MUSIBAH BESAR BAGI UMAT ISLAM DENGAN
BERAKHIRNYA BULAN RAMADHAN
الحمد لله الذ ى ارسل رسوله بالهدى
ود ين الحق ليظهره على الدين كله. ارسله بشيرا ونظيرا ودا عيا الى الله با ذنه
وسرا جا منيرا. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شها دة اعدها للقا ئه ذخرا
. واشهد ان محمدا عبده ورسوله ارفع البر ية قد را. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد
وعلى اله واصحا به ومن تبعهم باحسان الى يوم الد ين وسلم تسليما كثيرا. اما بعد
,أعو ذبالله من الشيطا ن الرجيم بسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ
طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُُ لَّهُ وَأَن تَصُومُوا
خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ أما بعد فيا عباد الله أوصيكنم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahjimakumullah
Khatib senantiasa mengajak kita semua untuk meningkatkan
kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT, baik ketakwaan secara lahiriyah
maupun ketakwaan secara batiniyah. Ketakwaan secara lahiriyah dapat dibuktikan
dengan amal perbuatan manusia. Semakin luhur akhlak kita, semakin, indah budi
pekerti kita, semakin suka kita dengan perbuatan yang baik insya Allah
ketakwaan secara lahiriyah akan senantiasa terpatri dalam diri kita. Sementara
ketakwaan secara batiniyah dapat dibuktikan dengan keimanan kepada Allah. Sesungguhny
iman itu bertambah dan berkurang. Semakin meningkat iman kepada Allah,
semakin khusuk melaksanakan perintahnya, semakin ikhlas melaksanakan titahnya
insya Allah ketakwaan secara batiniyah akan terpatri pula dalam diri kita. Oleh
karenanya, khatib kembali menghimbau hadirin sekalian untuk meningkatkan
kualitas ketakwaan kepada Allah.
Dalam rangka meningkatkan kualitas ketakwaan
tersebut Allah menyediakan satu bulan bagi umat Islam untuk membersihkan diri
dari noda dan dosa yang pernah di buat yaitu bulan ramadhan. Bulan yang penuh
rahmah bagi orang yang mampu meraupnya, bulan magfirah bagi orang yang mampu
menyucikan dirinya, dan bulan ittqun minannar bagi orang yang bisa
mendekatkan dirinya kepada Allah.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn
Rahjimakumullah
Kita sudah berada pada penghujung bulan Ramadhan.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ketika bulan ramadhan akan berakhir,
Rasulullah bersabda pada sahabatnya: ”bakkatissamawati wal ardh (saya
mendengar langit dan bumi menangis)” mendengar sabda yang demikian
sahabat pun merapatkan duduk pada Rasulullah karena tidak pernah mereka
mendengar Rasulullah berkata langit dan bumi menanangis. Kemudian Rasulullah
melanjutkan sabdanya ”musibatul azim ala umah Muhammad (musibah besar
sedang malanda umat Muhammad)”. Semakin penasaran sahabat bertanya ’musibah apa
ya Rasulullah?’ adapula yang bertanya apakah kota Makkah akan luluh lantak
hancur digoncang gempa bumi sebagai mana yang terjadi pada umat nabi
Luth? ”Tidak” Jawab Rasulullah. Yang lain bertanya pula ’apakah kota makkah
akan tenggelam oleh banjir besar sebagaimana yang terjadi pada umat nabi Nuh?’.
”Tidak” Jawab Rasulullah. Ada pula yang bertanya ’apakah kota Makkah akan
hancur oleh hujan batu sebagai mana yang terjadi pada umat-umat sebelumnya?’
”Tidak” Jawab Rasulullah. Kembali sahabat bertanya ’fama bala ya Rasulullah?
(apa yang sedang terjadi wahai Rasulullah?’. Dijawab oleh Rasulullah
”Zihabirramadhan (perginya Bulan Ramadhan)”. Sahabat yang penasaran terus
bertanya pada Rasulullah bagaimana mungkin perginya bulan Ramadhan adalah
musibah bagi Umat Islam. Di jawab oleh Rasulullah:
1.
