaatkan energi emosional pada dirinya. Watawa shaubishshabr. Orang yang senantiasa sabar dalam berbagai keadaan. Potensi Emosional ini memegang peran penting dalam hidup manusia. Meraka yang memiliki kematangan emosional mampu memecahkan masalah dan mengatasi masalah emosional dan social. Lebih bisa mengendalikan amarah, membangun relasi dengan orang lain, bertanggung jawab dan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Menanamkan nilai Watawa shaubishshabr melahirkan keseimbangan pada kesadaran diri, control emosi, toleransi, dan daya juang yang kuat dan relasi social yang baik.

Semoga ada manfaatnya.



ORANG-ORANG ANEH

Sidang jum’at yang berbahagia,
Pada jum’at sekarang ini saya ingin mengajak para hadirin merenungkan tentang orang-orang Ghuraba’, yaitu orang-orang aneh. Orang-orang yang hidup dalam gaya yang tetap dalam keimanan meskipun dunia di sekitarnya telah luluh dalam luluh dalam ragam kemaksiatan.
Dalam sebuah hadits rasulullah bersabda: Thaba lil gharaba’ (berbahagialah orang-orang yang aneh atau ghuraba’).
Peratanyaan yang akan uncul adalah siapakah orang-orang aneh atau al-ghuraba’ yang disebutkan oleh Rasulullah sehingga dido’akan kebahagiaan bagi mereka?
Tanda-tanda mereka disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya adalah sebagai berikut:
Pertama,

الذين يصلحون إذا فسد الناس

“orang-orang yang mereformasi kehidupan manusia dikala manusia penuh dengan kemaksiatan”
Dalam hadits lain disebutkan:

ناس صالحون  قليل في ناس  كثير

“orang-orang yang soleh yang jumlah mereka amat sedikit, hisup ditengah-tengah manusia durhaka”
Pada hari ini kita membutuhkan Ghuraba’, orang orang yang ingin memperbaiki masyarakat di sekitarnya.
-          ketika orang lain datang dan menyatakan bahwa korupsi sekarang merupakan kebudayaan masyarakat, hal yang sudah lumrah dan biasa. Ia tampil kepermukaan mengganyang korupsi. Melawan segala bentuk kemaksiatan. Baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

-          Ketika orang lain menyatakan bahwa suap itu adalah hal yang biasa, sebagai uang pelicin, oleh-oleh agar bisa lulus dalam berbagai usaha, ahl al-Ghuraba’ muncul dengan mempertahan keimanannya dengan menyatakan bahwa kolusi itu memang haram. Bukan hanya pada saat  punya peluang untuk menyuap itu ada, maka ia menjadi halal. Lalu pada saat kita tidak mempunyai tempat untuk kolusi hal itu kita haramkan. Orang al-Ghuraba’ konsisten bahwa bagaimanapun kondisinya yang baik tetaplah baik dan yang jelaek tetap dilarang.

Orang orang inilah yang oleh ulama fiqh istilahkan

طاهر في نفسه مطهر لغيره

dia suci dalam dirinya, dan dia juga berusaha menyucikan orang lain.”

Pribadinya bersih, dan dia berusaha membersihkan orang lain. Tingkah lakunya indah, dan dia berusaha mengindahkan tingkah laku orang lain.
Orang-orang semacam inilah yang dikatakan oleh Rasulullah: Thuba lil al-Ghuraba’ (berbahagialah orang-ornag yang lain dari yang lain).

Kedua,
الذين يزيدون إذ نقص الناس
Orang-orang menopang kekurangn manusia lainnya
Di dalam masyarakat, kita sering mencari orang yan gkuat keyakinannya. Kadang-kadang kita meraba-raba, siapa orang yang patut dijadikan contoh dalam kehidupan ini. al-Ghuraba’ biasanya tampil sebagi manusia model, manusia yang bisa dijadikan contoh karena kebersihan dan kesucian pribadinya, sementara orang-orang disekitarnya berkecamuk dalam kemunafikan, usaha menjilat ke atas  dan memeras ke bawah.
al-Ghuraba’ adalah pribadi yang
-          ketika orang lain kehilangan identitas Islam, atau Islam hanya sebatas KTP, mereka menunjukkan: beginilah Identitas Islam.
-          Ketika orang kebingungan untuk mempunyai pedoman, pribadi mereka menunjukkan tuntutan yang jelas.
Rasulullah bersabda bahwa al-Ghuraba’ itu adalah:
الذين يزيدون إذ نقص الناس
“mereka yang menampah sesuatu yang tidak dimiliki oleh manusia lain”
Merupakan bintang bagi orang lain di tengah gelapnya malam.
Ketiga,
الذين يحيون سنتي بعد أماتها الناس
                Orang kembali menghidupkan sunahku setelah sunah itu dimatikan orang lain.

-          Ketika bid’ah menyebar ke tengah-tengah masyarakat, mereka mengajak umat kembali kepada al-Qur’an dan Sunah.
-          Ketika beberapa ajaran Rasulullah ditinggalkan ia tampilkan kembali ajaran Rasulullah.
-          Ketika orang berlomba-lomba menumpukkan kekayaan dengan berbagai macam cara yang kadang-kadang tidak melalui jalur yang benar ia tetap mempertahankan kesederhanaan dengan keiman yang penuh kepada Allah.
-          Orang mampu memposisikan dunia sebagai mana forsinya. Sebab keadaan manusia terhadap dunia itu, pertama,  menjadikan dunia sebagi tujuan. Kedua, Menjadikan dunia sebagai jembatan. Ketiga, Menjadikan dunia sebagai penjara

Sidang jum’at yang berbahagia,
Islam memanggil umatnya sekarang ini untuk tampil sebagai al-Ghuraba’,
-          untuk menjadi para pembaharu,
-          untuk menjadi orang yang memperbaiki masyarakat ketika masyarakat telah rusak,
-          orang yang mau memelihara kebersihan dirinya ketika kotoran sudah dianggap sebagai kebudayaan
-          orang yang menjadi model bagi kehidupn manusia lainnya dari sege kebersihan jiwa dan raganya.
-          Orang yang menjalankan agama dengan sungguh-sungguh.
Sebab, walaupun kelompok al-Ghuraba’ini amat kecil, namun mempunyai pengaruh besar terhadap manusia lainnya. Kalau al-Ghuraba’ ini hilang hilang pula kesempatan orang lain untuk memperbaiki dirinya.
Allah Swt berfirman:
فلولا كان من القرون من قبلكم أولو بقية ينهون عن الفساد في الأرض إلا قليلا ممن أنجينا منهم واتبع الذين ظلموا ما أترفوا فيه وكانوا مجرمين
وما كان ربك ليهلك القرى بظلم وأهلها مصلحون
Andai kata dahulu pada umat sebelum kamu ada orang-orang yang memiliki keistimewaan yang berani mencegah umat dari kerusakan di bumi, tentu tidak akan terjadi kebinasaan kepada umat terdahulu. Sayang, “firman Allah,” hanya sedikit saja orang yang mau berbuat seperti itu, yaitu golongan yang kami selamatkan antara mereka. Adapun orang-orang yang zhalim hanya mengikuti orang-orang yang berbuat kemewahan di bumi, dan mereka  berbuat dosa.
Dan tuhanmu tidak akan membinasakan satu negeri dengan kezaliman selama ditengah-tengah masyarakat itu ada kelompok yang memperbaiki masyarakat itu. (QS: 11:116-117)
Allah tidak akan menghancurkan suatu negeri apabila di negeri itu masih tampil kelompok ghuraba’ , kelompok orang asing , kelompok orang yang berbeda dengan kabilahnya, kelompok orang yang membawakan keyakinannya dengan bersedia memikul resiko apa pun yang dihadapinya. Rasulullah bersabda:
Thaba lil gharaba’ (berbahagialah orang-orang yang aneh atau ghuraba’).
Sidang jum’at yang berbahagia,
Akhirnya,
-          kalau kita tidak sanggup menjadi ghuraba’, maka beri berilah kesempatan orang lain untuk menjadi ghuraba’.
-          Kalau kita tidak sanggup mempertahankan keyakinan, belajarlah memberi toleransi kepada dmereka yang mau menyatakan keyakinannya.
-          Kalau kita tidak sanggup mengemukakan pendapat yang berbeda dengan kebanyakan orang, berilah orang lain menyetakan pendapat yang berbeda.

-          Kalau kita tidak sanggup memberi manfaat kepada orang lain, paling tidak kita tidak menimbulkan mudharat bagi orang lain.

بارك الله لي ولكم  في القرآن العظيم ونفى عني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
















ISLAM MEWAJIBKAN HIDUP BERSIH, INDAH DAN TERTIB

Sidang Jama’ah Jumat yang mulia
Orang-orang yang betul-betul beriman kepada Allah tidak sedikitpun meragui ketentuan Allah atas dirinya dan alam seluruhnya. Dikala otak sedang hening dan hati sedang jernih, cobalah kita merenungkan alam ini agak sejenak! Coba kita perhatikan keindahan bunga mekar, warnanya yang indah; merah, kuning, lembyung jingga, dan lain-lain, dan baunyapun antara satu dengan yang lain berbeda harumnya. Telah berribu ahli kecantikan hendak menirunya, namun tidak satupun yang berhasil. Gerangan siapa yang mencipkan bunga yang berwarna-warni seindah ini? alangkah halusnya tangan yang menciptakan segala ini! disini manusia tertumbuk kepada sang maha pencipta yang maha agung.
Berbagai keindahan alam yang disediakan tuhan ini semata-mata untuk ketenangan manusia. Gunung tinggi menjulang hijau, laut terhampar biru, gemercik air, kicauan burung dipagi hari. Semua itu anugrah keindahan yang mempuyai kreasi seni yang sangat tinggi untuk dinikmati oleh manusia. Dengan kata lain, alam semesta adalah titipan Allah bagi Manusia.
Sidang Jama’ah Jumat yang mulia
Terhadap titipan Allah berupa alam semesta ini, ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia. Minimal ada dua cara yang atur oleh Al-quran terhadap pelestarian alam, yaitu taskhir dan istikhlaf.
Taskhir berarti manusia diberi kewenangan untuk menggunakan alam raya guna mencapai tujuan penciptaannya  sesuai dengan tuntunan ilahi. Allah mengeraskan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Taskhir adalah izin dari Allah untuk melsetarikan alam semesta dengan jalan memanfaatkan alam semesta sebagaimana semestinya.
Pemanfaatan dengan metode ini dapat dilakukan dengan bercocok tanam sembari melestarikan lingkungan.

Rasulullah bersabda:
: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ الطَّيْرُ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَةٌ اِلاَّ كاَنَ لَهُ بِهِ صَدَقَةً. (رواه البخاري)

Rasulullah SAW bersabda: Apa-apa yang ditanam seorang muslim baik tanaman tahunan maupun musiman, lalu tanamannya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, niscaya hal itu merupakan shadaqah baginya.”(HR. Bukhari)

عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : مَا مِنْ رَجُلٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَتَبَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ قَدْرَ مَا يَخْرُجُ مِنْ ثَمَرِ  ذَلِكَ  الْغَرْسِ (رواه أحمد)
                   
"Rasulullah bersabda: Apa-apa yang ditanam oleh seorang muslim, niscaya Allah yang Maha Perkasa telah menuliskan pahala baginya sebanyak buah yang keluar dari pohon tersebut.”(HR. Ahmad)

Berdasarkan pentingnya makna pelestarian alam dengan jalan memanfaatkannya ini,  maka sudah seyogyanya kita ikut mendukung program pemerintah dalam hal penghijauan di kabupaten kerinci ini.

Metode pelestarian alam yang kedua yaitu istikhlaf. Istikhlaf  berkaitan dengan penugasan Allah kepada manusia sebagai khalifah di bumi. Semua anugrah, kekayaan, bahkan nyawa sekalipun merupakan titipan Allah bagi manusia. Manusia dipercayakan oleh Allah untuk mengatur alam semesta selama ia hidup di dunia ini. pemberian kepercayaan (tuhan antara lain menggariskan bahwa hubungannya dengan alam semesta tidak bersifat menaklukkan, tetapi bertujuan untuk menciptakan integrasi harmonis dan kebersamaan dalam ketaatan kepada Allah.
Ada tiga kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia untuk melestarikan alam semesta. Dengan kata lain, ada tiga aktifitas konkrit yang harus dilaksanakan oleh manusia terhadap alam semesta.
Pertama,  menjaga keindahan alam semesta.  
Dalam ilmu tasawuf disebutkan bahwa alam semesta dan manusia mempunyai kesamaan derajat disisi Allah. Objek alam bukanlah musuh manusia yang harus ditaklukkan sebagiman mitos yang berkembang di Yunani Kuno. Alam raya sejajar dan senasib dengan manusia dalam ketundukannya kepada Allah. Alampun ikut mengagungkan Allah, meskipun manusia tidak dapat memahaminya.


Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al-hadid ayat 1)

Oleh karena itu Allah mengamanatkan kepada manusia untuk mengatur alam semesta. Pada mulanya, menurut al-Qur’an langit dan bumi berdiri sejajar, ketika Allah menawarkan amanat kepada langit dan bumi, keduanyapun menolakknya. Namun amanat itu diterima oleh manusia sebagai khalifah di bumi sebagaiman yang Allah firmankan dalam surat al-ahzab ayat 72:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
Oeh karena itu, manusialah yang mempunyai tugas untuk menjaga kelestarian keindahan lingkungan. Karena keindahan lingkungan merupana bagian dari fenomena alam yang telah disipka oleh Allah bagi manusia itu sendiri.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda
Innallahha jamilun yuhibul jamal
 Sesungguhnya Allah itu indah, ia menyukai keindahan.
Kedua, kebersihan lingkungan.
Pelestarian alam juga bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkunga. Sebagain orang menganggap remes kebersihan lingkungan. Kenyataan menunjukan kebersihan lingkungan dapat mempengaruhi  pencalonan kepada Negara dari segi politik.
Hal ini dapat dilihat dari isu yang dikembangkan oleh salah satu kondidat presiden Amerika serikat sebelum Bill Klinton yang untuk menggoyahkan lawan politiknya. Akhirnya salah satu kondidat presiden tiu gagal menjadi presiden karena ia tidak mampu menanggulagi persoaln kebersihan di ranah kelahirannya.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu. Isu nasional yang hangat diberitakan oleh media massa dan elektronika yaitu isu sampah yang menggunung  di Bandung. Persoalan sampah di Bandung ini pula yang menyebabkan Presiden Republik Indonesia harus turun tangan menangani persoalan ini langsung ke lokasi penumpukan sampah dibandung. Isu sampah ini pada awalnya hanya itu nasional, ternyata menjadi di isu yang cukup menarik di dunia internasional.
Dengan kenyataan di atas dapat di pahami bahwa persoalan kebersihan lingkungan tidak bisa di abaikan. Kita punya tanggung jawab secara moril maupun materil untuk menangi persoalan.
Dalan Islam kebersihan lingkungan merupakan amanah yang telah dititipkan Allah kepada manusia untuk senantiasa menjaga. Orang yang senantiasa menjaga kebersihan adalah orang melaksanakan amanah yang dititipkan Allah kepada kepadanya. Oleh karena itu orang tersbut wajar diberi penghargaan oleh Allah berupa pahala, kemulyaan dan lain sebagainya.
 Orang yang hidup bersih berarti menjalankan perintah Allah dalam kehidupannya. Hal ini terkait dengan nilai-nilai keimanannya kepada Allah. Nimbi bersabda:
Annazafatu minal iman
Kebersihan itu bahagian dari iman.
Akhirnya khatib berpesan, agar kita senatiasa menjaga keindahan dan kebersihan lingkungan kita karena itu merupakan amanah yang Allah titipkan pada kita. Terutama sekali Kerinci akan kedatangan tamu dari luar daerah Kerinci pada Pekan olah Raga daerah tanggal 18 sampai 25 Juni 2006 ini. hendaknya kita sama-sama menjaga lingkungan kita menjadi bersih, Indah dan Tertib. Sehingga tamu kita yang kembali ketempat merekan dapat membawa kabar gembira tentangn keindahan dan kebersihan kabupaten kerinci serta kerinci dapat terhindar dari fitnah isu nasional tentang kebersihan. Orang-orang yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan akan mendapat ancaman dari Allah SWT sebagai mana firmannya dalam surat Qasas ayat 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan














ZAKAT SEBAGAI PEMBERSIH HARTA DAN JIWA
Pengantar 2












Kaum Muslimin yang kami hormati...
Agama Islam yang kita anut saat ini adalah agama yang sangat menekankan adanya keseimbangan. Coba kita lihat segala sesuatu di dunia ini diciptakan, semuanya dibuat secara seimbang, sehingga tata nilai dan sistem yang membentuknya menjadi pokok. Tuhan menciptakan bumi dan seisinya berpasang-pasangan juga merupakan bagian dari konsep keseimbangan sebagai sebuah hukum alam. Ada siang maka ada malam, ada laki-laki maka ada pula perempuan, ada kebaikan maka ada juga kejahatan demikian seterusnya.
Dalam bidang hukum dan ibadah, Islam juga mengaturnya demikian, ibadah dalam Islam tidak hanya menekankan kepada bentuk kesalehan individu yang tercermin dalam ibadah-ibadah ritual keseharian. Tetapi dalam banyak hal, Islam menekankan bentuk kesalehan sosial yang selalu menjadi nilai terkait dari ibadah ritual individual yang telah dilaksanakan. Maka hikmah pelaksanaan ibadah ritual tidak hanya membentuk pribadi orang yang bersangkutan, tetapi secara umum harus mempunyai nilai tambah dalam kegiatan sosial di masyarakat. Salah satu ibadah yang berhubungan langsung dengan dimensi sosial kemasyarakatan adalah zakat. Ibadah zakat merupakan salah satu kewajiban umat Islam yang harus dilaksanakan. Perhatikan firman Allah SWT. :
وَأَقِيْمُوْاالصَّلاَةَ وَآتُوْاالزَّكَا ةَ...
Artinya:
“…dan dirikanlah sholat, serta tunaikanlah zakat

Jama’ah Shalat Jum’at yang Muliakan Allah…
Dalam AI-Qur'an kata zakat disebut bersama-sama kata shalat sebanyak 70 kali, dan keduanya sangat ditegaskan sebagai landasan utama agama Islam, yang tanpa keduanya tidak akan ada keselamatan (lihat Q.S. 2:3,43,83; 4:77,162; 21 :73).
Zakat yang dikeluarkan untuk saudara kita, pada hakikatnya menjadi pembersih harta dan diri kita sendiri. Mengapa demikian, karena didalam harta yang kita kumpulkan sebagai anugerah Allah SWT, terdapat sebagian hak orang lain, terutama bagi mereka yang tidak mampu. Coba kita ilustrasikan, bahwa mustahil kita dapat menjadi seorang pedagang yang kaya jika tiada seorang pembelipun, dan barangkali sebagian pembeli tersebut adalah orang yang sedikit rezeqinya alias orang tak mampu. Demikian pula, tidak akan bisa kita menjadi seorang pengusaha sukses manakala tiada seorangpun yang mau menjadi karyawan atau buruh di perusahaan yang kita miliki, begitu seterusnya. Lihat firman Allah SWT. :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka . Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103).
Dalam ayat-Nya yang lain Allah juga mengungkapkan:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقُّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوم
Artinya:
“Dalam harta mereka ada hak untuk (orang miskin yang meminta) dan yang tidak berkecukupan (walaupun tidak meminta)” (QS. Al-Dzariyat : 19).
Jadi, rizqi dari orang miskin dan fakir sesungguhnya dititipkan oleh Allah dalam hartanya orang kaya. Oleh karenanya wajib hukumnya kita mengembalikan titipan tersebut kepada orang yang berhak, baik saat ada yang memintanya ataupun saat tidak ada yang memintanya. Dalam salah satu Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud dari Sa’id Al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ عِْندَهُ فَضْلُ ظَهْرٍفَلْيَعُدْ ِبهِ عَلَى مَنْ لاَ ظَهْرَلَهُ,وَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ فَضْلُ زَادٍ
فَلْيَعُدْبِهِ عَلَى مَنْ زَادَلَهُ.
Artinya:
“Barang siapa yang mempunyai kelebihan punggung (dari binatang yang dikendarainya), maka hendaklah ia memberikannya kepada orang sama sekali tidak bisa mendapatkan kendaraan. Dan barang siapa yang mempunyai kelebihan bekal, maka hendaklah ia memberikan kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai bekal. (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)
Sungguh kita menjadi orang dzalim sekaligus merugi jika tidak menunaikan perintah mengeluarkan sedikit dari yang kita miliki. Mengapa merugi? Karena harta yang kita miliki menjadi “kotor”. Harta yang kotor niscaya tidak akan membawa kepada keberkahan, dan terlebih parah hal ini akan menjadikan jiwa kita menjadi kotor pula. Na’udzubillahi min dzalik. Tiada kerugian yang lain yang kita dapatkan karena jiwa kita kotor. Apa yang kita banggakan kalau jiwa ini sudah hitam, kelam dan membeku seperti batu. Kebaikan dan keberkahan yang dibiasa dibawa oleh para malaikat menjauh semuanya, bukankah keberkahan dari Allah azza wa jalla yang kita cari sesungguhnya?
Jama’ah Shalat Jum’at yang dirahmati Allah…
Selain dimensi kemasyarakatan, zakat juga perlu untuk mengembangkan moralitas pribadi. Maka zakat sebagaimana shalat merupakan bagian pelaksanaan program yang , diperintahkan AI-Qur’an untuk memperbaiki jiwa manusia. Dalam konsep ekonomi Islam, Al-Qur’an melarang manusia untuk mengeksploitasi harta secara berlebihan. Islam mengajarkan agar manusia memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki seperlunya, sehingga tidak terjadi kerusakan-kerusakan yang timbul setelah pemanfaatan tersebut. Dan mengenai harta kekayaan, Islam melarang akumulasi harta pada , golongan tertentu di kalangan masyarakat.
Karenanya, Islam mengingatkan kepada orang-orang yang mempunyai harta tentang perlunya tanggung jawab sosial. Siapa lagi yang harus dan kita harapkan membantu saudara-saudara kita tersebut selain kita sendiri. Harapan kita adalah bagaimana menciptakan strata kesejahteraan yang lebih adil dan tidak timpang antara golongan ekonomi lemah dengan golongan ekonomi yang lebih kuat. Bagaimanapun, golongan ekonomi lemah tidak mempunyai akses dan kekuatan yang sama dengan mereka yang lebih kuat. Golongan ini membutuhkan lebih banyak bantuan dari berbagai sektor.
Allah mengancam orang-orang yang menimbun perak dan emas juga kekayaan lain, tetapi tidak mempergunakan untuk kepentingan umat dan agama. Allah juga menyebutkan orang-orang yang tidak memperdulikan nasib anak yatim dan orang-orang miskin sebagai „orang yang mendustakan agama“. Sebaliknya Allah memberikan kabar gembira terhadap orang yang suka mendermakan hartanya di jalan Allah dengan pahala yang berlipat ganda. Dan Allah menegaskan bahwa di dalam kekayaan seseorang terkandung hak masyarakat.

أَرَءَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ {1} فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ {2} وَلاَيَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ {3} فَوَيْلُُ لِّلْمُصَلِّينَ {4} الَّذِينَ هُمْ عَن صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ {5} الَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ {6} وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ {7}
Artinya:
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai akan shalatnya, orang-orang yang suka riya’ dan juga orang-orang yang enggan untuk tolong menolong (meminjamkan) dengan barang-barang berguna”. (QS. Al-Maa’uun :1-7 )
Dalam ayat diatas, kita dapat melihat bahwa redaksi  ayat tersebut bukanlah „tidak memberi makan“ melainkan „tidak menganjurkan memberi makan“. Ini mencerminkan sikap kepedulian terhadap sesama. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan memberi, minimal harus menganjurkan pemberian itu. Jika inipun tidak mampu untuk kita lakukan, sesuai surat al-Maun diatas, bersiap-siaplah kita digolongkan oleh Allah sebagai orang yang mendustakan agama.

Kaum Muslimin  yang Kami Hormati...
Salah satu dari bentuk zakat itu adalah zakat fitrah, yang baru saja kita tunaikan setelah melaksanakan puasa Ramadhan lalu. Zakat fitrah ini wajib hukumnya bagi setiap individu, tentu saja bagi yang mempunyai kelebihan harta. Hal ini bertujuan agar pada saat hari idul fitri dirayakan, tidak ada seorang muslimpun yang merayakannya dalam keadaan lapar karena tidak makanan. Sungguh menjadi sebuah ironi, sebagaimana kebiasaan kita pada saat lebaran, kita sepertinya berpesta pora dengan pakaian juga makanan serba mewah dan lezat yang berlimpah, tetapi pada saat yang sama ada diantara saudara kita yang jangankan untuk menikmati makan nan mewah dan lezat, segenggam nasipun ia tidak mempunyai, walau hanya untuk sekedar mengganjal perut. Coba para jama’ah sekalian sepulang dari sholat id ini, saat kita menyantap makan yang telah tersaji, kita sedikit membayangkan kondisi saudara kita yang papa yang biasanya ada di jalan-jalan yang meminta-minta. Mari juga kita membayangkan bagaimana kira-kira kondisi anak-anak yatim piatu yang ada di panti asuhan, sudahlah mereka tidak mempunyai orang tua, bagaimana juga seandainya sekarang mereka tidak mempunyai baju untuk dipakai atau makanan untuk disantap. Mari kita membayangkan seorang bapak tua yang renta yang masih mengais rejeki saat semua orang berpesta dengan ketupat dan lauk-pauknya sembari mengenakan pakaian baru yang mahal. Bagaimana jika kondisi tersebut terjadi pada kita,  pada orang tua dan anak-anak kita? Bagaimana perasaan kita? Bersyukurlah saudara-saudara ku terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kita sebagaimana yang kita rasakan sekarang, dan salah satu cara dari bersyukur itu adalah kita mau berbagi kepada mereka yang papa, mereka adalah saudara kita, dan jumlah mereka banyak. Mari setelah sholat ini kita jalan-jalan keluar sambil membawa rezeqi untuk kita bagikan, alangkah senang bagi mereka yang telah mendapat uluran tangan para jama’ah sekalian. Setelah kita wafat, tidak ada yang kita bawa dari harta yang banyak tersebut kecuali amal yang telah kita perbuat dengan ikhlas.
Dalam doktrin Islam, kita dapat menemukan satu ajaran bahwa sangat tidak pantas kita memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier saat disekitar kita dalam radius 40 rumah masih ada saudara-saudara kita yang belum dapat memenuhi kebutuhan primer mereka.
Dalam hadistnya Rasullullah SAW bersabda:
مَاآمَنَ رَجُلٌ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارَهُ جَاِئعٌ إِلَى جَنَابِهِ وَهُوَيَعْلَمُ
Artinya:
“tidaklah beriman dengan baik orang yang bermalam dengan perut kenyang, padahal tetangganya berbaring dalam keadaan lapar, sedang ia mengetahui keadaan tetangganya itu” (al-hadist)

Orang-orang yang kaya tidak akan dapat melepaskan tanggung jawab mereka di hadapan Allah SWT kelak di hari kiamat, terhadap pencopetan, pencurian dan perampokan yang terpaksa dilakukan oleh orang-orang miskin, disebabkan orang kaya tersebut tidak pernah menafkahkan sebagian harta mereka. Demikian pula, para pejabat pemerintah tidak dapat membebaskan diri mereka dari tuntutan Allah SWT di padang mahsyar kelak, karena kebijakannya yang menimbulkan kemiskinan dan kemelaratan. Naudzubillahi min dzalik, mudah-mudahan kita tidak termasuk golongan orang-orang demikian. Amiin ya Rabbal Alamiin.
Kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikan zakat, semoga dapat menyadarkan kita sekalian akan tanggung jawab kita sebagai makhluk social. Akhirnya mari kita bermunajat kepada Allah SWT, semoga Allah berkenan untuk memaafkan segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang telah kita lakukan.
Penutup


KHUTBAH KEDUA

الحد لله حمدا كثيرا كما أمر.  أشهد أن لا إله إلا الله وحده لاشريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله المبعوث إلى سائر البشر. اللهم فصل وسلم وبارك على سيدنا ومولانا محمد نور الأنور. وعلى أله و أصحابه مصابه الغرر.
أما بعد.
فيا عبا د الله رحمكم الله: أوصيكم و إياي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون.
قال تعالى: ولم يذل قائلا عليما. إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيهاا الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. وبارك على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. في العالمين إنك حميد مجيد.
اللهم اغفر للمسلمين و المسلما ت و المؤمنين و المؤمنات الأ حيا ء منهم و الأموا ت, إنك سميع قريب مجيب الدعوا ت. ربنا هبلنا من أزواجنا و ذريا تنا قرة أعين و اجعلنا للمتقين إماما. ربنا اتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة و قنا عذاب النا ر
عبادالله , إن الله يأمركم بالعدل و الإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء و المنكر و البغى يعظكم لعلكم تذكرون. ولذكرالله أكر.













Meningkatkan Akidah
Pengantar 2

















Hadirn jamaah Jumat yang mulia,
Di antara sahabat-sahabat Rasulullah Saw, Ali bin Abi Thalib terkenal sebagai sahabat muda yan~.cerdas, pemberani, dan saleh. Sejak usia enam tahun ia dipelihara, dididik, dan ditempa di rumah Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah meninggal dunia, ia berusia berusia 33 tahun. Seluruh masa remajanya dipergunakan untuk mempelajari, meng­amalkan, dan memperjuangkan Islam. Dari Nabi Saw ia mereguk ilmu Islam yang paling mendalam se­hingga Umar tidak akan mengambil keputusan dalam satu majelis kalau di situ ada Ali bin Abi Thalib. Karena sering tidur di lantai masjid yang berdebu, ia digelari Rasulullah Saw sebagai Abu Turab, Bapak Debu. Karena keberaniannya di medan perang, orang bersyair baginya, "Tidak ada pemuda seperti Ali, tiada pedang seperti Zul Fiqari." Karena selalu memelihara kesucian dirinya dan memlihara wajahnya dari memandang hal-hal yang aib, umat Islam setiap disebut namanya mengucapkan:
"Semoga Allah memuliakan wajahnya. "
Karena kedalamannya dalam keutuhan (ma'arif ilahiyah), Ali disebut sebagai imam para arifin setelah Rasulullah Saw.
Kali ini saya tidak akan membicarakan Ali bin Abi Thalib. Saya ingin merenungkan beberapa kalimat ucapannya seperti yang dapat kita baca dalam Nahjul Balaghah yang disyarahi Syeikh Muhammad Abduh. Kita ingin mereguk sebagian ma'arif ilahiyah yang diajarkannya.
Ali bin Abi Thalib berkata:


"Permulaan agama ialah mengenai Dia (ma'rifah), kesempurnaan mengenal Dia ialah membenar­kannya (tasdiq), kesempurnaan tasdiq ialah mengesakan-Nya (tauhid), dan sempurnaan tau­hid ialah ikhlas bagi-Nya".

Kalimat singkat ini telah diteliti dan direnungkan secara mendalam oleh seorang alim sehingga tertulis sebuah kitab yang mengupas filsafat keutuhan secara mendalamo Ali wal-Falsafatul-Ilahiyah. Ahli tasawuf memandang kalimat ini sebagai penunjuk jalan dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah Swt, Kita ingin mengunakan ucapan Ali untuk memahami sampai di mana akidah, Islamiah kita. sampai di mana keimanan kita.

Ma'rifah
"Yang paling awal dari agama ialah mengenal Allah," kata Ali. Keyakinan bahwa ada Pencipta alam semes­ta, keyakinan bahwa di luar alam nyata ini ada Al­Khalik, sudah ada pada manusia sejak kehadiran mereka di dunia. Manusia adalah makhluk jasmani dan rohani. Di samping kebutuhan-kebutuhan jasmani, ia pun menuntut kebutuhan-kebutuhan rohani. la ingin memuja kekuatan yang Mahatinggi, dan ingin me­nyerahkan diri kepada-Nya. la ingin mengadu dan memohon pertolongan kepada kekuatan gaib dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Ia ingin memiliki tempat bergantung, tumpuan hidup, dan doa.
"Manusia adalah makhluk beragama," kata Jung, seorang psikolog. Tanpa keyakinan akan adanya Tuhan, manusia mengalami kehampaan spiritual. Ia mudah mengalami guncangan batin, depresi, dan kehilangan arah. Hidupnya tidak bermakna. Oleh karena itu, menolak adanya Tuhan adalah menolak fitrah kemanusiaan, menyingkirkan dimensi rohaniah dari kehidupan, menjadikan diri manusia tidak utuh.
Keyakinan kepada adanya Tuhan bukan hanya didorong oleh kebutuhan rohaniah. Keyakinan ini juga lahir karena menyaksikan berbagai tanda kekuasaan Allah di alam semesta. Seorang biolog akan termenung takjub ketika ovum yang sudah : dibuahi membelah dirinya menjadi belahan sel-sel yang kecil sementara berenang dalam tabung fallopian. Ia lebih takjub lagi ketika sel-sel itu berhimpun dengan sel-sel sejenis dan membentuk sistem saraf, sistem cerna, dan sistem pernapasan. Lalu sistem-sistem itu bekerja sama sehingga ter­bentuk kehidupan. Dia akan terpaksa bertanya "Siapa yang mengatur semuanya ini?" Seorang astronom terpukau menyaksikan letak bumi yang begitu tepat. Tidak terlalu dekat dengan matahari sehingga tidak hancur karena temperatur yang terlalu tinggi, dan tidak terlalu jauh sehingga makhluk-makhluk hidup tidak membeku. Agar tidak hancur dengan tembakan­tembakan meteor. Bumi dilapisi ozon yang melindungi makhluk hidup dari sinar matahari yang mematikan. Tak mengherankan kalau ilmuwan ruang angkasa Wernher von Braun berkata, "Salah satu hukum ilmu kealaman yang paling mendasar ialah bahwa segala kejadian di dalam dunia fisik ini diawali dengan sebab.Mak akan ada ciptaan tanpa adanya semacam Pencipta spiritual." Harus ada master designer.
Al-Qur'an berkata,

"Bila ditanyakan kepada mereka, 'Siapa yang menciptakan langit dan bumi, serta menggerakkan matahari dan bulan.' mereka berkata, 'Allah.' Tetapi, mengapa mereka berpaling dari kebe­naran?" (Q.S. 29:61)
Ya, mengapa mereka berpaling dari kebeneran? Mereka percaya kepada Allah, tetapi mereka tidak menyembah-Nya. Banyak orang Islam tidak pernah masuk masjid, banyak orang Kristen tidak ke gereja, banyak orang Hindu tidak pergi ke tempat pemujaan mereka.
Tetapi nanti, kalau suatu saat mereka ditimpa musibah, mereka teringat akan Allah. Ketika semua  ikhtiar sudah habis, ketika semua kekuatan telah tak berdaya, merintihlah Anda di hadapan Allah, memo­hon pertolongan-Nya. Atau nanti, ketika Anda mela­kukan dosa besar, lalu jiwa Anda gelisah, tidak
tenteram, Anda datang bersimpuh di hadapan Dia Yang Mahatinggi, memohon ampunan-Nya.
"Sempurnanya ma'rifat ialah membenarkan Dia," kata Ali. Pengenalan kepada Allah akan sempurna bila disusul dengan membenarkan apa yang disampai­kan-Nya. Pembenaran (at-tasdiq) dilakukan dengan amal saleh. Yakin saja bahwa Allah itu ada, tidak bermanfaat apa-apa. Keyakinan ini harus dibuktikan dengan amal saleh. At-tasdiq adalah tahap kedua dalam perjalanan akidah. Karena itulah dalam Al­Qur'an, kata alladzina amanu sering diiringi dengan wa 'amilus shalihat. Percaya kepada Rasulullah harus disusul dengan usaha untuk mengikuti petun­juk dan contoh yang diberikannya. Percaya kepada Kitabullah harus dinyatakan dengan menerapkan isi Kitab Allah dalam kehidupan sehari-hari. Percaya kepada Hari Akhir, harus ditampakkan dengan persiapan menghadapinya.
Imam Bukhari berkata
"Aku sudah berjumpa dengan ribuan ulama di berbagai kota. Tidak seorang pun aku lihat berselisih paham bahwa iman adalah ucapan dan amal, dapat bertambah dan berkurang. "
"Sempurnanya tasdiq ialah tauhid." Tauhid adalah tahap ketiga. Tauhid berarti meyakini bahwa kita hanya menyembah dan meminta tolong kepada Allah Yang Satu. Banyak orang beribadah menyembah kepada Yang Gaib, tetapi dengan harapan amalnya dinilai manusia. Ia mempersekutukan Allah dengan manusia. Ini syirkul ashgar menurut Rasulullah Saw. Inilah syirik yang tersembunyi. Syirik yang paling besar ialah kalau kita beranggapan bahwa selain Allah ada tuhan lain yang patut disembah, bahwa selain Allah ada lagi yang pantas menetapkan syariat keagamaan tanpa seizin Dia, bahwa selain Allah ada makhluk-makhluk di alam yang menjadi perantara manusia dan Khaliknya.
Pada tahap pertama ma'rifat, berpisahlah orang bertuhan dari orang yang tak bertuhan. Pada tahap kedua, berpisahlah ahli ibadah dari orang yang hanya  percaya saja kepada Allah. Pada tahap ketiga, ber­pisahlah umat Tauhid dari golongan musyrikin.
"Sempurnanya tauhid ialah ikhlas." Ikhlas adalah tahap ketiga. Kata Sayyid Sabiq, "Ikhlas ialah menunjukkan semua ucapan dan perbuatan serta jihad hanya untuk Allah saja, hanya untuk memperoleh keridaan-Nya." Pada tahap ini seorang Muslim tidak lagi tergetar dengan bujukan kemewahan, tidak lagi terpukau oleh kemegahan kekuasaan, tidak lagi tertarik kepada pujian manusia. Kalau ada kebang­gaan yang dicari, kebanggaan itu ingin diperolehnya dari Allah Swt. Bila ada kecintaan yang dirindu­kannya, kecintaan itu ingin diperolehnya dari hadirat Allah Swt. Bila ketenteraman hati yang dikejarnya, ia ingin menemukan ketenteraman ini di hadapan Allah Ar-Rahmanir-Rahim.
Untuk melihat contoh nyata manusia muhlisin yang akidahnya sudah sampai pada puncak yang tinggi, marilah kita tengok beberapa sahabat Rasulul­lah Saw. Marilah kita bayangkan para sahabat yang sedang mengadakan persiapan untuk Perang Uhud. Di sebuah tempat sunyi, dua orang berahabat, Sa'ad bin Abi Waqqas dan Abdullah bin Jahasy sedang berdoa. Sa'ad bermohon, "Tuhanku, apabila besok aku ke medan perang, berilah aku kesempatan berha­dapan dengan seorang musuh yang gagah berani supaya aku bunuh dia." Doa Sa'ad diaminkan saha­batnya. Sekarang berdoalah Abdullah bin Jahsy, "Ya Ilahi, karuniakan aku besok seorang musuh yang tangkas berani supaya aku perangi dia di jalan Engkau, dan dia perangi aku, dia potong hidung dan telingaku. Apabila di akhirat nanti aku menghadap Engkau, lantas Engkau bertanya, 'Lantaran apakah hidung dan telingamu terpotong?' aku akan menjawab, 'Karena membela agama Allah.' Dalam pertem­puran Uhud, gugurlah Abdullah. Seperti doanya, hidung dan telinganya terpotong. Ia dikuburkan bersama Hamzah pada liang lahad yang sama.
Peristiwa ini tidak dapat dijelaskan dengan akal. Inilah puncak tauhid ketika seorang Muslim mencari kebanggaan di hadapan Allah Swt. Marilah kita me­renung sebentar, kebanggaan apa yang dapat kita sampaikan kepada Allah Swt ketika Dia menanyai kita pada hari kiamat nanti? Anda tidak perlu kehilangan hidung dan telinga, tetapi maukah Anda kehilangan jabatan bila jabatan itu menjauhkan diri dari Allah? Maukah Anda kehilangan untung jutaan rupiah bila keuntungan itu diperoleh dengan jalan yang haram? Maukah anda kehilangan orang-orang yang anda cintai bila mereka menghalangi anda beramal saleh? Bila ya, anda telah mencapai puncak tauhid, ikhlas kepada Allah. Bila tidak, marilah kita kenang seorang sahabat lagi.
Peristiwa kali ini teijadi ketika umat Islam masih dalam keadaan lemah. Keluarga Yasir diseret Abu Jahal ke sebuah tempat penyiksaan. Yasir, si suami, dibunuh dengan pedang. Anaknya, Ammar, dibenam­kan berkali-kali dengan pukulan di luar batas kema­nusiaan. Dan si ibu, Sumayah, mengalami nasib yang sama. Ketika penderitaan wanita ini sampai kepada Rasulullah Saw, Rasulullah mengutus orang untuk
memberi tahu Sumayah bahwa ia boleh mengucapkan kata-kata kufur asal hati masih beriman. Tetapi, apa jawab Sumayah yang diteriakkannya di muka Abu Jahal yang siap menusukkan tombaknya? "Sampai­kan salam Sumayah kepada Rasulullah. Sesung­guhnya Sumayah yang telah disucikan Allah hatinya, tidak akan mengotori lidahnya dengan kata-kata kufur." Ucapan ini dibalas dengan tusukan tombak ke badannya, dan perawi hadis mengatakan, "Dia mati karena kehabisan darah, dan jadilah ia wanita pertama yang syahid dalam Islam."
Peristiwa ini juga tidak perlu didiskusikan dengan akal. Inilah puncak tauhid ketika seorang Muslim real kehilangan nyawanya daripada menodai kehormatan tauhidnya. Marilah kita merenung sebentar: Pernah­kan kita memilih kehilangan sahabat daripada iman kita rusak? Pernahkah kita memilih rugi material daripada tubuh kita kemasukan barang yang haram? Pernahkah kita mengembalikan hak orang lain daripada hidup kita dikotori dengan maksiat? Pernah­kah kita memilih tikar sembahyang daripada melam­piaskan amarah kita kepada orang yang kita benci?
Penutup