Bulan Ramadhan adalan bulan dimana Allah
menurunkan hidayah, hikmah dan pahala yang berlipat ganda pada umatnya. Oleh
karenanya, musibah besar bagi orang bulan ramadhan mampir padanya tetapi ia
tidak mendapatkan hikmah, rahmah dan depasito
pahala dibulan Ramadhan.
Pada saat Al-Qur’an, memaklumatkan
kewajiban puasa kepada orang-orang
beriman di dalam surah Al-Baqarah ayat 183, disitu dijelaskan pula atas
orang-orang atau umat-umat sebelumnya. Isyarat yang paling jelas dalam
kandungan makna ayat tersebut adalah bahwa puasa bukan ibadah ritual yang
menjadi ciri khas umat nabi Muhammad SAW belaka, puasa hampir bisa ditemukan di
setiap tempat, setiap budaya, setiap umat. Tetapi tentu saja dengan dengan
perbedaan tempo dan tata cara. Tetapi dengan maksud dan tujuan yang hampir
sama; yaitu membina dan mengarahkan pertumbuhan mental, menapaki jalan-jalan
spritual untuk membebaskan jiwa dari jeratan dunia.
Pelaksanaan puasa pada para nabi dan
orang Saleh sebelum Islam dapat dilihat pada beberapa orang Nabi dan orang
Saleh. Maryam misalnya, melakukan puasa bicara di detik-detik menjelang
melahirkan anaknya Nabi Isa AS, yang tidak punya ayah. Coba bayangkan seorang
wanita belia hamil tanpa suami lalu semua orang menuduhnya dengan kata-kata
keji dan nista. Betapa terguncangnya ia secara fisik dan mental pada saat itu.
Tetapi puasa memberinya ketenangan bathin sekaligus jalan di saat-saat kritis
seperti itu. Ia sukses, Nabiyullah Isa AS akhirnya lahir dengan tanda-tanda
kebesaran Allah.
Kebiasaan Maryam akhirnya ditularkan
kepada anaknya, Nabiyullah Isa As, berpuasa selama 40 hari saat setan datang
menawarkan kkepadanya kemasyhuran dan kekuasaan. Ia menolak kekayaan demi
mempertahankan kekayaan. Ia menolak kekuasaan agar tetap berkuasa, Ia memilih
mengurusi orang lain supaya dirinya tetap terurusi, Ia menghidupkan orang mati
agar dirinya tidak mati. Dan memang benar Ia sampai sekarang masih terus hidup,
paling tidak di benak kaum Muslim dan Nasrani. Nabiyullah Musa As berpuasa 40
hari ketika berada di gunung Tursina ketika akan menerima kata-kata suci :
sepuluh perintah Allah. Sesuatu yang suci hanya akan bisa keluar dari tempat
dan dan sikap yang suci pula dan masih banyak Nabi-nabi yang melakukan puasa
sebagai sebuah jalan dalam menggapai keinginan mulia.
Ma’asyiral Jum’ah Rahimakumullah
Puasa tidak hanya pernah dilakukan
oleh para Nabi dan Rasul semata, orang Indian misalnya mereka telah lama
melakukan puasa sebagai alat penolak bala, kalau mereka ingin menghindarkan
kampung halaman dan masyarakatnya dari penyakit, bencana alam dan perang,
kepala suku mereka memerintahkan mereka ramai-ramai untuk melakukan puasa.
Puasa juga mereka laksanakan untuk sebagai wahana pertobatan atas segala
kesalahan yang telah mereka perbuat. Socrates dan muridnya Plato, kedua filsuf
ini biasanya berpuasa sepuluh hari untuk meningkatkan kesehatan fisik dan
jiwanya. Boleh jadi karena kebiasaannya berpuasa sehingga mereka begitu cerdas
dan futuristik.
Hippocrates adalah seorang dokter
Yunani yang sangat terkenal pada zamannya. Di zaman ketika farmasi belum semaju
seperti sekarang, apa yang paling sering diresepkan kepada pasiennya agar cepat
sembuh dan sehat? Jawabannya ternyata puasa. Pendek kata ritual puasa dapat
ditemukan pada hampir semua kebudayaan lama. Saat Columbus mendaratkan kapal
petualangannya di Benua Amerika, iapun menemukan beberapa suku di Peru yang
menjadikan puasa sebagai salah satu dari sekian syarat pengampunan dosa. Bahkan
kebiasaan puasa ini bukan hanya kita temukan sebagai sebuah Kredo (Kepercayaan)
bagi manusia-entah berdasarkan ajaran agama atau sekedar mitos, tapi juga
sebagai naluri yang hidup di beberapa jenis hewan. Ikan Salmon umpamanya,
berpuasa beberapa minggu lamanya berenang ke hulu sejauh beberapa mil untuk
bertelur. Ratu semut menjalani mogok makan demi menunggui telurnya yang akan
menetas. Dan banyak lagi contoh hewan yang memiliki kebiasaaan seperti itu.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Hal ini
semuanya kian memperkuat dugaan bahwa puasa, selain bersifat syar’i (perintah
agama) juga bersifat tabi’i (sesuai dengan bawaaan alamiah), insani
(sesuai dengan hasrat intelek manusia), dan Jama’i (sesuai
dengan hasrat sosial). Maka saat kita menjalankan puasa, selain menggugurkan
kewajiban keagamaan kita, kita juga telah mengadaptasikan sifat alamiah dan
ritme tubuh kita, sehingga lebih kondusif untuk lebih cerdas, juga berperan
serta dalam memperkuat solidaritas sosial dimana kita tinggal, tentu saja
dengan catatan puasa itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan penghayatan.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa adalah
suatu metode yang berangkat dari asumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu
muncul secara bersamaan dan karenanya harus pula dipenuhi secara simultan. Maka
dalam pelaksanaan ibadah puasa, keempat kebutuhan itu terasa diakomodasi secara
serempak, yang tadi dikatakan bersifat syar’i, tabi’i, insani, dan jama’i.
Puasa, dengan demikian dalam dirinya sudah bersifat egaliter. Tanpa memungkiri
bahwa perkembangan kualitas mental manusia memang berjenjang, berkembang dari
suatu maqam (tahap) ke maqam berikutnya. Tahapan-tahapan seperti ini disebut
maqamât. Setiap maqam memiliki keadaannya masing-masing yang disebut hal.
Keadaan-keadaan pada masing-masing maqam itulah yang disebut ahwal.
Tetapi perjenjangan itu bukan berdasarkan kemampuan material, melainkan
berdasarkan nawaitu (niat), mujahadah (perjuangan), dan istiqomah
(kesabaran dan konsistensi). Itu sebabnya semua orang, tanpa melihat status
sosialnya, bisa menapaki jenjang demi jenjang itu. Karena ketiga syarat tadi (nawaitu,
mujahadah, dan istiqomah) bisa dimiliki oleh siapa saja.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa
melatih dan mengajarkan kita untuk bergerak secara simultan dan bergerak dari
keadaan yang kurang baik ke keadaan yang lebih baik. Maka kalau kita berpuasa
secara benar dan sungguh-sungguh, niscaya kita akan bergerak secara vertikal
dari nafs amarah kepada nafs lawwamah lalu ke nafs marhaman
sehingga akan mencapai posisi puncak yaitu nafs muthmainnah. Atau kita
akan bergerak dari suatu modus kehidupan kepada modus kehidupan berikutnya.
Dari modus menang ke modus senang, lalu ke modus aman, hingga ke modus yang
lebih tinggi yaitu ketenangan lahir dan batin.
2.
Bulan Ramadhan adalah Inna zunuba Maghfirah (Sesungguhnya
pada Bulan Ramadhan Allah mengampuni dosa-dosa yang dilakukan oleh anak Adam).