بسم الله الرحمن الرحيم

SOLIDARITAS DAN PENGORBANAN UMMAT
MANIFESTASI KEIMANAN YANG HAKIKI
  السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ma’asyiral muslimin jamaah jum’at rahimakumullah
Hari ini Umat Islam di seluruh dunia tengah merayakan Hari Raya Idul Adha. Lantunan takbir, tahmid, dan tahlil yang mengagungkan asma Allah berkumandang menyambut hari raya ini. Di seluruh dunia, umat Islam berbondong-bondong memenuhi panggilan Allah Swt, menunaikan shalat ied dan menyimak uraian ayat-ayat-Nya. Semuanya bersimpuh di hadapan Allah Swt, menyadari statusnya sebagai hamba Allah, yang harus mengabdi kepada-Nya. Setelah itu, dilanjutkan dengan amalan sunnah yang lainnya, yakni menyembelih dan membagikan hewan kurban.
Sementara pada saat yang sama, jutaan umat Islam yang lainnya, dari berbagai penjuru dunia, setelah datang dan berkumpul di padang Arafah dan bermalam di Muzdalifah, mereka bergerak ke Mina untuk melaksanakan manasik haji. Tamu-tamu Allah itu datang dan berkumpul ke Baitullah semata-mata karena Allah. Saat itu seluruh kaum Muslim di sana berbaur, bersatu, memusatkan pikiran dan perhatian mereka untuk menjalankan syariat Allah, yakni ibadah haji. Tak ada perselisihan dan permusuhan. Bahkan segala atribut kesukuan dan kebangsaan yang selama ini menjadi biang perpecahan di antara mereka ditanggalkan. Mereka hanya mengingat Allah, dan meminta ampunan-Nya. Mereka rela berkorban untuk memperoleh keridloan-Nya. Sungguh, semuanya itu merupakan realitas yang membuat bahagia hati orang-orang beriman, yang senantiasa merindukan terwujudnya syariah Allah Swt.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Namun demikian, di tengah suasana bahagia ini, duka yang mendalam masih menyelimuti saudara-saudara kita yang menderita akibat tertimpa musibah bencana alam. Sebagaimana yang telah kita ketahui, tanggal 26 Desember tahun lalu gempa dan gelombang tsunami telah meluluhlantakkan sebagian besar wilayah NAD (Nanggroe Aceh Darussalam). Seluruh daerah di Aceh bagian utara dan sepanjang pantai barat hingga pulau Nias dan sekitarnya porak poranda dihantam badai tsunami. Selain Aceh dan Sumatera utara, badai tsunami juga menerjang beberapa wilayah di 11 negara.
Hanya dalam tempo sekejap, ratusan ribu nyawa melayang. Puluhan ribu lainnya hilang tanpa jejak. Bahkan ada beberapa daerah yang penduduknya tinggal 15 persen. Bangunan rumah, gedung sekolah, jalan, fasilitas umum, dan berbagai infrastruktur di wilayah itu juga turut hancur, rata dengan tanah. Tak terhitung kerugian material akibat bencana itu. Menurut Palang Merah Internasional, korban bencana tsunami di Asia terbesar sepanjang sejarah.
Mereka yang selamat dari amukan tsunami, bukan berarti terhindar dari nestapa. Banyak penderitaan berikutnya yang harus mereka alami. Selain ditinggalkan oleh anggota keluarga dan sanak famili yang dicintai, mereka menderita kelaparan karena kekurangan makanan, hidup di pengungsian yang kadang terisolir dari dunia luar. Terancam penyakit menular yang membahayakan, serta ketidakjelasan masa depan mereka yang amat membutuhkan uluran tangan dan bantuan.
Nasib yang menimpa anak-anak Aceh jauh lebih memilukan. Ada puluhan ribu, bahkan ratusan ribu anak Aceh yang kini hidup sebatang kara, menjadi yatim piatu dan terpisah dari sanak keluarga. Penderitaan mereka juga makin bertambah karena adanya tangan-tangan jahat. Mereka tidak hanya kehilangan orang tua yang mengasuh mereka dan terputus pendidikannya, namun juga menghadapi ancaman orang-orang jahat yang ingin memperdagangkan dan memurtadkan mereka dari agamanya.
 Sidang Jum’at rahimakumullah
Betapa pun amat memilukan, peristiwa itu sudah terjadi. Jeritan dan tangisan tetap tidak akan mampu mengembalikan mereka seperti sedia kala. Cucuran air mata dan kesedihan juga tidak akan mengubah kenyataan. Justru jika kesedihan itu dibiarkan berlarut-larut akan melahirkan berbagai masalah baru. Depresi mental sampai pada taraf gangguan jiwa justru bisa menjadi muara kesedihan yang berkepanjangan. Karena itu menjadi keharusan bagi umat Islam untuk mengembalikan peristiwa tersebut kepada solusi Islam.
Bagi setiap muslim, segala musibah yang menimpa manusia dan tidak kuasa dicegah dan dihindarinya harus diyakini sebagai qadha dari Allah Swt. Semua kejadian itu ditetapkan oleh Allah Swt, dan pasti terjadi. Gelombang tsunami yang menerjang Aceh dan sekitarnya jelas dapat dikatagorikan dalam persoalan qadha Allah Swt. Justru di sinilah, keimanan kita terhadap masalah qadha' Allah, bahwa baik dan buruknya qadha' itu semuanya berasal dari Allah, sedang diuji. Tak ada seorang pun mampu menghalau terjangan gelombang tsunami yang menggunung. Bahkan mereka yang terhempas gelombang pun banyak yang terseret arus yang dahsyat itu. Allah Swt berfirman:

﴿ماَ أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS al-Hadid [57]: 22).
                Demikian juga terenggutnya ratusan ribu jiwa dalam bencana tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari qadha-Nya, dimana tak seorang pun anak manusia yang bisa menunda atau memajukan usia manusia meskipun hanya sesaat saja (QS Yunus: 49). Allah Swt juga menegaskan, apabila ajal itu telah datang, kematian pun datang menjemputnya, meskipun manusia bersembunyi di dalam benteng yang kokoh dan berlapis-lapis. Allah Swt berfirman:
 ﴿أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ﴾
 Di mana saja kamu berdoa, kematian akan mendapati kamu, kendatipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (QS al-Nisa’: 78).
 Dengan meyakini, bahwa segala musibah yang menimpa manusia berasal dari Allah, maka sikap positif akan muncul. Sebab, Allah Swt Dzat Yang Maha Adil itu tak mendzalimi hamba-Nya. Allah Swt Yang Maha Benar tidak akan salah dalam menetapkan qadha-Nya. Jika keyakinan itu tertanam kuat di dalam jiwa dan bersemayam kokoh di dalam dada, maka setiap bencana akan dipandang sebagai karunia; setiap ujian akan ditatap sebagai anugerah, dan setiap peristiwa akan menjadi pelajaran yang berharga. Sikap seperti itulah yang menuntun pelakunya menjadi orang-orang yang sabar dan ridha atas semua qadha yang menimpanya. Sikap demikian, tidak membebaskan manusia dari keputusasaan dan kegetiran hidup, namun justru menjadikan pelakunya mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah Swt dan memperoleh pahala besar dari-Nya. Allah SWT berfirman:

﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ -, الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ -,
 Sesungguhnya Kami akan menimpakan cobaan atas kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn." (QS al-Baqarah [2]: 155-156).
 Karena itu, kepada mereka yang tertimpa musibah agar menerima musibah tersebut dengan penuh kesabaran. Bersabarlah terhadap qadha-Nya, niscaya Allah Swt akan mengangkat derajat kalian menjadi hamba-hamba yang dimuliakan di sisi-Nya. Kemudian, sisingkan baju dan gunakanlah segala daya yang masih tersisa untuk menghadapi problem yang masih terus berdatangan.
Bagi yang tidak tertimpa musibah, mereka wajib meringankan beban penderitaan saudaranya yang terimpa musibah. Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Ibn Umar:
 Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain, ia tidak akan menzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Siapa saja yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya pada Hari Kiamat (HR Muttafaq ‘alaih).
 Abu Hurairah juga telah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw:
Setiap anggota badan manusia wajib atasnya sedekah. Setiap hari—apabila terbit matahari—engkau mendamaikan antara dua orang (yang berselisih), itu adalah sedekah. Menolong orang berkenaan dengan tunggangannya (kendaraannya)—engkau mengangkatnya atau mengangkat barang-barangnya ke atas tunggangannya—itu adalah sedekah. Kata-kata yang baik itu adalah sedekah. Setiap langkah yang diayunkan untuk shalat adalah sedekah. Menyingkirkan sesuatu rintangan dari jalan adalah juga sedekah (HR al-Bukhari dan Muslim).

Maka, sudah selayaknya kaum Muslim berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan bantuan kepada para korban bencana. Bukan hanya makanan, pakaian layak pakai, atau kesehatan, namun juga pemulihan jiwa bagi saudara-saudara kita yang terguncang serta memberikan proteksi terhadap akidah dan keimanan mereka dari rongrongan kaum Kufar yang hendak merenggut akidah mereka. Bukan hanya sekarang, namun sampai kondisinya benar-benar pulih. Pendek kata, pengakuan bahwa mereka adalah saudara kita, harus benar-benar kita buktikan secara bentuk riil, dengan membantu meringankan beban penderitaan mereka. Inilah makna solidaritas yang harus kita tunjukkan, sebagai wujud pengorbanan (tadhhiyyah) kita di hari yang mulia ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Tugas dan tanggung jawab pemimpin bangsa inilah yang tampaknya belum benar-benar diperlihatkan oleh para penguasa di sini. Betapa tidak, hingga hari ini, bantuan dari masyarakat sudah mengalir, tetapi belum tersalurkan ke penampungan, sementara para korban justru terancam kelaparan. Sebab utamanya adalah belum adanya pemimpin tim penyelamat di daerah-daerah tersebut. Baru hari kelima itulah pemerintah menetapkan, bahwa Pemerintah Pusat mengambil-alih kendali pemerintahan di Aceh.
                Mayat-mayat hingga hari ini masih porak-poranda di bangsal, jalan, atau pinggir pantai dalam keadaan membusuk. Baru hari kelima Pemerintah mengirimkan alat-alat berat. Sedangkan Meulaboh, kota paling parah, baru diketahui kondisinya setelah hari tersebut. Ini adalah bukti yang menunjukkan masih lambannya Pemerintah dalam menangani para korban di Aceh, Sumut, dan Nias.
                Dengan melihat kenyataan tersebut seluruh elemen masyarakat, baik yang tergabung dalam ormas maupun partai politik harus mengingatkan penguasa akan tugas dan tanggung jawab mereka. Muhasabah harus dilakukan, apa pun resikonya. Terhadap orang yang berani menasehati penguasa, dan mati karenanya Rasulullah saw menyebutnya sebagai pemuka para syuhada’. Rasulullah saw bersabda:
 «سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَنَصَحَهُ وَقَتَلَهُ»
 Penghulu para syahid adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang fajir, ia memberi nasihat kepadanya, lalu ia dibunuhnya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dahsyatnya gempa dan gelombang tsunami ini juga patut menjadi peringatan bagi kita. Dalam peristiwa itu, kita ditunjukkan betapa lemahnya manusia. Hanya dalam tempo sekejap, ratusan ribu nyawa melayang. Harta benda yang seringkali dibanggakan manusia itupun turut musnah seketika. Jabatan dan kedudukan ternyata sama sekali tak bisa menyelamatkan manusia dari gelombang tsunami yang dahsyat itu. Padahal, itu baru gempa yang terjadi di sebagian kecil bumi ini. Jika demikian halnya, atas dasar apa manusia masih berani bersikap sombong dan takabur di hadapan-Nya?
Karena itu, kita harus mengikis habis kesombongan kita. Sombong di hadapan Allah Swt adalah merasa diri lebih mengetahui, lebih hebat, dan lebih unggul daripada Allah Swt sehingga berani berpaling, membangkang, atau bahkan melawan perintah-Nya. Padahal, Allah Swt telah mewajibkan manusia untuk tunduk dan patuh terhadap semua ketetapan hukum yang berasal dari-Nya. Mereka tidak boleh menyimpang dari ketetapan hukum-Nya, apalagi mengubah atau menggugurkannya. Maka menolak dan membangkang terhadap ketetapan syariah adalah sebentuk kesombongan, yang akan semakin menjauhkan pelakunya dari petunjuk-Nya. Allah Swt berfirman:
 ﴿سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ ءَايَةٍ لاَ يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لاَ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ﴾
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap ayat-ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya (QS al-A’raf: 146).
 اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ،
اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ بِاْلأِيْماَنِ كاَمِلِيْنَ وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ وَلِلدَّعْوَةِ حَامِلِيْنَ وَبِاْلإِسْلاَمِ مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ وَلِلنِّعاَمِ شاَكِرِيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَءِ صاَبِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ الْجِّدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اللَّهُمَّ أصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَلْ فِي قُلُوْبِهِمُ الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَأَوْزِعْهُمْ أنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدتَّهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ.
أَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلَّ بِهَا الْكُفَّارَ وَاَهْلَهُ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلاَدَنَا هَذَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ سَخَاءً رَخاَءً.
اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ بِناَ سُوْأً فَاشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ وَمَنْ كَادَنَا فَكِدْهُ وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهِ تَدْبِيْرَهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ فِي ضَمَانِكَ وَأَمَانِكَ وَبِرِّكَ وَاِحْسَانِكَ وَاحْرُسْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَناَمُ وَاحْفِظْناَ بِرُكْنِكَ الَّذِيْ لاَ يُرَامُ.
اَللَّهُمَّ ياَمُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِّيْبِيَِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسِمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ،
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا عَنِ الْحَمْدِ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
أَللهُ اَكْبَرْ أَللهُ اَكْبَرْ أَللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ الْحَمْدُ







KHUTBAH MENJELANG BULAN RAMADHAN BERAKHIR
Ma’asyiral muslimin jamaah jum’at rahimakumullah
Khatib senatiasa mengajak hadirin untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan kualitas ketakwaan ini dapat dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah yaitu dengan melaksanakan puasa di bulan Ramadhan ini.

Sidang jamaah jumat rahimakumullah.
                Beberapa hari lagi bulan ramadhan akan berlalu dari kita. Pada Zaman Rasulullah, Ketika Rasulullah duduk bersama para sahabat di akhir bulan ramadhan, tiba-tiba Rasulullah berkata: “langit dan bumi menangis. Musibah besar akan melanda umat Muhammad.” Sahabat bertanya: “musibah apa gerangan yang akan terjadi ya Rasulullah? Apakah kota Makkah dan Madinah akan digonjang oleh Allah dengan Gempa bumi yang dahsyat sebagai mana yang terjadi pada umat nabi LUTH. Atau kah kota kota makkah dan Madinah ini akan tenggelam oleh banjir sebagaimana yang terjadi pada umat nabi NUH.” Rasulullah menjawab: “Tidak. Musibah yang akan terjadi adalah perginya bulan Ramadhan dari umatku”
                Ungkapan Rasulullah bahwa “berlalunya bulan Ramadhan merupakan musibah bagi umat Islam”, patut untuk kita renungkan.  Ada beberapa orang dengan berakhirnya bulan Ramadhan Merupakan musibah bagi dirinya. Pertama, pada bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi umat Islam untuk menghapus dosa-dosanya yang telah lalu, kerena bulan Ramadhan adalan bulan Magfirah. Bulan Allah mengampuni dosa setiap hambanya. Maka musibah besar bagi orang yang pada bulan Ramadhan ini dosa-dosa tidak dapat diampuni oleh Allah Karena kelalaiannya dalam melaksanakan Ibadah.
Kedua, bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi kita untuk berdoa kepada Allah, karena doa pada bulan ramadhan adalah doa di ijabah oleh Allah. Oleh karena itu, musibah besar bagi orang yang pada bulan Ramadhan ini doanya tidak didengar oleh Allah karena ia berdoa meminta pertolongan  Allah, tetapi perintah Allah senantiasa ia langgar.
Ketiga, bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi umat Islam untuk pahala dari setiap ibadah yang ia kerjakan. Maka musiabha besar bagi orang yang tidak dapat memanfaatkan bulan Ramadhan dengan amal-amal kebaikan.

Sidang jamaah jumat rahimakumullah
Pada suatu hari Rasulullah saw, mendengar seorang perempuan sedang memaki-maki budaknya, pada hal perempuan itu sedang berpuasa. Nabi mengambil makanan dan berkata pada perempuan itu : “Makanlah!”
Perempuan itu berkata: “Saya sedang berpuasa ya, Rasulullah.”
Nabi bersabda padanya: “Bagaimana mungkin engkau berpuasa, padahal engkau memaki-maki budakmu. Puasa bukan hanya menahan makan dan minum saja. Allah telah menjadikan puasa sebagai penghalang – selain dari makan dan minum – juga dari hal-hala tercela, perbuatan atau perkataan yang merusak puasa. Alangkah sedikitnya yang puasa, alangkah banyaknya yang lapar.” Ma aqalla Syawwam, wama akstara jawwa’.”
Ucapan Nabi yang terakhir ini menggambarkan perbedaan antara melaparkan diri dan berpuasa. Mehahan diri dari makan dan minum juga dilakukan oleh sebagian orang untuk kepentingan-kepentingan duniawi, tetapi puasa tidak hanya sebatas melaparkan diri. Inti puasa itu adalah membentuk pribadi yang bertaqwa. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 183, menggambarkan:


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Dengan mudah bisa dikatakan, kalau kita tidak menjadi bertakwa, maka seluruh ibadah puasa kita sia-sia. Inti takwa adalah ingat kepada Allah, sehingga terbentuk kesadaran mendalam pada diri kita bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita. Olah karena itu, Takwa mempunyai korelasi positif  dengan budi pekerti yang luhur (akhlaq al-karimah). Jika tidak budipekerti yang mulia pada diri kita, patut kita pertanyakan ketakwaan kita kepada Allah.
 Dalam salah satu hadits Rasulullah bersabda, bahwa yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk surga adalah budi pekerti yang luhur.
Bagaimana puasa bisa mengantar kita ke jalan takwa? Jawabnya adalah, puasa merupakan ibadah yang paling personal. Paling pribadi. Jika ibadah lain mudah tampak oleh mata, maka ibadah puasa tidaklah demikian. Tidak ada yang tahu apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak, kecuali diri kita sendiri dan Allah swt. Kenapa begitu? Karena cukuplah puasa itu batal hanya dari meminum seteguk air waktu kita haus dan kita sedang sendirian. Ketika itu tidak satupun manusia yang tahu, namun Allah maha mengetehui segala yang diperbuat oleh hamba-Nya.
Nilai personal inilah yang membentuk manusia yang bertakwa. Ketika kita telah berniat berpuasa, kemudian menderita lapar dan haus, namun kita tidak mencuri untuk makan dan minum, meskipun kita sendirian, maka disitu akan terlihat permulaan kreatifitas takwa. Yaitu, kita tidak mencuri makan dan minum  karena kita tahu Allah melihat kita. Karena itu, puasa mempunyai efek pendidikan kejujuran. Jujur pada diri sendiri, jujur pada Tuhan dan jujur pada orang lain.
Puasa yang sia-sia adalah puasa  yang tidak terdapat padanya nilai-nilai takwa. Dengan kata lain, orang yang melakukan puasa tetapi tidak memperoleh peringkat ketakwaan. Karena ujung akhir dari aktifitas puasa adalah membentuk ketakwaan pada pengamalnya.
Minimal ada tiga tanda puasa yang dianggap sia-sia. Pertama, orang yang melakukan puasa. tetapi juga memngisi puasanya dengan perilaku maksiat atau yang dilarang oleh syara’. Seperti orang yang melakukan puasa, namun juga melakukan perbuatan pencurian, ghibah (mengunjing orang lain),  berjudi dan lain-lain.
Hal ini senada dengan salah satu riwayat yang dikisahkan oleh al-ghazali. Pada zaman Nabi ada dua orang perempuan yang sangat kepayahan dalam melakukan puasa. Mereka begitu lapar dan dahaga, hampir-hampir pingsan. Mereka meminta izin untuk berbuka. Nabi menyuruh mereka muntah. Segera orang melihat kedua perempuan itu memuntahkan darah dan daging dari mulut mereka. Ketika orang-orang yang menyaksikan peristiwa tersebut merasa heran, Nabi SAW bersabda, “Meraka berpuasa berpuasa dari yang diharamkan oleh Allah (yakni makan dan minum), tetapi mereka juga membatalkannya dengan hal-hal yang diharam oleh Allah. Mereka duduk-duduk, mengunjingkan kejelekan orang lain. Itulah daging yang mereka makan.”
Rasulullah SAW bersabda: "Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia  tidakberbicara  buruk  dan  aib.  dan  jangan  berbicara  yang   tiada manfaatnya  dan  bila  dimaki  seseorang  maka  berkatalah,  'Aku berpuasa'". (HR. Bukhori).
Kedua,  orang yang melakukan puasa tetapi tidak menjaga aktifitas baik yang ia lakukan di bulan Ramadahan setelah bulan bulan Ramadahn berlalu. Dengan kata lain, orang yang kembali ke perbutan maksiat setelah melakukan puasa. Memang, ketika ia melakukan puasa ia senantiasa menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, namun setelah habis bulan Ramadhan ia kembali melakukan perbuatan-perbutan terlarang. Pahala puasa orang tersebut dilipat  oleh Allah, kemudian dicampakkan ke wajahnya. Sebagaimana seseorang mencampakkan pakaian kotor ke tong sampah.
Ketiga, orang yang melakukan puasa, tetapi tidak membayar zakat fitrah. Dalam salah satu hadits Rasululah bersabda, “Pahala orang yang melakukan puasa akan tergantung-gantung diantara langit dan bumi sampai ia  membayar zakat fitrah”.
Puasa merupakan ibadah spiritual yang erat kaitannya antara manusia dan Allah. Sedang ibadah zakat fitrah adalah ibadah yang bersifat sosial, erat kaitannya antara manusia dan manusia. Melakukan zakat fitrah hakekatnya adalah Allah menginginkan agar manusia melakukan dua bentuk ibadah yaitu, ibadah spiritual dengan tidak melupakan ibadah sosial.
 Demikianlah Khutbah yang singkat ini, terkahir khatib berpesan agar  beberapa hari ramadahnb yang terakhir ini dapat kita manfaatkan untuk melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya agar berlalunya bulan Ramadahn bukan merupakan Musibah bagi dirikan. Dan puasa kita pada tahun ini tidak termasuk pada puasa yang sia-sia.
khutbah1_II








PUASA DAN TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN MENTAL


Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahjimakumullah
الحمد لله الذ ى ارسل رسوله بالهدى ود ين الحق ليظهره على الدين كله. ارسله بشيرا ونظيرا ودا عيا الى الله با ذنه وسرا جا منيرا. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شها دة اعدها للقا ئه ذخرا . واشهد ان محمدا عبده ورسوله ارفع البر ية قد را. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعهم باحسان الى يوم الد ين وسلم تسليما كثيرا. اما بعد ,أعو ذبالله من الشيطا ن الرجيم بسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُُ لَّهُ وَأَن تَصُومُوا خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ أما بعد فيا عباد الله أوصيكنم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون

Pada saat Al-Qur’an, memaklumatkan kewajiban puasa  kepada orang-orang beriman di dalam surah Al-Baqarah ayat 183, disitu dijelaskan pula atas orang-orang atau umat-umat sebelumnya. Isyarat yang paling jelas dalam kandungan makna ayat tersebut adalah bahwa puasa bukan ibadah ritual yang menjadi ciri khas umat nabi Muhammad SAW belaka, puasa hampir bisa ditemukan di setiap tempat, setiap budaya, setiap umat. Tetapi tentu saja dengan dengan perbedaan tempo dan tata cara. Tetapi dengan maksud dan tujuan yang hampir sama; yaitu membina dan mengarahkan pertumbuhan mental, menapaki jalan-jalan spritual untuk membebaskan jiwa dari jeratan dunia daging.
Maryam misalnya, melakukan puasa bicara di detik-detik menjelang melahirkan anaknya Nabi Isa AS, yang tidak punya ayah. Coba bayangkan seorang wanita belia hamil tanpa suami lalu semua orang menuduhnya dengan kata-kata keji dan nista. Betapa terguncangnya ia secara fisik dan mental pada saat itu. Tetapi puasa memberinya ketenangan bathin sekaligus jalan di saat-saat kritis seperti itu. Ia sukses, Nabiyullah Isa AS akhirnya lahir dengan tanda-tanda kebesaran Allah.
Kebiasaan Maryam akhirnya ditularkan kepada anaknya, Nabiyullah Isa As, berpuasa selama 40 hari saat setan datang menawarkan kkepadanya kemasyhuran dan kekuasaan. Ia menolak kekayaan demi mempertahankan kekayaan. Ia menolak kekuasaan agar tetap berkuasa, Ia memilih mengurusi orang lain supaya dirinya tetap terurusi, Ia menghidupkan orang mati agar dirinya tidak mati. Dan memang benar Ia sampai sekarang masih terus hidup, paling tidak di benak kaum Muslim dan Nasrani. Nabiyullah Musa As berpuasa 40 hari ketika berada di gunung Tursina ketika akan menerima kata-kata suci : sepuluh perintah Allah. Sesuatu yang suci hanya akan bisa keluar dari tempat dan dan sikap yang suci pula dan masih banyak Nabi-nabi yang melakukan puasa sebagai sebuah jalan dalam menggapai keinginan mulia.
Ma’asyiral Jum’ah Rahimakumullah
Puasa tidak hanya pernah dilakukan oleh para Nabi dan Rasul semata, orang Indian misalnya mereka telah lama melakukan puasa sebagai alat penolak bala, kalau mereka ingin menghindarkan kampung halaman dan masyarakatnya dari penyakit, bencana alam dan perang, kepala suku mereka memerintahkan mereka ramai-ramai untuk melakukan puasa. Puasa juga mereka laksanakan untuk sebagai wahana pertobatan atas segala kesalahan yang telah mereka perbuat. Socrates dan muridnya Plato, kedua filsuf ini biasanya berpuasa sepuluh hari untuk meningkatkan kesehatan fisik dan jiwanya. Boleh jadi karena kebiasaannya berpuasa sehingga mereka begitu cerdas dan futuristik.
Hippocrates adalah seorang dokter Yunani yang sangat terkenal pada zamannya. Di zaman ketika farmasi belum semaju seperti sekarang, apa yang paling sering diresepkan kepada pasiennya agar cepat sembuh dan sehat? Jawabannya ternyata puasa. Pendek kata ritual puasa dapat ditemukan pada hampir semua kebudayaan lama. Saat Columbus mendaratkan kapal petualangannya di Benua Amerika, iapun menemukan beberapa suku di Peru yang menjadikan puasa sebagai salah satu dari sekian syarat pengampunan dosa. Bahkan kebiasaan puasa ini bukan hanya kita temukan sebagai sebuah Kredo (Kepercayaan) bagi manusia-entah berdasarkan ajaran agama atau sekedar mitos, tapi juga sebagai naluri yang hidup di beberapa jenis hewan. Ikan Salmon umpamanya, berpuasa beberapa minggu lamanya berenang ke hulu sejauh beberapa mil untuk bertelur. Ratu semut menjalani mogok makan demi menunggui telurnya yang akan menetas. Dan banyak lagi contoh hewan yang memiliki kebiasaaan seperti itu.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Hal ini semuanya kian memperkuat dugaan bahwa puasa, selain bersifat syar’I (perintah agama) juga bersifat tabi’I (sesuai dengan bawaaan alamiah), insani (sesuai dengan hasrat intelek manusia), dan Jama’i  (sesuai dengan hasrat sosial). Maka saat kita menjalankan puasa, selain menggugurkan kewajiban keagamaan kita, kita juga telah mengadaptasikan sifat alamiah dan ritme tubuh kita, sehingga lebih kondusif untuk lebih cerdas, juga berperan serta dalam memperkuat solidaritas sosial dimana kita tinggal, tentu saja dengan catatan puasa itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan penghayatan.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa adalah suatu metode yang berangkat dari asumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu muncul secara bersamaan dan karenanya harus pula dipenuhi secara simultan. Maka dalam pelaksanaan ibadah puasa, keempat kebutuhan itu terasa diakomodasi secara serempak, yang tadi dikatakan bersifat syar’I, tabi’I, insani dan jama’i. Puasa, dengan demikian dalam dirinya sudah bersifat egaliter . Tanpa memungkiri bahwa perkembangan kualitas mental manusia memang berjenjang, berkembang dari suatu maqam (tahap) ke maqam berikutnya. Tahapan-tahapan seperti ini disebut maqamât. Setiap maqam memiliki keadaannya masing-masing yang disebut hal. Keadaan-keadaan pada masing-masing maqam itulah yang disebut ahwal. Tetapi perjenjangan itu bukan berdasarkan kemampuan material, melainkan berdasarkan nawaitu (niat), mujahadah (perjuangan), dan istiqomah (kesabaran dan konsistensi). Itu sebabnya semua orang, tanpa melihat status sosialnya, bisa menapaki jenjang demi jenjang itu. Karena ketiga syarat tadi (nawaitu, mujahadah, dan istiqomah) bisa dimiliki oleh siapa saja.

Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa melatih dan mengajarkan kita untuk bergerak secara simultan dan bergerak dari keadaan yang kurang baik ke keadaan yang lebih baik. Maka kalau kita berpuasa secara benar dan sungguh-sungguh, niscaya kita akan bergerak secara vertikal dari nafs amarah kepada nafs lawwamah lalu ke nafs marhaman sehingga akan mencapai posisi puncak yaitu nafs muthmainnah. Atau kita akan bergerak dari suatu modus kehidupan kepada modus kehidupan berikutnya. Dari modus menang ke modus senang, lalu ke modus aman, hingga ke modus yang lebih tinggi yaitu ketenangan lahir dan batin.
Pada bulan yang penuh hikmah dan kemuliaan ini, sudah seyogyanya kita lebih intensif meningkatkan ibadah kita baik yang mahdoh maupun yang sunnah, paling tidak dengan puasa kita dapat berpindah dari kebiasaan yang kurang baik kepada kebiasaan yang lebih bermanfaat dan membawa kemashlahatan. Manfaatkanlah bulan suci ini dengan sebaik-baiknya karena Allahlah yang langsung menilai dan yang memberikan ganjaran-Nya tanpa perantara, sungguh amat istimewa dan teristimewa kemuliaan dan keutamaan puasa pada bulan ramadhan.
Bagi Nabi, sahabat dan orang-orang shaleh, bulan puasa bukan Cuma sekedar bulan menahan diri untuk tidak makan, tidak minum,tidak campur dengan istri. Hal ini sangat dangkal nilainya, karena puasa adalah menghentikan hasrat yang bertentangan dengan hasrat Ilahi. Inilah sebabnya grafik amalan-amalan Nabi dan para sahabatnya terus menanjak dari hari ke hari pada bulan suci ramadhan: I’tikaf (tinggal di mesjid sambil beribadah), ikat pinggangnya dikencangkan, betisnya bengkak-bengkak, matanya sembab mengingat Sang kekasih. Mereka tidak menyia-nyiakan momen yang sangat berharga dan hanya datang sekali  setahun-dan belum tentu ditemui kembali di tahun berikutnya-itu hanya untuk kegiatan yang tidak bersifat substansial. (tidak mensubstansikan kegiatan –yang sebetulnya tidak substansial-dengan melakukan rasionalisasi karena itu namanya mencundangi diri sendiri.  Peningkatan kualitas mental dan kedekatan diri kepada Allah, merupakan output dari bulan puasa, kita hendaknya mampu menyemangati, mempengaruhi, dan mewarnai perjalanan hidup kita minimal sebelas bulan berikutnya. Sehingga persis ketika kualitas mental mendekati titik nol kembali, kita telah memasuki upgrading (peningkatan) lagi. Itu target minimalnya. ibarat kalau kita tidak mengisi BBM kendaraan untuk bepergian seharian, maka minimal kita pastikan kendaraan kita sampai pada pom bensin berikutnya, pada saat bahan bakarnya habis.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
 Mudah-mudahan kita tergolong hamba Allah yang mukmin sebagaimana yang diserukan dalam surah al-Baqarah ayat 183, yang pantas dan mampu melaksanakan ibadah puasa, tidak hanya pada dataran meramaikan tetapi lebih pada dataran menghidupkan bulan suci ini, sehingga puasa kita tidak hanya berakhir dengan takbiran dan shalat ‘ied saja, atau berakhir dengan pulang kampung semata, atau eforia sebentar kemudian kembali kepada kebiasaan jelek semula, akan tetapi dapat menjadi hamba Allah yang senantiasa terus istiqomah dan konsisten dalam menjalankan syariat Allah pada sebelas bulan berikutnya. Amin.
بَارَكَ اللّهُ لِى وَ لَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفََعَنِى وَإِ يَّا كُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآ يآتِ وَالذِّكِْر الحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّّى وَمِِِنْكُمْ تِلآوَتَهُ إِ َنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلَعلِيمُ,أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمِ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ               

EKONOMI ISLAM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TRANSFORMASI  SYARIAH DALAM SISTEM PERBANKAN

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذى أرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِا اْلهُدَىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ وَأَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِ يْمَانِ وَاْلإِسْلآمِ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلََهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لآ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَعُوذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ. فَيآأَيهُّاَالْمُسْلِمُوْنَ,أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ.وَبَعْدُ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullâh
Segala puji dan syukur bagi Allah Swt., Tuhan sekalian alam. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan mulia, Nabi akhir zaman Muhammad Saw., keluarga sahabat dan ummatnya yang setia.
Pada hari jum’at yang penuh barakah serta di mesjid yang suci ini, marilah kita manfaatkan sebaik-baiknya, guna meningkatkan amal ibadah dan takwa, karena sesungguhnya; takwa yang berdasar dari kesadaran dari lubuk hati; adalah sebenar-benarnya takwa yang dapat menghantarkan kita sekalian menggapai ridha dan maghfirah Allah jallâ jalâlah. Amin
Pada kesempatan yang sangat berharga ini, izinkan khatib membacakan khutbah yang berjudul  Ekonomi Islam Dan Implikasinya Terhadap Transformasi  Syariah Dalam Sistem Perbankan”.
Sudah menjadi sunnatullâh, bahwa realitas sejarah selalu berulang, bagaikan rotasi perputaran bumi pada porosnya. Begitu juga yang terjadi dengan sejarah peradaban umat Islam, setelah tertidur panjang dalam belenggu keterbelakangan dan penjajahan, kini umat Islam kembali menggeliat dari tidur yang sangat panjang di tengah krisis multi dimensi yang melanda dunia di bawah kekuasaan sistem kapitalisme yang sudah mengakar, tidak hanya di negara sistem itu tercipta, akan tetapi sudah meracuni seluruh pelosok negara berkembang di dunia yang mayoritas penduduknya beragama Islam maupun tidak, bahkan kapitalisme kini telah mempengaruhi para pengambil kebijakan pada negara-negara berkembang yang mayoritas penduduknya Muslim, sehingga mereka kemudian berusaha mengadopsi dan mengimplementasikan paham tersebut secara total dan menyeluruh. Indonesia yang merupakan contoh konkrit sebuah negara yang menganut konsep ekonomi campuran (Mix Economic System) yang lebih cenderung menerapkan sistem kapitalis, telah merasakan kegagalan di berbagai aspek kehidupan perekonomiannya, krisis ekonomi yang berkepanjangan, inflasi, meningkatnya pengangguran, tingginya angka Kriminal, semuanya itu merupakan multiplier effect (dampak berantai) dari ketidakseimbangan sistem perekonomian yang diterapkan, ditambah lagi APBN yang selalu mengalami defisit dari tahun ke tahun.
Kalau kita kembali kepada sejarah Islam, diawali dari zaman Rasulullah sampai sekarang, banyak bukti yang terungkap bahwa Islam pernah jaya dan memimpin peradaban dunia. Dengan mempelajari sejarah pemikiran dan perkembangan ekonomi di dalam masyarakat Islam sejak zaman Rasulullah, Khulafa al-Rasyidun dan Daulah-daulah Islamiyah sesudahnya, kita akan menemukan adanya karakter sistem ekonomi yang lain, orisinil dalam arti bukan tiruan, dan tidak berubah sepanjang masa, sehingga kita akan bisa menyebut inilah sistem ekonomi Islam.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa proses transformasi syari’ah dalam sejarah pembentukan perbankan syari’ah di dunia khususnya di Indonesia, berawal dari gencarnya para ilmuwan dan ulama di dunia Islam dalam mendiskusikan dan mengkaji relevansi penerapan sistem ekonomi Islam dalam sistem perekonomian dunia pada kancah dominasi sistem kapitalisme yang sudah menghunjam kuat pada struktur sistem perekonomian baik mikro maupun makro. Pemaparan teori-teori ekonomi Islam ini akan lebih signifikan, jika dilihat relevansinya dengan terbentuknya bank syari’ah itu sendiri, karena ekonomi Islam sebagai indikator dan filter terhadap segala aktifitas yang dipraktekkan pada perbankan syariah, salah satunya yaitu peniadaan sistem bunga dan menggantinya dengan transaksi jual beli dan sistem bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan Profit and Loss sharing System. Adapun dasar dan rujukan yang menginspirasi kalangan praktisi dan akademisi Muslim dalam membumikan perbankan syari’ah adalah bertolak dari pelarangan tegas Allah Swt., dalam QS. Al-Baqarah 275-276,
الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {275} يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ {276}

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:275)
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. 2:276)

Madlul dari ayat di atas adalah tingggalkan riba walaupun sedikit adanya. Apabila tidak ditinggalkan, maka Allah dan Rasulnya yang akan memerangi. Bentuk taubat dari orang yang melakukan riba adalah “bagimu pokok-pokok hartamu“, artinya tidak ada tambahan sedikitpun. Karena dalam riba ada unsur saling menzhalimi dan eksploitasi harta dengan jalan bathil.
Ada beberapa Hadis yang dengan tegas melarang penggunaan riba, di dalam amanat terakhir Rasulullah Saw., pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah Saw., masih menekankan sikap Islam yang melarang riba.
Umar bin al-Ahwash dari bapaknya meriwayatkan, katanya: “Saya mendengar Rasulullah saw bepidato pada haji wada’; “Wahai sekalian munusia…sesungguhnya darah kamu, harta kamu dan kehormatan kamu haram atas kamu seperti haramnya hari kamu ini di kota kamu ini. Ketahuilah bahwa setiap riba dari riba Jahiliyah dilarang bagi kamu. Kamu hanya berhak atas modal kamu. Kamu tidak boleh menganiaya dan tidak boleh dianiaya.” (HR. Muslim)

Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksi-nya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (HR. Muslim)

Inilah sebahagian hadis yang menyatakan haramnya riba. Masih banyak Hadis lainnya yang menegaskan besarnya dosa yang dilakukan oleh pelaku riba.