Sebagaimana sabda Rasulullah Manshama
ramadhana imanan wahtisaban gufiro lahu ma taqaddama min zanbih (orang yang
berpuasa pada bulan ramadhan maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah
berlalu)
Oleh karena itu, musibah besar bagi orang
hadir pada bulan romadhan tetapi noda dan dosa masih melumuri dirinya.
3.
Bulan Ramadhan adalah inna doa Mustajab
(doa pada bulan Ramadhan di ijabah oleh Allah). Oleh karena itu, musibah besar
bagi orang yang hidup dibulan ramadhan tetapi doanya tidak diijabah oleh Allah
SWT.
Pada bulan
yang penuh hikmah dan kemuliaan ini, sudah seyogyanya kita lebih intensif
meningkatkan ibadah kita baik yang mahdoh maupun yang sunnah, paling tidak
dengan puasa kita dapat berpindah dari kebiasaan yang kurang baik kepada
kebiasaan yang lebih bermanfaat dan membawa kemashlahatan. Manfaatkanlah bulan
suci ini dengan sebaik-baiknya karena Allahlah yang langsung menilai dan yang
memberikan ganjaran-Nya tanpa perantara, sungguh amat istimewa dan teristimewa
kemuliaan dan keutamaan puasa pada bulan ramadhan.
Bagi Nabi,
sahabat dan orang-orang shaleh, bulan puasa bukan Cuma sekedar bulan menahan
diri untuk tidak makan, tidak minum,tidak campur dengan istri. Hal ini sangat
dangkal nilainya, karena puasa adalah menghentikan hasrat yang bertentangan
dengan hasrat Ilahi. Inilah sebabnya grafik amalan-amalan Nabi dan para
sahabatnya terus menanjak dari hari ke hari pada bulan suci ramadhan: I’tikaf
(tinggal di mesjid sambil beribadah), ikat pinggangnya dikencangkan, betisnya
bengkak-bengkak, matanya sembab mengingat Sang kekasih. Mereka tidak
menyia-nyiakan momen yang sangat berharga dan hanya datang sekali setahun-dan belum tentu ditemui kembali di
tahun berikutnya-itu hanya untuk kegiatan yang tidak bersifat substansial.
(tidak mensubstansikan kegiatan –yang sebetulnya tidak substansial-dengan
melakukan rasionalisasi karena itu namanya mencundangi diri sendiri. Peningkatan kualitas mental dan kedekatan
diri kepada Allah, merupakan output dari bulan puasa, kita hendaknya mampu
menyemangati, mempengaruhi, dan mewarnai perjalanan hidup kita minimal sebelas
bulan berikutnya. Sehingga persis ketika kualitas mental mendekati titik nol
kembali, kita telah memasuki upgrading (peningkatan) lagi. Itu target
minimalnya. ibarat kalau kita tidak mengisi BBM kendaraan untuk bepergian
seharian, maka minimal kita pastikan kendaraan kita sampai pada pom bensin
berikutnya, pada saat bahan bakarnya habis.
Ma’asyiral Jum’ah
dan Shâimîn Rahimakumullah
Mudah-mudahan kita tergolong hamba Allah yang
mukmin sebagaimana yang diserukan dalam surah al-Baqarah ayat 183, yang pantas
dan mampu melaksanakan ibadah puasa, tidak hanya pada dataran meramaikan tetapi
lebih pada dataran menghidupkan bulan suci ini, sehingga puasa kita tidak hanya
berakhir dengan takbiran dan shalat ‘ied saja, atau berakhir dengan pulang
kampung semata, atau eforia sebentar kemudian kembali kepada kebiasaan jelek
semula, akan tetapi dapat menjadi hamba Allah yang senantiasa terus istiqomah
dan konsisten dalam menjalankan syariat Allah pada sebelas bulan berikutnya.
Amin.