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah
Dalam beberapa tahun terakhir ini kita telah merasakan bahwa Allah Swt., telah menunjukkan bukti-bukti kebenaran larangannya, keruwetan perekonomian diakibatkan hutang Negara kita dengan memakai instrumen bunga alias riba telah berdampak luas terhadap kehidupan perekonomian kita sebagai masyarakat yang notabene warga Negara. Kenaikan bbm misalnya adalah salah satu dampak dari kebingungan pemerintah kita sekarang dalam menanggulangi bunga hutang yang entah kapan akan berakhir, tentunya kenaikan bbm ini juga akan berdampak terhadap biaya sehari-hari yang kita keluarkan baik untuk memenuhi kebutuhan dharûriyyât (kebutuhan pokok), Hajiyyât (sekunder) apatah lagi tahsîniyyât (tersier), ditambah lagi dengan tuntutan kehidupan modern sekarang yang lebih menina bobokkan kita, menghanyutkan kita ke dalam lautan kepalsuan, yang menuntut kita berprilaku konsumsi di atas batas kewajaran. Maka tidaklah heran kalau kita sering mendengar pejabat Negara yang notabene orang berpendidikan dan terhormat bahkan praktisi hukum sekalipun sanggup melakukan perbuatan tercela yaitu melakukan korupsi dan menghalalkan segala cara, salah satu penyebabnya adalah untuk memenuhi tuntutan hidup di samping tipisnya keimanan dan ketakwaan. Di sisi lain prostitusi tumbuh dan berkembang subur dimana-mana, perjudian dan kupon togel yang sering menjanjikan mimpi semu semakin diminati banyak orang walaupun mereka harus kucing-kucingan dengan aparat kepolisian dan anehnya lagi malah ada oknum aparat yang malah membekengi tempat tersebut. Kenapa ini terjadi? Ini adalah sebagian kecil dari dampak berantai yang ditimbulkan oleh sistem perekonomian yang selama ini kita agung-agungkan. Inilah perilaku yang merupakan dampak berantai yang diakibatkan memakan riba seperti yang telah khatib sebutkan firman Allah Swt., diatas  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orangyang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah
Kita telah banyak melihat dan mendengar, baik di televisi, Koran-koran maupun majalah, betapa Allah kembali membuktikan bahwa manusia yang dapat mengaplikasikan ajaran dan sunnah Rasul-Nya, terlebih khusus dalam bidang ekonomi akan menuai keberhasilan dan falah (kemenangan). Kalau kita telusuri bagaimana sejarah keruntuhan perekonomian kita akibat devaluasi kurs baht Thailand yang berdampak terhadap kenaikan dollars yang akhirnya meruntuhkan sendi-sendi perbankan nasional kita, boleh dikatakan hampir seluruh perbankan kita akan dilikuidasiu kalau tidak ada suntikan BLBI (bantuan likuiditas bank Indonesia). Akan tetapi perbankan syari’ah yang diwakili oleh bank Muamalat pada saat itu tidak terpengaruh secara signifikan, bahkan bank syari’ah tersebut dapat berdiri kokoh di tengah badai tsunami krisis moneter yang telah menumbangkan beberapa perbankan konvensional. Dari waktu ke waktu bank syariah terus berkembang pesat baik di Indonesia maupun di negara-negara Islam lainnya. Di Indonesia khususnya terkait dengan manfaat dalam kegiatan perekonomian, kinerja bank syariah terus meningkat dari waktu ke waktu dengan berbagai ukurannya. Dari sisi asset misalnya, asset perbankan syariah pada Mei 2004 mencapai Rp 11,56 triliun atau bertambah  46,28 persen (bertambah 3,66 triliun) dari posisi terakhir Desember 2003 sebesar Rp 7,90 triliun dan dari Rp. 479 milyar pada tahun 1998. Dari segi dana pihak ketiga juga terdapat peningkatan menjadi Rp. 7,77 triliun pada Mei 2004 dari Rp. 392 milyar pada tahun 1998. sedangkan pembiayaan juga mengalami pertumbuhan 35,87 % menjadi Rp. 7,56 triliun pada posisi yang sama pada tahun  lalu. Secara kelembagaan,  perbankan syariah telah pula mengalami pertumbuhan. Jumlah bank umum syariah terus meningkat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998, menjadi dua bank umum syariah, 7 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 85 BPRS pada bulan Juli 2003. Jumlah kantor cabang dari bank umum syariah dan UUS dari 26 telah meningkat menjadi 86 kantor, juga 17 kantor Cabang pembantu dan 77 kantor kas dengan persebaran yang jauh lebih merata.
Melihat gambaran diatas, sepertinya kita bisa optimis akan kemajuan yang akan terus dicapai oleh sistem perekonomian syariah yang diwakili perbankan syariah di Indonesia, tentunya hal ini bukanlah sebuah utopi belaka. Sekali lagi ini merupakan bukti nyata kebenaran ayat-ayat Allah Swt., masihkah kita harus berpikir panjang untuk mendukung perbankan yang membawa misi syari’ah ini?, haruskah kita membiarkan penipuan dan penzhaliman ini terus terjadi? Sekarang adalah momentum yang tepat bagi kita untuk bertobat dari perilaku ribawi, agar kita dapat menjalankan ajaran Islam bertahap tapi pasti, untuk menjadi mukmin sejati dan menjalankan syari’at Allah secara kâffah dalam kehidupan sehari-hari. Amin yâ Robbal ’Alamîn.
بآرَكَ اللّهُ لِى وَ لَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفََعَنِى وَإِ يَّا كُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآ يآتِ وَالذِّكِْر الحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّّى وَمِِِنْكُمْ تِلآوَتَهُ إِ َنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلَعلِيمُ,أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمِ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.









Rahmah, Magfirah, dan Itqun Minannar
TIGA DAMBAAN KAUM BERIMAN

إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُُُهُ وَنسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُبِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئآتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِاللهُ فَلاَ مُضِلَّلَهْ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِىَلَهْ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لآ شَرِيْكَلَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ وَوَالَهْ. وَاتَّقُوْااللهَ بِإِمْثَالِ أَوِمْرُهُ وَاجْتِنَابِ نَوَِاهيْهِ


Pertama-tama, marilah kita menghaturkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang memberikan kesehatan badan dan kekuatan iman kepada kita semua sehingga kita dapat melaksanakan ibadah Jumat dan berbagai amaliah Ramadan. Dalam rangka mensyukuri nikmat yang Allah  berikan tersebut, marilah kita meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan. Dengan cara menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sebab takwa adalah sebaik-baik bekal, dan dengan berbekal takwalah kita akan mulia dalam pandangan Allah SWT.

Salawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Besar Muhammad SAW, yang telah mengantarkan umat manusia dari fase kebodohan, keterbelakangan, dan kebiadaban kepada fase kemajuan pengetahuan dan keadaban.

Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Kedatangan bulan Ramadan merupakan rahmat (anugerah) yang diberikan Allah kepada orang yang beriman. Ramadan adalah satu-satunya bulan di antara 11 bulan lainnya yang disebut al-Quran. Hal ini menggambarkan kepada kita betapa tinggi dan mulianya Ramadan itu dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu setiap kali datang Ramadan, maka seluruh kaum muslimin menyambutanya dengan hati gembira dan dengan perasaan senang. Lebih dari itu, kaum muslimin harus mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk melaksanakan ibadah dan amaliah ramadan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
Ramadan kali ini sangat istimewa. Mengapa? Sebab akhir-akhir ini bangsa kita sedang  menghadapi persoalan berat. Persoalan yang harus dihadapi dengan usaha supergiat.

Krisis ekonomi yang disinyalir dari berbagai  persoalan nonekonomi menghantam eksistensi bangsa. Kriris ini jua berdampak pada krisis ikutan. Merebaknya kemisknan dan pengangguran, misalnya, akan memunculkan dampak social yang tidak kecil. Atau dengan kata lain, bangsa ini sedang menghadapi presoalan besar. Oleh karena itulah dibutuhkan sebuah kekuatan besar

Mochamad Syafei (1998)  menyebut beberapa kekuatan dan keistimewaan yang dimiliki  Ramadan bagi bangsa ini dalam menghadapi masalah berat.

Pertama, moralitas kesederhanaan. Konsumtivisme jelas bukan moralitas Ramadan. Puasa menahan rasa lapar, haus, dan terutama hawa nafsu, merupakan sesuatu yang dibutuhkan saat ini. Puasa mengajarkan kita untuk menahan diri dari bersikap boros. Mestinya anggaran belanja kita lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan di luar Ramadan. Namun kadang realitasnya menjadi terbalik. Kita justu mengumbar semangat konsumtif dengan berbelanja secara berlebihan diluar kebutuhan yang sesungguhnya. Ramadan harus mampu menjadi  benteng bagi nafsu-nafsu ini.

Pengaruh puasa terlihat pada sejauh mana seseorang bisa mengendalikan diri. Bukan saja waktu dilarang tetapi juga pada saat diijinkan. Kalau di siang hari kita mampu mengendalikan diri, itu wajar, karena itulah tuntutan puasa. Namu kemudian jika pada malam hari disaat yang dijinkan makan dan minum kita mampu mengendalikan diri, dalam arti tidak berlebihan, itulah sesungguhnya yang dikehendaki dari ibadah puasa.

Hadirin yang berbahagia,
Keistimewaan dan kekuatan Ramadan yang kedua adalah moralitas kejujuran. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah disebabkan karena kejujuran mulai diingkari oleh sebagian pelaku pemerintahan.  Sebagai pemerintah kita mesti menunjukkan dan menjamin bahwa kita adalah lembaga yang dipercaya. Dalam tataran pribadi muslim misalnya, bisa saja saat tengah hari bulan puasa kita mengunci diri dalam kamar lalu makan sekenyang-kenyangnya. Dijamin tidak seorangpun tahu. Namun kenapa tidak kita laukan? Ada semacam self control yang sandarannya langsung kepada Allah. Ada keyakinan bahwa meskipun orang tidak tahu, namun Allah  maha mengetahui. Manusia bisa dibohongi, tetapi Allah maha suci dari segala bentuk tipu daya kita.
Kesederhanaan dan kejujuran memang kurang populer di era sekarang. Bahkan sering muncul olok-olok bahwa kejujuran tidak berbeda dengan ketololan. Maka melalui Ramadan ini kita kembalikan kejujuran dan kesederhanaan menjadi moralitas bangsa, dan moralitas masyarakat, dalam realitas kehidupan sehari-hari.

Sidang Jumat rahimakumullah,
Keistimewaan ketiga adalah moralitas kerja. Ramadan masih sering dipahami sebagai bulan bermalas-malasan. Padahal sebentulnya Ramadan memiliki moralitas kerja. Ramadan mesti meningkatkan produktivitas kerja. Produktivitas masyarakat, kita akui masih sangat rendah. Sehingga dengan Ramadan ini perlu ditingkatkan. Rasa lapar dan haus harus mampu meningkatkan produktivitas kerja.. Puasa ramadan hendaknya mampu memperbaiki kinerja seseorang.
Kalau kita membaca sejarah, kemenangan  umat Islam dalam perang Badar, sebuah perang terbesar dimasa Nabi Muhammad, justru terjadi pada bulan Ramadan. Jumlah pasukan musuh yang jauh berlipat ganda dapat dikalahkan oleh pasukan muslim yang jumahnya tak seberapa. Peristiwa ini kemudian diabadikan Allah dalam firman-Nya: “Berapa banyak jumlah yang kecil dapat mengalahkan jumlah yang besar, dengan izin Allah”
Keempat, moralitas empati. Sebagai bangsa kita ibarat keluarga. Perjuangan kemerdekaan telah menunjukkan. Keberhasilan perjuangan bangsa tidak lain karena persatuan dan kesatuan. Setiap permasalahn harus dihadapi bersama. Ketidakbesamaan akan menjadikan kita semakin terpuruk.
Mereka yang besar (tua) harus berempati kepada yang kecil (muda) melalui kasih sayang. Sementara itu, yang kecil berempati kepada yang besar melalui rasa hormat. Mereka yang diberi kelebihan materi didorong semangat untuk berbagi melalui zakat, infaq dan sadaqah. Yang berkuasa berempati dengan cara mengayomi rakyat.
Dunia pendidikan menyatakan bahwa pendidikan akan lebih efektif apabila mampu melibatkan seluruh aspek dari anggota badan kita. Mengajar anak  berenang dengan membawanya ke kolam renang. Mengajar anak bersepeda dengan melatihnya secara langsung. Melatih berempati kepada orang miskin dan serba kekurangan misalnya juga demikian. Tidak mungkin kita dapat berempati dengan orang yang kelaparan, sedangkan kita dalam kondisi kenyang. Teori tentang lapar tidak menjamin seseorang lantas mencintai fakir dan miskin. Tidak bisa mengajar anak berenang hanya dengan teori. Bisa saja ia hafal teori gaya kupu-kupu, gaya dada dan gaya bebas di luar kepala, namun jika ia tidak pernah ke kolam renang, sangat mungkin ia kan menggunakan gaya batu. Sekali terjun dan tidak timbul kembali.
Berempati dengan orang miskin, tidak akan behasil hanya melalui seminar, penataran, indoktrinasi, dan forum-forum keilmuan lainnya. Bagaimana hati akan peka, bagaimana pemihakan terhadap fakir miskin akan terpelihara, jika yang menjadi pembicaranya adalah orang-orang kenyang. Ibadah puasa bukan hanya mengajarkan teori tetapi juga praktek. Dengan puasa kita diajak untuk mengalami langsung bagaimana rasanya lapar dan dahaga. Dengan demikian, terketuklah hati kita untuk tidak hanya mementingkan diri sendiri. Terpanggillah hati kita untuk menolong sesuai dengan kadar kemampuan kita masing-masing. Inilah salah satu makna dari perintah zakat yang wajib dikeluarkan di penghujung bulan suci Ramadan.
Kelima, moralitas refleksi (perenungan). Manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan. Manusia bukan malaikat yang selalu benar. Bukan pula setan yang selalu salah. Yang terpenting bagi manusia adalah kemauan dan kemampuan untuk melakukan refleksi. Mengaca diri. Mengukur diri. Melalui refleksi akan dihasilkan keputusan yang jitu di masa depan.
Tradisi bersih-bersih halaman rumah maupun ziarah ke makam keluarga menjelang bulan puasa merupakan hal yang positif. Hal ini seakan menegaskan komitmen bersih, suci sebelum memasuki bulan suci Ramadan. Hal ini biasanya diikuti oleh kebijakan pemerintah untuk menutup tempat-tempat hiburan malam atau tempat-tempat yang potensial mengundang kejahatan. Salah satu maksudnya adalah agar kebersihan lahir dan batin tetap terpelihara. Bahkan bukan hanya selama bulan Ramadan tetapi sebelum dan sesudahnya pun tetap terjaga.
Kebersihan secara fisik ini hendaknya kita tindaklanjuti dalam bentuk kebersihan dan kesucian non-fisik (batin) berupa kebersihan hati dan pikiran. Orang yang berpuasa dilatih mentalnya dari melakukan sesuatu yang tidak terpuji.
Akhirnya, Ramadan hanya terjadi sekali. Akan tetapi bukan berarti setelah itu maknanya hilang. Makna puasa harus berlaku terus-menerus. Ramadan boleh berlalu namun maknanya tak pernah berlalu.
Pasca Ramadan bukan berarti hilangnya sebuah nilai. Justru pasca Ramadan nilai-nilai Ramadan diukur. Apakah nilai Ramadan sudah membumi atau belum?
Mari kita sambut Ramadan! Mari kita bumikan nilai-nilainya! Dan mari kita hadapi persoalan bangsa ini! Melalui Ramadan mudah-mudahan kita diselamatkan dari segala cobaan. Amin ya rabbal alamin.


MAKNA HIJRAH
الْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِى أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَالإِسْلاَمْ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَلَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ النَّبِّى الأُمِّىِّ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَجَمِيْعِ أُمَّتِهِ وَسَلَّمَ
Sidang Jumat yang berbahagia
Marilah kita meningkatkan ketakwaan kita dengan cara senantiasa melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala bentuk larangannya-Nya.
Saat ini kita sedang berada dalam suasana 1 Muhaarram, yaitu Tahun Baru Islam yang ditandai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW.
Jamaah salat Jumat rahimakumullah,
Bagaimanakah relevansi wacana hijrah yang terkait dengan sejarah masa lalu dengan kondisi kekinian? Burhanuddin (1998) menyebut hijrah adalah dokumentasi sejarah yang senantiasa hidup. Karena itu wacana hijrah akan selalu bergerak tidak saja ketika kita memperingati Tahun Baru Hijrah melainkan juga mewujud dalam realitas sosial.
Untuk mengungkap pesan moral dari momentum hijrah diperlukan sebuah penafsiran terhadap peristiwa yang sangat menentukan arah peradaban muslim di masa-masa berikutnya tersebut. Burhanuddin (1998) menawarkan ada dua pemahaman tentang kontekstualisasi hijrah Nabi SAW, yaitu:
Pertama, hijrah secara fisik. Maksudnya, hijrah dipahami sebagaimana arti dasar hijrah yakni pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Secara tersirat hijrah fisik Nabi Muhammad mengandung makna pindah dari daerah yang secara sosiologis antopologis “kurang nyaman” bagi syiar Islam menuju daerah yang lebih menguntungkan. Dalam konstelasi masyarakat modern atau transisi, hijrah fisik bukanlah barang asing. Falsafah merantau hampir pasti dijumpai di daerah yang etos hidup penduduknya sangat tinggi.
Hijrah itu sendiri adalah gerakan dan lompatan besar manusia menuju kemajuan dan kesempurnaan. Jika kita telaah sejarah lebih dalam, di balik semua pertumbuhan budaya dunia ini pasti dimulai dengan hijrah. Karena dalam sejarah bangsa besar dunia selalu ditemukan cerita yang berbicara tentang hijrah ini.
Misalnya, hijrahnya suku Aria ke selatan dan barat telah melahirkan peradaban barat dan timur yang lebih besar. Pindahnya orang-orang Samiyah ke Mesir dan Afrika Utara telah melahirkan berbagai peradaban besar di Samuria, Babilon, dan Arkadea. Sementara eksodusnya bani Israil dari Mesir ke Palestina dan orang-orang Bar-bar ke barat dan timur serta bangsa Frank, Slavia, dan Saxon melahirkan Eropa modern. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa faktor dasar bagi peralihan komunitas nomaden menjadi masyarakat yang memiliki peradaban besar adalah hijrah.
Itu sebabnya, hijrah dalam Islam bukanlah monopoli sejarah Islam belaka, tetapi merupakan landasan sosial yang paling penting. Kemudian hijrah dijadikan sebagai tonggak bagi peradaban umat manusia. Hijrah besar-besaran yang dilakukan oleh kabilah-kabilah setengah primitif ke berbagai wilayah baru selalu diikuti dengan munculnya peradaban baru dan bangunan masyarakat yang lebih besar, serta munculnya bangsa-bangsa, agama, sistem dan pembangunan yang dalam bahasa al-Quran disebut sebagai “tempat hijrah yang luas dan kelapangan rezeki” sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Nisa ayat 100:
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللهِ يَجِدْ فِي اْلأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَكَانَ اللهُ غُفُورَا رَّحِيمًا
Artinya:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumah-nya brmaksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Kedua, hijrah Nabi Muhammad SAW menuntut umatnya untuk selalu merenung dan mempersepsi wacana perjuangan melalui hijrah konsepsional. Hijrah konsepsional adalah suatu proses melangkah satu tahap dalam perubahan sosial, yang dimulai oleh gagasan kelompok tertentu, kemudian menyebar. Contoh ini telah ditunjukkan oleh Nabi dengan membentuk komunitas kecil muslim dengan menjadikan rumah Arqam sebagai tempat pembinaan awal. Dari kelompok kecil inilah kemudian terbentuk masyarakat muslim yang siap melakukan perubahan.