بَارَكَ اللّهُ لِى وَ لَكُمْ فِى
اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفََعَنِى وَإِ يَّا كُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآ يآتِ
وَالذِّكِْر الحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّّى وَمِِِنْكُمْ تِلآوَتَهُ إِ َنّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ اْلَعلِيمُ,أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُاللهَ
العَظِيْمِ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ
الرَّحِيْمِ
KHUTBAH KEDUA
الحد لله حمدا كثيرا كما أمر. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لاشريك له و أشهد
أن محمدا عبده و رسوله المبعوث إلى سائر البشر. اللهم فصل وسلم وبارك على سيدنا
ومولانا محمد نور الأنور. وعلى أله و أصحابه مصابه الغرر.
أما بعد.
فيا عبا د الله رحمكم الله: أوصيكم و إياي
بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون.
قال تعالى: ولم يذل قائلا عليما. إن الله
وملائكته يصلون على النبي يا أيهاا الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا
محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. وبارك على سيدنا محمد
وعلى أل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. في
العالمين إنك حميد مجيد.
اللهم اغفر للمسلمين و
المسلما ت و المؤمنين و المؤمنات الأ حيا ء منهم و الأموا ت, إنك سميع قريب مجيب
الدعوا ت. ربنا هبلنا من أزواجنا و ذريا تنا قرة أعين و اجعلنا للمتقين إماما.
ربنا اتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة و قنا عذاب النا ر
عبادالله , إن الله
يأمركم بالعدل و الإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء و المنكر و البغى
يعظكم لعلكم تذكرون. ولذكرالله أكر... أقم الصلاة.
EMPAT KEKUATAN YANG
MENGENDARAI
KESUKSESAN PADA MANUSIA
Dalam surat
al-Asri, Allah SWT bersumpah demi masa,
sesungguhnya manusia itu dalam merugi. Ketika titah ini difirmankan oleh
Allah terbersit di pikiran kita apa hubungan masa dengan merugi?
Istilah merugi
adalah istilah yang di gunakan dalam dunia bisnis atau perdagangan. Dalam dunia
bisnis ada tiga hasil yang dioleh pedagang dari hasil dagangannya:
Pertama, orang yang beruntung, yaitu orang yang mendapatkan hasil perdagangan
lebih modal yang ia keluarkan. Jika ia mengeluarlan modal Rp. 10.000 lalu
setelah berdagang ia memperoleh Rp. 15.000, maka ia telah memperoleh untung Rp.
5.000
Kedua, orang yang memperoleh modal kembali, yaitu orang yang mengeluarkan
modal dan mendapat hasil yang sama dengan modal yang ia keluarkan.
Ketiga, orang yang merugi, yaitu orang memperoleh hasil dibawah modal yang
ia keluarkan. Jika ia mengeluarlan modal Rp. 10.000 lalu setelah berdagang ia
memperoleh Rp. 5.000, maka ia telah memperoleh rugi Rp. 5.000
Dalam surat al-Asri Allah bersumpah demi masa, kemudian mengkaitkannya
dengan keadaan manusia yang merugi. Menurut
ahli tafsir, ayat ini ingin memberi peringatan pada manusia bahwa ia telah
diberi modal oleh Allah, yaitu masa atau usia atau umur. Setiap manusia yang
lahir ke alam ini telah mendapatkan modal umur. Ada yang modalnya 1 tahun sudah
habis, ada yang modalnya hanya sampai masa kanak-kanak dan ada yang modalnya
hingga dewasa, bahkan mencapai 100 tahun. Umur kita di dunia ini adalah modal
yang dititipkan oleh Allah kepada kita. Setiap hari modal itu berkurang. Setiap
detik usia kita semakin mendekati ajal, maka setiap detik pula modal itu
berkurang. Kadang tanpa disadari usia kian renta, ajal kian mendekat, modal
kian habis, tapi kita masih lupa dengan kegiatan yang kita lakukan, apakah itu
perbuatan yang bermanfaat atau tidak. Menurut ahli tafsir ayat ini ingin
menegaskan kepada manusia bahwa manusia itu merugi apabila modal yang diberikan
oleh Allah berupa usia yang ada pada kita dihabiskan dengan sia-sia. Allah pun
bersumpah demi masa, demi waktu, demi usia yang telah dititipkan pada manusia bahwa
manusia itu dalam keadaan merugi apabila ia tidak memanfaatkan modal usia itu
dengan baik.
Awal ayat ke 3 surat al-Asri, Allah dahului dengan
lafal ILLA, artinya kecuali. Lafal
illa adalah lafal istisna’ dalam ilmu
tafsir. Maksudnya Allah ingin menegaskan bahwa ada manusia yang tidak merugi
dalam kehidupannya atau adalah manusia yang sukses menjalankan modal usia yang
telah dititipkan oleh Allah.
Nilai kesuksesan hidup inilah yang sedang menjamur
dikembangkan saat ini. Ary Ginanjar mengembangkan konsep ESQ dalam tiap
pelatihan yang ia lakukan. Marwah Daud Ibrahim mengembangkan Konsep Mengelola
Hidup Merencana masa depan, Ilham Arifin mengembangkan konsep Zikir, AA Gym
mengembangkan konsep manajemen Qalbu. Semua ajaran mereka kembangkan bermuara
pada empat hal yang membuat kehidupan manusia ini sukses.
Hal ini diungkapkan oleh Allah dalam ayat 3 dan 4
surat al-Asri:
Pertama, (illallazina amanu) orang yang menggunakan energi spiritual
(spiritual quotient) yang ada padanya. Spritual berasal dari kata spirit,
secara etimologi ber arti murni. Energi spiritual secara lafziyah berarti nilai
murni dalam kehidupan manusia. Nilai spiritual ini dikenal dengan nilai-nilai
iman dalam manusia. Semakin kekuatan iman itu kuat dalam diri manusia semakin
ia dengan kesuksesan. Allah berfirman:
YARFAILLAHILLAZI
AMANU MINKUM
Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman
diantara kamu.
Kesuksesan orang-oranga yang beriman ini dapat dilihat
dari sejarah para nabi dan Rasul. Semua Rasul yang kita kenal semenjak nabi
adam sampai nabi Muhammad adalah pemimpin dimana ia berada. Hal ini karena
kekuatan iman yang ada padanya.
Orang yang tidak termasuk dalam kelompok orang yang
merugi, bahkan tergolong dalam kelompok yang sukses adalah orang yang
menggunakan kekuatan iman dalam dirinya dengan baik.
Di kisahkan, ketika Umar ibnu khattab bertemu dengan
anak pengembala yang mengembala lebih dari seratus ekor domba milik majikannya.
Umar ibnu khattab meminta anak tersebut untukd menjual seekor domba, tapi anak
itu menolak karena takut kepada Allah.
Kisah umar inilah kekuatan spiritual, yaitu melakukan
kebaikan karena nilai-nilai keilahian yang terpatri dalam diri manusia.
Kekuatan spiritual ini melahairkan sifat percaya diri pada manusia, karena ia
yakin bahwa kekuatan yang ia miliki adalah bagian dari kekuatan yang anugrahkan
pada dirinya.
Pusat kekuatan ini berada pada ruhani manusia.
Kedua, Waamalushhsalihat, orang yang menggunakan kekuatan kebaikan (Advertsity Quotient).
Dalam kehidupan sehari-hari orang ini kita kenal orang yang saleh. Orang yang
gigih, semangat tinggi, pantang menyerah dalam menjalankan misinya sebagai
khalifah dipermukaan bumi. Orang yang saleh adalah orang yang mempunyai
kemampuan untuk bertahan di tengah kalangan dan tantangan. Orang yang melakukan
kebaikan ditengah kejahatan yang meraja lela.
NASUN SHALIHUN
QALILUN FI NASIN ASIN KATSIRIN
Orang yang
mempertahan nilai nilai kebaikan ditengah orang-orang banyak yang melakukan
kemaksiatan.