Hadirin sidang Jumat Rahimakumullah
Hampir senada dengan tulisan Burhanuddin di atas, M. Quraish Shihab (1998) juga menyebut bahwa peristiwa hijrah mengandung  tiga hal yang perlu diteladani dalam kehidupan ini. Pertama, upaya keluar dari kebekuan dengan melakukan evaluasi dan membuat perencanaan yang matang. Kedua, upaya memupuk kebersamaan, keikhlsan, dan persatuan. Hijrah mengandung pengertian simbolik yang menggambarkan proses perjuangan keras guna mengubah nasib dari yang buruk menjadi lebih baik. Niat yang bersih, motivasi yang kuat, usaha yang keras disertai dengan semangat pengorbanan yang tinggi seperti dicontohkan Nabi Muhammad sangat dituntut dari setiap orang dalam memperoleh tarap hidup yang lebih baik. Selain itu saling membantu serta senantiasa mendekatkan diri dan tawakkal kepada Allah SWT menjadikan umat Islam mendapatan kemenangan seperti telah dicapai dalam peristiwa Fathu al-Makkah (penaklukan kota Makkah dari tangan kaum penindas setelah Nabi hijrah ke Madinah).
Berangkat dari kenyataan di atas, hijrah dalam pentas peradaban manusia  dapat diperluas makna dan cakupannya sebagai alat untuk melakukan perbaikan dan pembaruan di segala bidang, antara lain:
Pertama, sistem kepercayaan. Yakni perlunya hijrah dari sistem kepercayaan animisme (mulhid) dan polytheisme (syirik) ke arah sistem kepercayaan monotheisme (tawhid). Sebab monoteisme merupakan hakikat dari kepercayaan agama dan inti dasar dari semua ajaran para Nabi dan Rasul.
Kedua, sistem sosial. Yakni hijrah dari struktur sosial yang timpang, menindas, dan berorientasi kasta ke arah struktur sosial yang adil dan sejahtera.tepatnya masyarakat tak berkelas, kaya-miskin, pejabat-rakyat, dan status sosial lainnya. Di mata Allah semua manusia sama, tak ada bedanya. Yang membedakan antara satu dengan yang lainnya hanya tingkat ketakwaannya kepada Allah SWT. Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu barbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi allah ialah orang yang paling bertakwa di atara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal”
Ketiga, sistem ekonomi. Yakni hijrah dari sistem ekonomi yang kapitalistik. Secara historis, sistem ekonomi monopolistic dan kapitalistik ini disimbolkan al-Quran melalui sosok Qorun yang hidupnya selalu berbuat rakus, korup, dan monopoli. Maka ibaratkan pelakunya sama seperti sosok Qarun yang hdupnya selalu menumpuk harta tanpa mau peduli lingkungan sosialnya. Maka sistem seperti ini mesti kita tinggalkan. Kita mesti hijrah kea rah sistem ekonomi (Islam) yang distributive. Yakni sistem ekonomi yang mendistribusikan saham-saham ekonomi ke seluruh lapisan sosial (masyarakat) tanpa pandang bulu. Dengan sistem ini seluruh lapisan masyarakat memiliki hak yang sama dan kesempatan yang sama pula dalam berusaha, bekerja dan berbisnis. Firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang berunyi :
مَّآأَفَآءَ اللهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لاَيَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya
“Apa saja harta rampasan  (fa-i) yang diberikan Allah kepada rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
Dan firman Allah dalam surat al-Isra’ : 26 yang berbunyi:
وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَي حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَتُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Artinya:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkn (haramu) secara boros”.

Keempat, sistem kekuasaan. Yakni hijrah dari sistem kekuasaan yang otoriter dan absolute kearah sistem kekuasaan yang terbuka dan demokratis. Kekuasaan mutlak disimbolkan al-Quran dalam sosok Firaun , seorang kaisar Mesir Kuno yang punya kekuasaan mutlak , dictator dan menindas. Namun bukti sejarah terbuka lebar akan kehancuran Firaun. Demikian pula keruntuhan berbagai rezim (kekuasaan) otoriter di kawasan Eropa Timur akhir dasawarsa 80-an. Pesan dibalik itu adalah kita perlu hijrah kea rah sistem kekuasaan yang terbuka dan demokratis. Bahasa al-Qurannya musyawarah. Firman Allah dalam surat al-Syura ayat 38:

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-Nya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”
               
Oleh karena itu, hadirin jamaat salat jumat, makna di balik hijrah pada hakikatnya memberikan visi pembaruan dan perbaikan terus-menerus di segala aspek ekonomi-sosial-budaya-politik- keagamaan ke arah formasi sosial yang adil, terbuka dan demokratis.







MENIRU ASHABUL  KAHFI
Pengantar

















Hadirin, Jama’ah Jum’at Rahimakumullah.
Betapa besar nikmat yang Allah SWT berikan kepada setiap makhluk-Nya. Sehebat apapun alat penghitung, takkan sanggup untuk menjumlahkan nikmat yang diberikan Allah. Sebagai hamba, seharusnya kita bersyukur dalam setiap tarikan nafas atas karunia kesehatan dan kesempatan, sehingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan shalat Jum’at. Shalawat teriring salam kita persembahkan untuk nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir dunia.
Sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT, tak ada cara yang paling indah selain meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT . Orang yang bertaqwa, di manapun dirinya berada selalu ingat bahwa setiap kegiatan yang dilakukan selalu diketahui oleh Allah. Sehingga senantiasa melaksanakan perintah dan menghindari segala larangan Allah SWT.

Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia.
                Dalam sejarah kehidupan bangsa, pemuda mempunyai peranan yang sangat penting. Baik atau buruknya suatu bangsa tergantung dari kualitas pemudanya. Tepatlah sebuah ungkapan yang menyatakan “Di tangan pemuda nasib suatu  bangsa”. Jika para remaja atau pemuda mempunyai akhlak yang mulia, maka niscaya bangsa itu akan selamat. Begitu pula sebaliknya, jika akhlak pemudanya rusak maka binasalah bangsa itu.
                Dalam al-Qur’an, Allah SWT menceritakan tentang pemuda yang sangat tangguh keimanannya, yang diabadikan dalam surah Al-Kahfi. Demi mempertahankan kemurnian iman, mereka rela mengungsi di sebuah gua, karena penguasa dan masyarakat ketika itu sudah dikuasai nafsu untuk merusak aqidah mereka.  Mereka berkeyakinan, di manapun berada jika selalu di jalan yang benar, maka niscaya pertolongan Tuhan akan datang.
                  Sebagaimana Firman Allah:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya:
“Kami ceritakan kepadamu suatu kisah nyata kebenarannya, yaitu para pemuda Ashhabul Kahfi, bahwasanya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kuat terhadap Tuhannya dan oleh sebab itulah maka kami perkokoh keimanannya dengan petunjuk kepada mereka” (QS: Al-Kahfi: 13).

Hadirin, yang berbahagia.
                Akhir-akhir ini para pemuda di masyarakat kita sudah sangat sedikit yang keimanannya sekuat Ash-habul Kahfi. Kebanyakan mereka sudah terbawa arus kehidupan yang menyesatkan. Hampir setiap hari terjadi perzinahan, perkosaan, perjudian, pembunuhan, meminum minuman keras, penyalahgunaan narkoba dan beragam perbuatan menyimpang lainnya yang dilakukan oleh para remaja.  Kondisi tersebut sangat memprihatinkan.
                Apa yang bisa kita harapkan dari remaja yang semacam itu?. Mau dibawa kemana negara kita ini nantinya?. Padahal mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan nasib bangsa ini. Karena itu, perlu kepedulian semua pihak untuk membina para pemuda agar bisa menjadi generasi yang shaleh dan berakhlak mulia. Dalam lingkup yang kecil, orangtua mempunyai peranan yang sangat besar dalam sebuah keluarga. Bila dalam satu keluarga kehidupan agamanya  baik, insya Allah maka dalam pergaulan masyarakat akan baik juga. Orang tua mestinya selalu memberikan contoh yang baik dalam mendidik anak-anak. Satu keteladanan lebih baik dari seribu kata-kata. Maksudnya, perbuatan orangtua akan mudah diikuti, ketimbang suatu perintah. Bagaimana anak mau melakukan sholat misalnya, jika orangtuanya juga tidak sholat.
Hadirin jema’aah Jum’at yang berbahagia
Ash-habul Kahfi merupakan pemuda yang tak mudah terbujuk rayuan alias teguh pendiriannya. Walaupun hidup dalam masyarakat yang sudah hancur moralnya, mereka tidak terbawa arus kesesatan. Sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an:
               
وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَن نَّدْعُوَا مِن دُونِهِ إِلاَهًا لَّقَدْ قُلْنَآ إِذاً شَطَطًا
Artinya:
“Dan Kami teguhkan hati mereka, ketika berdiri di tengah-tengah masyarakat yang sudah hancur moral dan peradabannya seraya menegaskan kepada mereka “Tuhan kami adalah penguasa langit dan bumi, kami tidak mengabdi kepada tuhan yang lain, kecuali Dia, sungguh terlalu kufur jika kami berbuat seperti masyarakat kami”. (Al-Kahfi: 14)


Sikap teguh pada pendirian terhadap kebenaran, harus bisa kita tiru dari kisah Ash-habul Kahfi. Kisah ini hendaknya menjadi contoh bagi para pemuda yang mau mengikuti jejak ketaqwaan mereka. Karena dari pemuda-pemuda semacam Ash-habul Kahfi inilah diharapkan sanggup mengangkat derajat dan martabat suatu masyarakat.

Hadirin jema’aah Jum’at yang berbahagia
Rasulullah SAW pernah bersabda  bahwa “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi Allah di akhirat kelak. Mereka adalah: Imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang sejak remaja taat ibadah kepada Allah, seseorang yang hatinya selalu terpaut pada masjid, mencintai karena Allah, pemuda yang  teguh keimanannya walau dirayu wanita cantik, seorang yang bersedekah tapi tidak riya’ dan orang selalu berzikir kepada Allah SWT”.
Dari hadist Rasullulah ini menjelaskan diantara ketujuh golongan tersebut, secara tersirat dua kali berbicara tentang pemuda, yaitu pemuda yang taat beribadah sejak masih remaja dan  pemuda yang teguh pendirian walau di rayu perempuan. Seseorang yang sejak kecil dididik dengan ilmu agama, maka ketika usianya beranjak remaja tingkah lakunya tidak akan menyimpang dari ajaran yang telah ditentukan.
Sejak kecil, orangtua hendaknya mendidik anak untuk selalu taat kepada ajaran yang diperintahkan Allah dan Rasulullah. Mengajak anak untuk shalat berjama’ah di masjid misalnya, adalah sesuatu yang menimbulkan kesan mendalam dalam diri mereka, yang nantinya akan menjadi kebiasaan dalam setiap langkah hidup. Jika sejak kecil sudah terbiasa memakmurkan masjid, maka kelak hati mereka akan terpaut pada rumah Allah tersebut.  Dengan penuh semangat, mereka akan menghidupkan masjid dengan beragam kegiatan yang bermanfaat. Sehingga kebiasaan buruk seperti mengembun, kebut-kebutan di jalan raya, berhubungan seks di luar nikah, dapat dicegah.

Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia.
                Waktu yang kita lewati ini setiap detiknya harus mempunyai manfaat. Jangan ada anggapan bahwa mumpung masih muda, saatnya berhura-hura, nanti setelah tua baru bertaubat. Tak seorangpun yang bisa menjamin umur manusia. Karena itu, gunakan masa muda sebelum datangnya tua untuk berbuat kebajikan. Gunakan masa luang sebelum masa sempit. Gunakan masa sehat sebelum datang sakit. Demikian sabda Rssullullah.
Jika kita selalu berada di jalan yang lurus, dengan melakukan segala perintah dan menjauhi larangan Allah, maka niscaya kita akan mendapatkan keberuntungan. Sebagaimana firman Allah:
وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Artinya :
“Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”.
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Demikian khutbah singkat yang dapat disampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Mudah-mudahan anak-cucu kita bisa menjadi penyejuk jiwa dan menjadi imam bagi orang yang bertaqwa. Amin…ya Rabbal ‘alamin.
Penutup 





 













PENTINGNYA MENDIDIK ANAK YANG SHALEH DAN SHALEHA
Tiada untaian kata kasih melainkan kalimah al-hamdulillah kepada Allah yang maha pengasih.Tiada untaian kata ampun melainkan kalimah as-Taghfirullah. kepada Allah yang maha pengampun. Semoga kita senantiasa mendapatkan tali kasih dan ampunannya Amin.
Shalatullah wasalumuhu senantiasa kita haturkan atas jung-jungan alam Nabi besar Muhammad SAW. Manusia biasa tapi luar biasa. Manusia yang tidak punya apa-apa tapi tetap mencintai hamba-hambanya.
Desiran angin masih dapat kita rasakan, percikan air masih dapat kita dengarkan dalam kesempatan yang  penuh berkah ini khotib akan menyampaikan
 “pentingnya mendidik anak yang shaleh dan shaleha”
Jamaah shalat jumat rohema kumullah.
Manusia hidup dalam tiga deminsi waktu. Masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Masa lalu adalah kenangan, masa sekarang ialah kenyataan, dan masa yang akan datang merupakan harapan impian atau cita-cita. Orang yang baik adalah orang yang pandai mengambil pelajaran dari masa lalu untuk menentukan sikap hari ini dan merencanakan masa depan, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan besok bisa di atas tingkat prestasi yang dicapai pada hari ini.
Oleh karena itu sangat relevan untuk kita jadikan acuan hidup untuk menginstrokfeksi diri mengenali diri kita masing-masing. Sadar dari mana kita datang harus berbuat apa dan kemana hendak pulang. Oleh sebab itu mari  tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt.

Para jamaah shalat jumat rohema kumullah
Dalam perkembangan dan pertumbuhan anak dalam kehidupan ini  kedua orang tua mempunyai peranan penting dalam kehidupannya. Sehingga Imam al-Ghazali membagi anak dalam tiga bagian.
Pertama : anakmu adalah bunga-bunga dalam kehidupan
Kedua : anakmu adalah pembantu dalam kehidupan
Ketiga : anakmu adalah teman atau musuhmu dalam kehidupan                                                
Siapapun mengiginkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah yang ahli ibadah bahkan yang tidak ahli ibadahpun menginginkan anaknya menjadi anak yang  shaleh dan shalehah. Akan tetapi menginginkan anak yang shaleh dan shalehah tidak semudah memutar balikkan telapak tangan. Bin salabin adakadaprak.
Oleh karena itu berbicara anak yang shaleh dan shalehah mari kita kembali mengenang sejarah, kita kenal dengan yang namanya Abu Basyar bapaknya manusia yaitu Nabi Adam as. Beliau mempunyai putra qobil dan habil. Ternyata Nabi Adam as. kandas mendidik anaknya menjadi anak yang shaleh dan shlehah gara-gara qobil dan habil berebut cewek cakep yang namanya iklima dan labuda.
Berikutnya Nabi Nuh as. Beliau mempunyai putra  yang bernama Kan’an. Nabi Nuh as. juga gagal dalam mendidik anaknya, gara-gara anaknya tidak  mau diajak keagama tauhid. Dengan kata lain Nabi saja gagal apalagi kita manusia biasa yang penuh berlumuran dosa. Oleh karena itu jadilah orang tua yang betul-betul mendidik, sehingga terbentuk anak-anak yang shaleh dan shalehah.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Allah berfirman, Rasulullah bersabda dan imam Ghazali berkata di dalam cara mendidik anak dibagi dalam dua bagian:
Pertama : mendidik anak sebelum lahir
Pertanyaanya sekarang bagaimana mendidik anak sebelum lahir. Mungkin Diantara kita yang Islam kalau istri lagi hamil bisanya diadakan  acara nujuh bulanan, kalau ingin anak yang shaleh kita bacakan surah yusuf biar anak kita kayak Nabi yusuf as.. Kalau ingin anak yang shalehah biasanya kita bacakan surat maryam agar anak kita kayak siti maryam. Insyaallah.
Kedua : Mendidik anak sesudah lahir         
Bagaimana caranya, sunnah Rasul kebiasaan kita ummat Islam  kalau bayi kita sudah lahir kita adzankan dari telinga yang kanan dan kita iqomatin dari telinga yang kiri. Maksudnya dari sejak lahir sudah ditanamkam kalimah tauhid yang akan mengkokohkan keyakinannya kepada Allah. Setelah tumbuh besar kita didik dan kita masukkan kependidikan baik formal dan non formal, sehingga terciptalah anak yang shaleh dan shalehah karena ilmu yang dimiliki.
Sejalan dan sejalin dengan sabda Rasulullah Saw :


Artinya :
Carilah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat (HR. Muslim)
Orang bijak pernah berkata dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup indah dan dengan Iman hidup menjadi terarah. Dengan kata lain kalau iman sudah ditanamkan dalam hati anak-anak kita, lalu dididik dengan berbagai macam keilmuan. Insyaallah anak kita akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Akan tetapi kalau tidak ? kita harus merasa khawatir meninggal anak-anak keteturunan atau generasi yang lemah sebagai mana firman Allah Swt.

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
Artinya :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.( QS. An-Nisa’ 9)

Ayat tersebut diawali dengan kalimat Wal Yakhsya kita kaji lebih dalam ! Secara semantic :
Istinbatnya                    adalah shigat Amr. Kaidah mengatakan
Pada asalanya suatu perintah adalah wajib. Oleh karena itu  wajib kepada kita, saya, saudara dan kita semua merasa takut                                                 Jika meninggalkan anak-anak, keturunan, dan generasi yang lemah.
Lemah apa yang harus kita takutkan? Prof. Dr Bj. Habibi mengatakan : Setidaknya ada lima kelemahan yang harus kita hindari, yakini lemah harta, lemah fisik, lemah ilmu, lemah semangat hidup dan yang sangat ditakutkan lemah akhlak. Jika lima kelemahan ini melakat pada anak-anak kita, saya yakin mereka bukan  sebagai bunga-bungan dalam kehidupan tapi sebagai virus atau musuh bagi kehidupan bangsa dan keluarga.

jamaah shalat jumat yang di rahmati Allah
Dengan menggunakan metode mantic dan memakai istidlal qiyasi wabinnatijah dapat disimpulkan bahwa. Anak adalah amanah yang harus kita didik menjadi anak yang shaleh dan shalehah. sehingga anak menjadi bunga-bunga, pembantu,dan  teman dalam kehidupan bukan malah sebaliknya anak-anak yang kita tinggal justru menjadi musuh dalam kehidupan kita. Na’udubilla tsumma Na’udubillaH.
Inilah yang dapat khotib sampaikan terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala kekurangan

HAKIKAT TAUBAT
Pertama dan yang paling utama  tiada kata yang pantas saya ucapkan melainkan kalimah al-Hamdulillah kepada Allah. Allah maha pengasih yang kasihnya tidak pernah salah kasih, Allah yang maha penyayang yang sayangnya tidak pernah salah orang. Semoga kasih dan sayangnya dilimpahkan kepada jamaah sekalian.Amin
Salatullah wasalamuhu kita haturkan atas jung-jungan alam Nabi besar Muhammad SAW. Manusia yang sabar dan berbudi luhur. Manusia yang sopan dan menunjukkan jalan keselamatan.
Dalam kesempatan yang penuh berkah ini khotib akan menyampaikan                 “Hakiakat Taubat”

Para jamaah shalat jumat rophemakumullah
Orang bijak pernah berkata di dalam kehati-hatian ada keselamatan dan didalam ketergesah-gesahan ada penyesalan. Orang yang suka buru-buru memperlihatkan kecintaan atau kebenciannya kepada sesuatu atau kepada orang lain akan menuyesali kecerobohannya itu dikemudian hari. Ia akan menyesal setelah datang cercaan cemohan dari orang lain dan tidak maaf lagi. Itulah kenapa agama mengajarkan agar di dalam bersikap tindak hendakknya hati-hati dan dengan penuh perhitungan. Akan tetapi ada lima perkara yang sunnah dilakukan dengan terburu-buru yaitu:
1.       Menguburkan mayat
2.       Menjamu tamu yang datang
3.       Membayar hutang
4.       Mengawinkan anak perempuan
5.       Dan bertaubat apabila mengerjakan dosa.

Jamaah salat jumat Rohemakumullah
Makna taubat. Taubat berasal dari kata Taba. Artinya pulang atau kembali. Jika dihubungkan  dengan kenyataan bahwa dalam kehidupan ini kita suka melanggar larangan-larangan Allah maka taubat berarti kembali dari yang dilarang Allah.
Dengan demikian pengrtian taubat adalah meninggalkan larangan-larangan Allah dan kembali kepada yang diperintah-Nya.
Sejak semula makhluk yang bernama manusia sulit terhindar dari salah dan dosa sebab Rasululah bersabda.
Artinya:
Setiap anak adam akan melakukan kesalahan dan sebaik-baik pelaku kesalahan ialah mereka yang bertaubat.
Dengan kata lain orang yang baik bukanlah orang yang tidak punya kesalahan sebab orang seperti itu tidak ada. Orang yang baik adalah orang yang segera menyadari kesalahannya, apabila dia  berbuat salah. Kemudian ia jadikan kesalahannya itu  pelajaran untuk tidak diulanginya lagi. Inilah orang-orang  yang digambarkan Allah dalam Al-Quran.

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
 Artinya :
Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS.Al_’Imran:135)
Sejak semula iblis memang sudah memproklamirkan dirinya dihadapan Allah dengan berkata :
Artinya :
Ya Tuhanku demi keperkasaan Engkau aku akan selalu menyesatkan anak turun adam, selama jiwa mereka  masih berada dijasad mereka.
Akan tetapi Allah memberikan jaminan kepada buat manusia :
Artinya :
Demi kepaekasaanku dan demi kemulyaanku, hai yang terkutuk, Akupun selalu mengampuni mereka selama mereka minta ampun.

Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa taubat  adalah sebuah sikap bertaubat artinya bersikap, bertingkah laku melakukan sesuatu yang sungguh-sungguh membuktikan taubatnya di dalam kehidupan nyata. Sikap itu adalah:
1.       Menyesali perbuatan  dosa yang pernah ia lakukan
      Dari sikap menyesal, orang akan sadar bahwa perbuatann mabuk, zina, dan Korupsi itu dilarang Allah, Sebab dari penyesalan akan timbul sikap selanjutnya, yaitu :
2.       berniat untuk tidak mengulagi perbuatan dosa
      Menyesal saja tentunya tidak cukup kalau tidak ada niatan untuk berhenti. Bagaimana caranya? Kalau pernah korupsi rubah dan niatkan jadi orang bisa memberi .
3.       Meninggalkan tiap perbuatan dosa
      Misalnya taubat dari korupsi, maka talkaq tiga itu korupsi. Demikian pila perbuatan dosa yang lainnya.
4.       Menunaikan semua kewajiban
      Kalau kemarin kita tenggelam dalam perbuatan dosa, kita lalaikan perintah Allah, maka jika bertaubat kita laksanakan semua kewajiban yang disyari’at oleh agama.
Adapun ciri-ciri orang yang bertaubat, seorang ahli hikmah berkata ada lima ciri-ciri orang yang bertaubat yaitu :
  1. Dia menjaga lisannya dari ucapan yang berlebihan dari ucapan yang yang tidak ada manfaatnya, ucapan yang mengandung dosa , ghibah , namimah,dusta dan dari segala hal yang merugikan orang lain.
  2. Tidak ada persaan dengki dihatinya dan tidak ada pula persaan benci atau permusushan terhadap orang lain.
  3. Menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang jahat
  4. Mempersiapkan diri untuk mengahdapi maut.


Jamaah Shalat jumat Rohemakumullah.
Dengan menggunakan metode mantic dan istidlal qiyasi wabinnatijah dapat disimpulakan bahwa bertaubat, berusaha untuk tidak kembali tergelincir kedalam ke sia-siaan serupa, menjaga lidah dari perkataan yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya terlebih untuk orang lain.
Inilah yang dapat khotib sampaikan terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala kekurangan

    











MENELADANI NABI MUHAMMAD SAW
Pengantar 2















Hadirin, Jama’ah Jum’at Rahimakumullah.
Alhamdulillah. Segala puji hanya untuk Allah SWT atas segala nikmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Terutama nikmat iman dan Islam, kesehatan serta panjang umur sehingga pada hari yang mulia ini, kita dapat dipertemukan kembali dengan suatu hari yang sangat bersejarah bagi umat Islam, yaitu hari kelahiran nabi besar Muhammad SAW atau yang biasa disebut dengan Maulid Nabi.
Shalawat teriring salam marilah kita persembahkan untuk junjungan alam, nabi besar Muhammad SAW, sebagai teladan yang terbaik dalam hidup ini. Semoga pula shalawat dan salam itu selalu tercurahkan kepada keluarga, kerabat, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT, marilah kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang dicontohkan  Rasul Muhammad SAW.

Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia.
Dikisahkan dalam sejarah nabi, bahwa sebelum datangnya agama Islam, kemusyrikan menguasai kehidupan bangsa Arab, rumah suci Tuhan yang dibangun Nabi Ibrahim, dipenuhi oleh ratusan patung dewa sesembahan.  Masyarakat Arab dihuni oleh suku-suku yang suka berperang. Pertentangan berlangsung selama beberapa generasi, dan terkadang memuncak dalam pertarungan berdarah sehingga ratusan jiwa melayang. Mereka mempunyai pandangan keliru, dan demi martabat mereka tega membunuh anak-anak perempuannya sendiri secara ganas. Penduduk Arab ketika itu telah jatuh pada kebiadaban.
Dalam situasi kegelapan yang meliputi jazirah Arab tersebut, muncullah suatu sinar terang dengan lahirnya Muhammad bin Abdullah pada tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun gajah atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi. Beliau merupakan keturunan keluarga bangsawan Arab, yakni Bani Hasyim dari suku Quraisy, suku yang dipercaya memelihara Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail.
Kelahiran Muhammad bin Abdullah merupakan awal datangnya zaman baru, karena  beliaulah yang telah berjasa merombak dunia yang biadab menuju dunia beradab, dari dunia kegelapam menuju dunia penuh cahaya dan dari dunia jahilliyah menuju dunia ilmiah dengan tuntunan wahyu Allah SWT.

Jema’ah Jum’at yang dirahmati Allah.
Ada banyak hal  yang bisa didapatkan, bila kita mau mengambil pelajaran dari kisah Nabi Muhammad SAW. Dengan begitu peringatan maulid nabi yang kita lakukan setiap tahunnya tidak hanya selesai ketika acara maulid usai, melainkan sebagai kesempatan bagi pengikutnya untuk memperbaiki diri dan menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan yang  terbaik. Sebagaimana firman Allah SWT:
 لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا


Artinya:
 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kemudian”
 (QS: Al-Ahzab: 21)
Sebelum diangkat menjadi Nabi, Muhammad bin Abdullah dikenal sebagai pemuda yang jujur, atau dapat dipercaya. Sehingga Muhammad diberi gelar al-Amin. Apa yang dikatakannya sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Jujur merupakan modal awal bagi manusia jika ingin hidupnya berhasil dan bahagia. Orang yang jujur pasti disukai oleh manusia lainnya. Sekali saja berbohong, maka orang akan sulit mempercayai lagi.  Sifat kejujuran ini harus kita teladani atau dicontoh, mulai dari kehidupan keluarga, bertetangga, hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, jika suami tidak jujur pada istri atau anak suka bohong pada kedua orangtuanya maka akan ada pihak yang tersakiti. Sakit hati, merasa dikhianati atau merasa tidak dihargai, menimbulkan rasa tidak percaya. Sangat sulit mengembalikan kepercayaan orang lain yang pernah kecewa karena kebohongan yang dilakukan. Untuk itu, jangan pernah sekalipun berlaku tidak jujur kepada siapapun, karena akan merugikan diri sendiri.

Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Di tengah rusaknya akhlak masyarakat Arab ketika itu yang menyembah berhala, suka berkelahi, membunuh anak yang tak berdosa, maka Muhammad diutus Allah SWT sebagai Nabi yang bertugas untuk memperbaiki akhlak, sebagaimana sabda beliau:
Hadits

 “Sesungguhnya aku diutus ini tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti mulia.”             
    Kehadiran Rasullullah SAW di tengah-tengah umat manusia yang disaat itu dilanda kegelapan yang dikenal dengan zaman jahiliyah, membawa rahmat bagi seluruh alam. Karena dengan kehadirannya benar-benar dapat membawa zaman baru yang penuh dengan tatanan kemuliaan dan sekaligus dapat mengembalikan semua umat manusia mengenali kembali jati dirinya dan sadar akan tujuan hidupnya. Hal inilah yang merupakan rahmat Allah yang tiada dapat dinilai harganya, karena kehadiran beliau tidak lain kecuali membawa rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّرَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al Anbiya’:107).
Islam adalah agama yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui kitab suci al-Qur’an. Kitab itu meliputi aturan hidup yang sempurna dan Nabi Muhammad telah melaksanakannya kedalam perbuatan yang nyata. Ajaran utama dan pertama yang disampaikan Nabi adalah tentang Tauhid kepada Allah.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ{4}
Artinya:
Katakanlah:"Dialah Allah, Yang Maha Esa Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” (QS: Al-Ikhlas: 1-4).

Walau ajaran tauhidnya mendapat tantangan yang berat, diperlakukan secara tidak manusiawi, dilempari dengan kotoran dan perlakuan kasar lainnya tetapi nabi Muhammad SAW, tetap bersabar dalam menghadapinya. Kesabaran ini merupakan salah satu kunci sukses dalam perjuangan beliau. Untuk itu bagi setiap muslim yang ingin sukses dan bahagia dalam kehidupan, hendaknya mampu bersifat sabar dalam menghadapi segala macam persoalan hidup.
Sabar adalah sifat mulia dan disukai Allah, dengan kesabaran tak akan menjadi lemah jiwa seseorang dalam menghadapi musibah. Dengan kesabaran tak akan patah semangat oleh kesulitan. Kesabaran merupakan bukti keimanan dan ketaqwaan hamba.
Allah SWT berfirman:
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”.
(QS: Ali Imran: 200).

Hadirin yang berbahagia.
Disamping ajaran Tauhid, nabi Muhammad SAW juga mengajarkan tentang persatuan dan persaudaraan sesama umat manusia. Tidak ada  yang membedakan keistimewaan seseorang kecuali ketaqwaannya di sisi Allah SWT. Dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
 يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
 عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mengenal”.  (Al-Hujurat: 13).
Ajaran ini sanggup dilakukan oleh nabi ketika hijrah dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Bahkan masyarakat yang belum memeluk Islam juga dengan senang hati menerima kepemimpinan nabi yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
Menjaga persaudaraan dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari, sampai saat ini masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Jangan ada jurang pemisah antara sesama manusia hanya karena menganggap bahwa suku tertentu paling baik, atau orang kaya merasa hebat dan menganggap remeh orang miskin. Jangan pula seorang laki-laki menganggap lebih hebat dari kaum perempuan.  Jika kita bersama, maka persoalan hidup bisa diselesaikan dengan lebih mudah.


Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Demikian khutbah singkat yang dapat disampaikan, semoga bermanfaat dan kita bisa meneladani sifat, sikap serta kepribadian nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bukti kecintaan kita kepadanya.      Mudah-mudahan kita mendapatkan syafaat nabi Muhammmad di akhirat kelak, Amin…
Penutup










PERILAKU KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

الحمد لله الذ ى ارسل رسوله بالهدى ود ين الحق ليظهره على الدين كله. ارسله بشيرا ونظيرا ودا عيا الى الله با ذنه وسرا جا منيرا. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شها دة اعدها للقا ئه ذخرا . واشهد ان محمدا عبده ورسوله ارفع البر ية قد را. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعهم باحسان الى يوم الد ين وسلم تسليما كثيرا. اما بعد ,أعو ذبالله من الشيطا ن الرجيم بسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ  وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًأما بعد فيا عباد الله أوصيكنم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون

Saudara-saudaraku hadirin sidang jum’at rahimakumullâh.
                Dalam kesempatan yang penuh berkah dan kemuliaan ini, marilah kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk meraih ketakwaan sekaligus menjaga dan meningkatkannya kepada Allah Swt., semoga hidup kita yang fana ini tidak berlalu dengan sia-sia dan semoga kita dapat memberikan manfaat bagi sesama ummat di bumi ini. Sepantasnyalah kita sebagai hamba yang yang diutus menjadi khalifah diatas bumi yang fana ini, mengucapkan syukur yang tidak terhingga, baik secara lisan maupun secara amaliah, dalam bentuk melaksanakan semaksimal mungkin perintah-Nya dan berusaha sekuat tenaga menjauhi larangan-larangan-Nya.
Salawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan Kita Muhammad Saw., Asyroful Anbiyâ yang telah menyelamatkan kita dari jurang kehinaan dan kejahiliyahan.
Hadirin jama’ah Jum’at rahimakumullah.
Pada kesempatan hari yang penuh berkah ini khatib ingin menyampaikan khutbah dengan tema perilaku konsumsi dalam perspektif Islam.
Di tengah-tengah berkembang pesatnya bangunan-bangunan megah, mall-mall yang tersebar di merata kota, tempat-tempat hiburan yang menggiurkan serta melenakan, perkembangan tekhnologi yang semakin canggih, perilaku konsumsi kita yang sudah semakin tidak terarah dan parah. Para Koruptor bebas berkeliaran, low imporcement hanya berlaku bagi kalangan yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan, kesenjangan kehidupan antara si kaya dan miskin semakin lebar, manusia sudah semakin tak terkendali, nafsu menguasai tindak dan perilaku. Inilah sebuah realita yang sering terlihat dalam kehidupan kita sekarang, masihkah ummat Islam khususnya, ingat akan hari akhir? Dimana tidak ada yang kita bawa kecuali amal dan takwa semata, Sedangkan amal dan takwa hanya bisa kita raih dengan menjalankan aturan-aturan Islam secara kâffah dan tidak terkotak-kotak, dan semuanya itu akan kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Ma’asyira l-muslimîn rahimakumullâh
Dalam sistem perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan roda-roda perekonomian. Bayangkan ketika masyarakat tidak memiliki kemampuan membayar pada suatu barang yang diproduksi? Meskipun produsen berargumen barang mereka sesuai dengan need konsumen, tetap tidak akan melahirkan demand (permintaan). Tanpa adanya daya beli konsumen, produksi akan terhenti, dan ekonomi mati, hal ini yang banyak dikatakan oleh ahli ekonomi konvensional dengan istilah inflasi.
Dalam realitas empirik, hidup dan matinya sebuah proses ekonomi ternyata tidak sesederhana yang baru saja digambarkan di atas. Sudah tabiat produsen untuk berusaha sekuat tenaga “mengeksploitasi” kebutuhan konsumen dan mengkonversinya menjadi demand(permintaan). Dengan promosi yang gencar, sistem pembayaran yang “merangsang” serta hadiah-hadiah yang ditawarkan, konsumen seakan-akan tidak memiliki alasan untuk tidak memiliki daya beli. Sistem kredit misalnya, merupakan bagian dari upaya produsen dalam memprovokosi konsumen agar terus membeli, sampai akhirnya perilaku konsumsi mereka menjadi lepas kendali dan boros.
Hadirin sidang jum’at rahimakumullah
Sebagai agama yang syâmil, Islam telah memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan serta arahan-arahan positif dalam berkonsumsi. Setidaknya terdapat dua batasan dalam hal ini: Pertama, pembatasan dalam hal sifat dan cara. Seorang muslim mesti sensitif terhadap sesuatu yang dilarang oleh Islam. Mengkonsumsi produk-produk yang jelas keharamannya harus dihindari, seperti minum khamr, makan daging babi, bertransaksi investasi dengan jalan riba dan lain-lain. Seorang muslim haruslah senantiasa mengkonsumsi sesuatu yang pasti membawa manfaat dan mashlahat, sehingga jauh dari kesia-siaan. Karena kesia-siaan adalah kemubadziran, dan hal itu dilarang dalam Islam seperti termaktub dalam Al-Qur’an (QS. 17 : 27)
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينَ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS. A l - I s r â '  [17]:27)

Kedua, pembatasan dalam hal kuantitas atau ukuran konsumsi. Islam melarang umatnya berlaku kikir yakni terlalu menahan-nahan harta yang dikaruniakan Allah Swt., kepada mereka. Namun Allah Swt., juga tidak menghendaki umatnya membelanjakan harta mereka secara berlebih-lebihan di luar kewajaran
Firman Allah swt., (QS. 25 : 67),
وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
(QS.Al-Furqon [25]: 67)


Kemudian dalam surah Al-Maidah : 87.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَآأَحَلَّ اللهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ {87}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. 5:87)

Dalam mengkonsumsi, Islam sangat menekankan kewajaran dari segi jumlah, yakni sesuai dengan kebutuhan. Dalam bahasa yang indah Al-Quran mengungkapkan
وَلاَتَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَتَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. 17:29)

Adapun arahan Islam dalam berkonsumsi paling tidak ada tiga hal. Pertama, jangan boros. Seorang muslim dituntut untuk selektif dalam membelanjakan hartanya. Tidak semua hal yang dianggap butuh saat ini harus segera dibeli. Karena sifat dari kebutuhan sesungguhnya dinamis, ia dipengaruhi oleh situasi dan kondisi. Seorang pemasar sangat pandai mengeksploitasi rasa butuh seseorang, sehingga suatu barang yang sebenarnya secara riil tidak dibutuhkan tiba-tiba menjadi barang yang seolah sangat dibutuhkan. Contoh sederhana air mineral. Dahulu orang tidak terlalu membutuhkannya. Namun karena perusahaan rajin “memprovokasi” pasar, kini hampir di setiap rumah kita ada air mineral.
Kedua, seimbangkan pengeluaran dan pemasukan. Seorang muslim hendaknya mampu menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluarannya, sehingga sedapat mungkin tidak berutang. Karena utang, menurut Rasulullah SAW akan melahirkan keresahan di malam hari dan mendatangkan kehinaan di siang hari. Ketika kita tidak memiliki daya beli, kita dituntut untuk lebih selektif lagi dalam memilih, tidak malah memaksakan diri sehingga terpaksa harus berutang. Hal ini tentu bertentangan dengan perilaku produktif. Kita telah merasakan: keresahan, kehinaan, serta kehilangan kemerdekaan sebagai satu bangsa akibat jerat utang.

Ketiga, tidak bermewah-mewah. Islam juga melarang umatnya hidup dalam kemewahan sebagaimana di sebutkan dalam (QS. Al-Waqi’ah : 41-46)  yang artinya:
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih,dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.


Hadirin sidang jum’at yang dimuliakan Allah SWT.,
Kemewahan yang dimaksud menurut Yusuf Al Qardhawi adalah tenggelam dalam kenikmatan hidup berlebih-lebihan dengan berbagai sarana yang serba menyenangkan. Serta lupa untuk berbagi terhadap kaum miskin dan du’afa.

Perilaku konsumsi, sesuai dengan arahan Islam di atas menjadi lebih terasa urgensinya pada kehidupan kita saat ini. Krisis ekonomi yang belum juga reda bertemu dengan harga-harga yang melambung tinggi selama selama ini, menuntut kita untuk selektif dalam berbelanja. Islam tidak melegitimasi momen apapun yang boleh digunakan untuk mengkonsumsi secara berlebihan apalagi di luar batas kemampuan, termasuk dalam memperingati hri raya dan hari besar Islam lainnya. Bahkan Rasulullah merayakan idul fitri dengan penuh kesederhanaan.

Bagi mereka yang memiliki uang berlebih mungkin berfikir, mengapa Islam harus membatasi hak orang? Pada prinsipnya Islam sangat menghargai hak individu dalam mengkonsumsi rezeki yang diberikan oleh Allah SWT sepanjang pelaksanaannya tidak mengganggu kepentingan umum. Dalam riwayat, Khalifah Umar bin Khattab pernah melarang konsumsi daging dua hari berturut-turut dalam sepekan, karena persediaan daging tidak mencukupi semua orang di Madinah. Demikian pula terjadi pada zaman Nabi Yusuf, ketika terjadi swasembada selama tujuh tahun, masyarakat tidak diperkenankan mengkonsumsi secara berlebihan sebagimana disebutkan dalam(Qsurah Yusuf:47-48). Yang artinya:
Yusuf berkata:"Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)sebagaimana biasa: maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (QS. 12:47)
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari bibit gandum yang akan kamu simpan. (QS. 12:48)

Pembatasan konsumsi di masa krisis dan penghematan sesungguhnya dapat menjaga stabilitas sosial serta menjamin terpenuhinya rasa keadilan, karena mereka yang punya kuasa atas harta tidak bisa secara sewenang-wenang menimbun bahan pangan di rumahnya. Wallahu’alam.
Mudah-mudahan Khutbah yang singkat ini dapat kita amalkan bersama dalam dalam menjalani bahtera kehidupan yang fana ini, dan mudah-mudahan krisis dan inflasi yang berkepanjangan ini, dapat segera berlalu, dengan iradah dan inayah Allah SWT., Amin.