Orang shaleh adalah figure sukses. Orang tidak
termasuk dalam keadaan merugi. Karena ia selalu memanfaatkan kebaikan sebagai
landasan melakukan sesuatu.
Anak muda yang shaleh,
sukses, dan tidak termasuk merugi adalah anak muda yang mampu bertahan
untuk mengatakan “tidak” ketika teman-teman sebayanya menyuguhkan narkoba
padanya. Anak muda yang mampu berkata “tidak mau” ketika diajak berjudi dan
berzina oleh rekannya. Ia kukuh dengan nilai keimanan yang ada pada dirinya.
Orang kantor yang shaleh adalah orang kantor yang
mampu berkata “tidak” ketika ia diminta untuk menjalankan manipulasi-manipulasi
yang menggerogoti uang Negara.
Jadi, orang yang saleh adalah orang yang senantiasa
melakukan kebaikan. Menolak melakukan kejahatan baik punya kesempatan maupun
tidak.
Kekuatan kesalehan ini melahirkan keinginan untuk
senantiada melakukan kebaikan di ala mini.
Kekuatan ini terletak pada kemauan ketabahan manusia
mengahadapi berbagai persoalan.
Ketiga, Watawa shaubil haq. (Orang yang berlomba-lomba memanfaatkan
energi intelektual, Intelektual Quotient).
Berlomba-lomba artinya ada kecenderungan kecemburuan
social ketika melihat orang lain sukses dari segi intelektual.
Ketika melihat anak orang lain sukses dalam
menyelesaikan matematika, tentu kita ingin anak kita lebih dari itu.
Berlomba di bidang intelektual ini telah berlangsung
secara sunnah tullah, secara alami pada manusia. Dari dari detik detik nilai
intelektual ini semakin miningkat. Jika orang mampu mendarat di bulan, ilmuan
lain ingin mendarat ke neptunus Pluto dan lain-lain. Ini adalah nilai
intelektual.
Orang yang tidak merugi adalah orang ikut bersaing di
bidang intelektual dalam rangka menegakkan kebenaran di alam ini.
Orang yang gigih melahirkan gagasan baru untuk
mensejahterakan umat manusia.
Kekuatan intelektual ini terletak pada otak manusia.
Produk dari kecerdasan intelektual dinamakan dengan ilmu. Allah berfirman
YARFAILLAHILLAZI
AMANU MINKUM wa utul ilma darajat.
Allah akan mengangkat orang yang beriman diantara
kamu, dan orang yang memanfaatkan pengetahuannya dengan beberapa derajat.
Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai-nilai
intelektual yang ditinggalkan oleh ilmuan terdalu masih bisa kita manfaatkan
sampai sekarang ini. Bahkan nama-nama mereka diabadikan dalam sejarah. Nama
imam syafi’I yang menulis kitab-kitab fikih masih kita gunakan sampai sekarang.
Teori-teori tentang atom, aljabar dan lain-lain masik kita manfaatkan hingga
sekarang.
Ilmuwan-ilmuwan ini orang yang menanam hari ini untuk
memetik hasilnya di esok hari. Meskipun ia telahmeninggal dunia, tapi karyanya
masih bermanfaat bagia kesejehteraan manusia. Wajar sekali Rasulullah bersabda.
JIKA MATI ANAK ADAM MAKA PUTUS AMALNYA KECUALI TIGA
PERKARA:
SADAKAH JARIYAH
ILMU YANG BERMANFAAT
DAN DOA ANAK YANG SALEH.
Nilai intelektual di tanam hari ini adalah infestasi
bagi kita ketika telah tiada di alam ini.