الحد لله الذى انعم علينا بنعمة الا يما ن والا سلا م . اشهد ان لا اله الا الله الملك العلا م . واشهد ان مجمدا عبده ورسو له سيدنا الا نام . صلى الله سيد نا محمد و على اله واصحا به صلا ة وسلا ما دا ئمين متلا زمين على ممر الدهور
 والا يام. وسلم تسليما كثيرا. 
اما بعد, قيا عبا د الله التقواالله وحا فظوا على حضوورالجمع والجماعات. قا ل الله تعالى: يا ا يها الذين امنوا اذا نودى للصلا ة من يوم الجمعة...ذا لكم خير لكم ان كنتم تعلمون.ان الله تعا لى صلوا على نبيه قديما ان الله وملا ئكته يصلون على النبى...
Marilah kita berdo’a memohon dengan tulus serta bening hati: Ya Allah, ampuni sebusuk apapun hidup kami selama ini, ampuni sekelam apapun masa lalu kami, ampuni dosa yang berulang-ulang yang kami lakukan padahal kami tahu bahwa itu adalah dosa, ampuni dosa yang kami lakukan terang-terangan maupun yang sembunyi sembunyi,ربنا ظلمنا انفسنا وان لم تغفر لنا لنكو نن من الخا سرين Ya Allah, ampuni segala kemusyrikan yang pernah kami lakukan selama ini, ampuni kalau selama ini kami lebih menuhankan harta, ampuni jika kami lebih menuhankan dunia ini, ampuni segala-kesombongan-kesombongan kami padahal semua itu adalah titipan-Mu, ampuni kalau amal kami jarang ikhlas karena-Mu, Engkau tahu kami lebih memburu pujian makhluk-Mu daripada pujian dari-Mu, ampuni kedengkian-kedengkian di hati kami, Engkau tahu kami sering mendengki kepada yang Engkau beri nikmat, ampuni kalau kami menjadi contoh maksiat, jangan biarkan kami memberikan contoh keburukan, Alluhummaghfirlana waliwalidaina warhamhuma kama rabbayana shaghiro”

Ya Allah, ampuni segala kezaliman kami, kepada orang tua kami, ampuni kalau kami sering mengecewakan dan menyakiti hati keduanya, Ya Allah selamatkan ibu dan bapak kami, bagaimanapun keadaanya. Jadikanlah kami Hamba-hamba-Mu yang beriman, yang selalu berusaha mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Mu sekecil apapun.

ربنا ا تنا فى الد نيا حسنة وفى الا خرة حسنة وقنا عذاب النار. عبا د الله, ان الله يأ مر بالعد ل والاحسان وايتاءذىالقربى وينهى عن الفهشا ء والمنكر والبغى يعضكم لعلكم تذكرون فاذ كرواالله العضيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطيكم ولذكرالله الا عز واكبر.
اقيمواالصلا ة.  



ISRA`  DAN  MI`RAJ  NABI  SAW :
Pelajaran berharga sepanjang zaman bagi umat manusia
Nash isra` dan mi`raj Nabi saw

سبحان الذى أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الأ قصى الذى باركنا حوله لنريه من أياتنا انه هو السميع البصير (الإ سرى :1  

Artinya :
”Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari masjidil haram (di mekah) ke masjidil aqsha (di palestina) yang telah kami berkahi  sekelilingnya untuk kami perlihatkan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan kami, sesungguhnya dia (Allah) maha mendengar lagi Maha melihat” (Al-Isra` : 1)

Posisi Isra` dan mi`raj dalam perspektif al-qur`an
Sebagai kitab yang paripurna, al-qur`an merupakan petunjuk dan pedoman hidup manusia (Q.S. 1 : 2) yang kesemua isinya merupakan gambaran keutuhan kemanusiaan dan keimanan yang paripurna (Insan kamil – muslim kaffah). Pengungkapan peristiwa isra` dan mi`raj dalam surah ke lima belas dari al-qur`an merupakan bagian kesempurnaan tersebut. Secara keseluruhan, al-qur`an menurut M.Quraish Shihab memaparkan empat tahapan kesempurnaan manusia secara pribadi maupun kolektif (kemasyarakatan-ummah), yakni :
1.       Tujuh bagian pertama al-qur`an membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi – pribadi yang secara kolektif membentuk ummat.
2.       Bagian kedelapan hingga empat belas, al-qur`an menekankan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya.
3.       Bagian kelimabelas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya (Insan kamil). Karena itulah isra` mi`raj merupakan awal bagian ini – hingga bagian kedua puluh satu, dimana kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan peristiwa tersebut.
4.       Bagian ke duapuluh dua hingga tiga puluh menguraikan masalah perkembangan ruhani manusia secara orang perorang, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal balik.
Penjelasan serupa dikuatkan juga oleh Imam as-Suyuthi dalam asrar tartib al-qur`an yang mengatakan bahwa pengantar satu uraian dalam al-qur`an adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya. Demikian pula al-Biqa`i dalam pengantarnya nazham al durar fi tanasub al-ayat wa al-suwar menyebutkan bahwa  inti uraian satu surat dalam al-qur`an dapat dipahami dari nama surat tersebut.
Jadi sebelum Allah menceritakan keajaiban dan kekuasaannya memperjalankan (isra` dan mi`raj) Nabi saw sebagai pribadi manusia seutuhnya, Allah menceritakan keajaiban  penciptaan lebah dalam surat an-Nahl (lebah). Surat ini menurut para mufassirin-termasuk Suyuti dan Biqa`i sebagai pengantar memasuki surat 15 (al-isra`) yang membawa kabar utama isra` dan mi`raj Nabi Saw.
Dari berbagai keajaiban lebah, dia mengantarkan manusia dengan pelajaran bahwa “manusia seutuhnya, atau mukmin dan muslim kaffah (paripurna) adalah bagaikan lebah yang tidak makan kecuali yang baik dan indah, bagaikan kembang yang semerbak yang tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna seperti madu yang dihasilkan lebah itu” (M.Qurais Shihab)
Peristiwa isra` mi`raj merupakan bukti kekuasaan mutlak Tuhan yang tak terbatas (infinite) oleh ruang dan waktu. Kenyataan ini dibenarkan secara ilmiah oleh seorang Albert Einstien dalam science fiction dengan teori “kenisbian waktu”. Bagi Tuhan, tidak ada yang mustahil diwujudkan :“maka perkataan kami pada sesuatu apabila kami menghendakinya, maka kami hanya mengatakan “kun” (jadilah) maka jadilah ia”  Q.S.16 : 40 (وما أمرنا إلا واحدة كلمح بلبصر )
Sebalikannya, peristiwa isra` mi`raj membuktikan bahwa manusia tidak ada  bandingannya dengan kekuasaan dan pengetahuan Tuhan, manusia hanya memiliki sedikit pengetahuan (menurut teori black holes hanya 3 % pengetahuan manusia tentang alam, 97 % manusia tidak mengetahuinya). Karenanya kesombongan akal manusia tidak akan pernah mampu mengetahui keajaiban dan makna isra` mi`raj jika tanpa dilandasi dengan keimanan (imani). Untuk konteks ini, lihat Q.S.16 : 8 : “Dia (Alah) menciptakan apa-apa yang kamu (makhluk) tidak mengetahuinya”, Q.S. 16 : 74 : “Sesungguhnya Allah maha tahu, sedang kamu tidak mengetahuinya”, dan Q.S. 17 : 85 : “tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”, dan sebagainya.
Untuk konteks ini pula seorang tokoh eksistensialis (Kierkegaard) mengatakan bahwa “seseorang harus percaya bukan (mesti-pen) karena ia tahu, tetapi (justru-pen) karena ia tidak tahu”. Sebab itu Immanuel Kant (filosof berkebangsaan jerman) berujar, “saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya (beriman-pen)”.
Kewajiban shalat lima waktu sebagai oleh-oleh dari peristiwa isra mi`raj merupakan sarana terpenting dan paling utama guna mensucikan jiwa dan memelihara ruhani dalam mewujudkan manusia seutuhnya – paripurna – mukmin kaffah.

Mengapa Isra` dan Mi`raj itu ?
Sebagaimana digambarkan dimuka, bahwa isra` mi`raj dengan surat ke 15 dalam al-qur`an merupakan puncak tertinggi (klimaks) yang hanya mungkin dilakukan oleh pribadi manusia (hamba Allah) seutuhnya dengan keimanan paripurna (insan kamil). Karena itulah, dalam penjelasan lebih lanjut surat al isra` memberikan petunjuk untuk membina diri menjadi pribadi paripurna – insan kamil dan membangun masyarakat yang aman, damai, sentosa, berkeadilan dan khairul ummah. Petunjuk tersebut, antara lain :
Pertama, petunjuk melaksanakan shalat lima waktu (أقم الصلوة لدلوك الشمشى إلى غسق اليل وقرأن الفجرى إن قرأن الفجرى كان مشهودا (اللإسرى :78)) yang merupakan inti dari peristiwa isra` mi`raj, sebab shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akan pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya. Karena itulah shalat diumpamakan Nabi sebagai tiang agama (Hadits). Pentingnya arti shalat bagi manusia, Alexis Carrel (seorang ilmuan dan dokter nonmuslim) pernah berujar : ”apabila pengabdian, shalat dan do`a yang tulus kepada sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan masyarakat, maka itu berarti kita telah menanda tangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut”.
Kedua, untuk membangun manusia seutuhnya dalam masyarakat adil dan makmur, maka kesederhanaan dan keseimbangan hidup harus dimiliki oleh setiap pribadi ummat (Q.S. 17 : 29), jangan hidup berlebih-lebihan, karena itu adalah perilaku syaithan (Q.S. 17 :16 dan 27,). Sementara itu kesederhanaan dan keseimbangan hidup sesungguhnya merupakan pencerminan dari ibadah shalat (sejarah Nabi menerima perintah shalat) dan pelaksanaan (suara) dalam melaksanakan shalat (Q.S. 17 : 110)
Manusia yang akan mendapatkan perlindungan Allah
Hanya manusia seutuhnya dan memiliki keimanan yang paripurnalah yang akan memperoleh perlindungan Allah pada suatu hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah Swt.
Mengenai hal ini, simak hadits Nabi Saw berikut ini :
سبعة يظلهم الله فىظله يو م لا ظلا الا ظله, اللإمام عادل,الساب نسأ فى عبادة الله تعالى, الرجل قلبه معلقة باالمساجد , الرجلانى تحاب فى لله عزىوجلى إجتمع عليه وتفرق عليه ,الرجل داعته امرآة ذات منصب وجمال فقال انى اخاف الله, الرجل تصد ق بصدقة فأخفاهاحتى لا تعلم شماله ماتنفق يمينهه ,الرجل ذكرالله خالياففاضت عيناه (رواه البخرى ومسليم)
 Artinya :
“Ada tujuh golongan manusia (pemuda) yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah Swt. Mereka adalah : Pemimpin(imam) yang adil, pemuda yang gemar beribadah kepada Allah Swt, pemuda yang hatinya selalu terikat (untuk melaksanakan ibadah) ke mesjid, dua orang pemuda (pemudi) yang saling mencintai dan mengasihi karena Allah `azza wajalla – keduanya bersama karena Allah dan berpisahpun karena Allah, pemuda yang diajak berzina oleh perempuan yang cantik lagi kaya raya tapi dia menolak dan berkata “saya takut kepada Allah”, pemuda yang gemar bersedekah dengan tulus ikhlas seakan-akan tangan kiri tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan pemuda yang mengingat Allah (berkhalwat) hingga meneteskan air mata” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Mengapa Nabi menggambarkan ketujuh golongan manusia yang akan mendapatkan perlindungan Allah dengan ungkapan pemuda ( الساب  - رجل ), paling tidak ada beberapa alasan yang bisa dikemukan disini, antara lain :
Pertama, usia muda adalah masa yang paling berharga bagi seorang anak manusia, karena secara pisik usia muda sangat produktif dan energik, secara psikhis usia muda adalah masa yang paling siap menerima apa saja untuk membentuk dan mewujudkan diri dan pribadinya kedepan. Karenanya masa muda adalah saat-saat yang paling menentukan bagi anak manusia untuk menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi masa depan ummat atau justru menjadi beban dan masalah bagi kemanusiaan.
Kedua, usia muda juga merupakan masa pertumbuhan anak manusia yang paling banyak diliputi oleh gejolak kehidupan yang mempengaruhinya, baik yang positif maupun yang bersifat negative, karenanya pendidikan dan bimbingan yang benar sangat dipentingkan terus dilakukan pada generasi muda. Hanya dengan demikian, kita mampu menyiapkan pemuda yang shaleh, beriman dan bertaqwa untuk selanjutnya mampu mewujudkan diri sebagai pribadi manusia seutuhnya dengan keimanan dan keislaman yang paripurna (insan kamil) dalam komunitas ummat yang shaleh.
Ketiga, dalam hal apapun - termasuk masa depan agama, bangsa dan Negara – sangat bergantung pada generasi muda yang ada. Jika mereka adalah pribadi-pribadi manusia yang baik, maka Insa Allah mereka akan mampu mewujudkan masyarakat yang baik pula kedepan. Sebaliknya jika mereka adalah pribadi yang memprihatinkan, maka tidak mungkin akan mampu mewujudkan masa depan bangsa yang aman, damai, sejahtera, berkeadilan dan khairul ummah.
Keempat, usia muda adalah sejarah hidup manusia yang paling berharga dan bahagia manakala mampu dilalui dengan baik dan benar, sebab banyak keberhasilan yang didapatkan karena perjuangan dan langkah yang tepat di masa mudanya. Tapi tidak sedikit orang yang sengsara hidupnya dan menyesali diri lantaran pilihan langkah masa mudanya yang keliru dan suram sehingga membuat masa mudanya sebagai sejarah yang memilukan.
Dari semua ini, pemuda yang baik - yang merupakan pigur manusia seutuhnya dan diharapkan mampu membangun pribadi muslim yang paripurna (insan kamil), dan pada akhirnya mampu melahirkan masyarakat yang khairul ummah - yang akan mendapatkan perlindungan Allah adalah pemuda yang dibina dan hidup dalam kerangka iman, islam dan ihsan.
Karenanya, dalam konteks mengambil hikmah (ibrah dan i`tibar) dari peristiwa isra` dan mi`raj Nabi Saw, kerangka iman, islam dan ihsan sebagai bingkai perilaku dan sikap hidup generasi muda yang baik dan memiliki integritas manusia paripurna dapat diwujudkan manakala ditopang dengan ilmu (pengetahuan dan pendidikan) sertra amal shaleh (perilaku nyata-akhlak).
Akhirnya, hanya keimananlah yang akan menentukan seseorang percaya atau tidak dengan kebenaran peristiwa isra` mi`raj Nabi Saw, karena sesungguhnya apapun sikap manusia (dengan peristiwa ini) tidak akan pernah mampu merubah ketetapan dan ketentuan Allah baik yang sudah maupun yang akan  terjadi, yang manusia ketahui maupun yang tidak, di dunia maupun di akhirat kelak. Sebab Allah telah berfirman : “Katakanlah wahai Muhammad, “percayalah kamu atau tidak usah percaya (keduanya sama bagi tuhan)”, tetapi sesungguhnya mereka yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila disampaikan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud” (Q.S. 17 : 107).
Demikian, semoga bimbingan Allah senantiasa menyertai langkah kita, Amin.           


















K H U T B A H  K E D U A
الَْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ خَلَقَ الْمَوْجُوْدَاتِ مِنْ ظُلْمَةِ اْلعَدَمِ بِنُوْرِ اْلإِيْجآدِ, وَجَعَلَهَا دَلِيْلاً عَلىَ وَحْدَانِيَّةِ ِلذَوِى الْبَصَائِرِ إِلَى يَوْمِ اَلمعآدِ,وَشَرَعَ شَرْعًااِخْتآرَهُ لِنَفْسِهِ وَأَنْزَلَ بِهِ كِتَابَهُ وَأَرْسَلَ بِهِ سَيِّدِ الْعِبآدِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلآ نَا مُحَمَّدٍ سَيِّدُ الخَلآئِقِ وَالْبَشَرِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطآنِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ. وَلاَتَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا. وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرًا. إِن تَجْتَنِبُوا كَبَآئِرَ مَاتُنْهَوْنَ عَنْهَ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيماً. فَيآأَيُّهَاالْمُسْلِمُونَ اتَّقُوْااللهَ فَإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ أَتْقآكُمْ.واَعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِْيماًوَأَمَرَنَا بِذَالِكَ إِرْشَادًا لَناَ وَتَعْلِيْمًا. إنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّى وسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنآ مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَأَصْحآ بِه ِوالتَّابِعِيْنَ
 وَتَابِعِى التّآبِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسآنٍ ِإلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْنآمَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يآأَرْحَمَ الَّراحِمِيْنَ,آمِيْن يآأَرْحَمَ الَّراحِمِيْنَ.اللَّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمآتِ وَاْلمُؤمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنآتِ اْلأَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, ِإنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.اللَّهُمَّ أَعِزِّ الإِ سْلآمَ وَالمُسْلِمِيْنِ وَأَهْلِكِ اْلكَفَرَةَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَالدِّيْنِز.
Ya Allah di tengah badai krisis dan inflasi yang terus menimpa kami, musibah dan nestapa terus mendera kami, kami sadar sepenuhnya apapun yang terjadi semuanya sudah Engkau takdirkan dan Engkau tetapkan. Duhai Allah yang maha perkasa lagi maha bijaksana di tengah bergejolaknya sistem ekonomi yang diagungkan orang-orang selama ini, Engkau telah tunjukkan bahwa menata ekonomi dengan menggunakan petunjuk-Mu adalah lebih mentramkan dan mensejahterakan, lebih berkeadilan dan membimbing manusia untuk bersikap jujur dan berhati-hati dalam menata kehidupan ekonominya. Ya Allah bukakanlah pintu hati orang-orang yang masih hidup dari hasil menzhalimi orang lain, memakan riba dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat duniawi, padahal hidup ini hanya sebentar, apalah arti dunia ini dibanding dengan akhirat nanti.رَبَّنآ إِنّآظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخآسِرِيْنَ . Ya Allah yang maha pengampun dan penerima taubat, terimalah taubat orang-orang yang telah kembali ke jalan-Mu, jadikanlah dosa-dosa masa lalu kami bagaikan air kotor yang telah mengalir tergantikan dengan air rahmat-Mu Ghaffâr yâ Rahîm, Ya Allah yang maha agung, maha pemberi hidayah, hapuskanlah riba dari kehidupan kami pribadi, bangsa dan Negara kami serata suburkanlah sedekah dengan iradah-Mu, tunjukanlah kebenaran-Mu di tengah-tengah ketertindasan kami, berilah kami kekuatan untuk selalu istiqâmah di jalan-Mu, agar kami dapat menegakkan syi’ar Dîn-mu yang hanif ini, berjuang bersama mujahid-mujahidmu, melalui penegakan sendi-sendi ekonomi bebas riba dan penindasan.
وَقُلْ جآءَ الْحَقُّ وَذَحَقَ البآ طِلْ إِنَّ الْبَا طِلَ كَانَ ذَحُوقًا. يَمْحَقُ اللهُ الِّربَى وَيُرْبِى الصَّدَقآتِ. رَبَّنآ آتِنَا فِى الدُّنيآ حَسَنَةً وَفِى اْلآ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّآرِ وَالحْمَدُِللهِ رَبِّ الْعآلَمِيْن.                                 عِبآدَاللهِ, إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالإِحْسآنْ َوإِيْتإَِذِىْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ اْلفَهْشآءِوَاْلمُنْكَرِوَاْلبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ َواشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِيْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ الأَ عَزُّ وَأَكْبَرُ.أَقِيْمُوْاالصَّلآ ة.                                                                











KHUTBAH KEDUA

الحمد لله المحمودعلىالبأساء والضّراء, المعبود فىالأقطاروالأرجاء. المدعّونوازل الغماء, أشهد أ ن لااله الاالله وحده لا شريك له مستحق التوحيد والثناء, وأشهد أن محمداعبده ورسوله خاتم الرسل والأنبياء. اللهم صل وسلم على سيدنامحمد صلىالله عليه وآله صلاة دائمة بلا انقضاء, وسلم تسليما كثيرا "أما بعد" فيا عبادالله اوصيكم ونفسى بتقوىالله, إن الله وملائكته يصلون على النبىّ ياأيهاالذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد. ورض عنهم عن الخلفاء الراشدين أبى بكر وعمر وعثمان وعلى وعن الستة الكرام وعن التابع التابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياءمنهم والأموات, اللهم نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى والإستقامة, اللهم اختم لنا بحسن الخاتمة, اللهم اختم لنا بكلمة لاإله إلاالله محمد رسول الله. ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنةوقناعذاب النار, ربنااغفرلناولإخوانناالذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل فى قلوبناغلا للذين آمنوا ربناإنك رؤوف الرحيم.
عبادالله إن الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاءذىالقربى وينهى عن الفهشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم تذكرون ولذكرالله اعزوأجل وأكبر










1 komentar:

  1. Assalaamu'alaikum wr.wb..
    Buya.. mohon izin untuk sharing beberapa materi khutbah jum'at dalam blog ini.
    saya tertarik dengan kontenya yang up to date... kalau buya berkenan mohon di up load materi ceramah buya yang berjudul NASAB TIDAK MENENTUKAN NASIB ke dalam bentuk khutbah jum'at... terima kasih atas kesediaannya SEMOGA TETAP ISTIQOMAH dalam mencapai ridho Allah SWT.

    BalasHapus