Orang ketiga
yang tidak merugi dan termasuk orang yang sukses adalah, orang yang
memanfaatkan energi emosional pada dirinya. Watawa shaubishshabr. Orang
yang senantiasa sabar dalam berbagai keadaan. Potensi Emosional ini memegang
peran penting dalam hidup manusia. Meraka yang memiliki kematangan emosional
mampu memecahkan masalah dan mengatasi masalah emosional dan social. Lebih bisa
mengendalikan amarah, membangun relasi dengan orang lain, bertanggung jawab dan
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Menanamkan nilai Watawa
shaubishshabr melahirkan keseimbangan pada kesadaran diri, control
emosi, toleransi, dan daya juang yang kuat dan relasi social yang baik.
Semoga ada manfaatnya.
ORANG-ORANG ANEH
Sidang jum’at yang berbahagia,
Pada jum’at sekarang ini saya ingin mengajak para
hadirin merenungkan tentang orang-orang Ghuraba’, yaitu
orang-orang aneh. Orang-orang yang hidup dalam gaya yang tetap dalam keimanan
meskipun dunia di sekitarnya telah luluh dalam luluh dalam ragam kemaksiatan.
Dalam sebuah hadits rasulullah bersabda: Thaba
lil gharaba’ (berbahagialah orang-orang yang aneh atau ghuraba’).
Peratanyaan yang akan uncul adalah siapakah
orang-orang aneh atau al-ghuraba’ yang disebutkan oleh Rasulullah
sehingga dido’akan kebahagiaan bagi mereka?
Tanda-tanda mereka disebutkan oleh Rasulullah dalam
sabdanya adalah sebagai berikut:
Pertama,
الذين يصلحون إذا فسد الناس
“orang-orang yang
mereformasi kehidupan manusia dikala manusia penuh dengan kemaksiatan”
Dalam hadits lain disebutkan:
ناس صالحون قليل في ناس كثير
“orang-orang yang soleh
yang jumlah mereka amat sedikit, hisup ditengah-tengah manusia durhaka”
Pada hari ini kita membutuhkan Ghuraba’, orang
orang yang ingin memperbaiki masyarakat di sekitarnya.
-
ketika
orang lain datang dan menyatakan bahwa korupsi sekarang merupakan kebudayaan
masyarakat, hal yang sudah lumrah dan biasa. Ia tampil kepermukaan mengganyang
korupsi. Melawan segala bentuk kemaksiatan. Baik bagi dirinya maupun bagi orang
lain.
-
Ketika
orang lain menyatakan bahwa suap itu adalah hal yang biasa, sebagai uang
pelicin, oleh-oleh agar bisa lulus dalam berbagai usaha, ahl al-Ghuraba’
muncul dengan mempertahan keimanannya dengan menyatakan bahwa kolusi itu memang
haram. Bukan hanya pada saat punya
peluang untuk menyuap itu ada, maka ia menjadi halal. Lalu pada saat kita tidak
mempunyai tempat untuk kolusi hal itu kita haramkan. Orang al-Ghuraba’ konsisten
bahwa bagaimanapun kondisinya yang baik tetaplah baik dan yang jelaek tetap
dilarang.
Orang orang inilah yang oleh ulama fiqh istilahkan
طاهر في نفسه مطهر لغيره
“dia suci dalam dirinya, dan dia juga
berusaha menyucikan orang lain.”
Pribadinya bersih,
dan dia berusaha membersihkan orang lain. Tingkah lakunya indah, dan dia
berusaha mengindahkan tingkah laku orang lain.
Orang-orang semacam inilah yang dikatakan oleh
Rasulullah: Thuba lil al-Ghuraba’ (berbahagialah orang-ornag yang lain
dari yang lain).
Kedua,
الذين يزيدون إذ نقص الناس
Orang-orang menopang kekurangn manusia lainnya
Di dalam masyarakat, kita sering mencari orang yan
gkuat keyakinannya. Kadang-kadang kita meraba-raba, siapa orang yang patut
dijadikan contoh dalam kehidupan ini. al-Ghuraba’ biasanya tampil sebagi
manusia model, manusia yang bisa dijadikan contoh karena kebersihan dan
kesucian pribadinya, sementara orang-orang disekitarnya berkecamuk dalam
kemunafikan, usaha menjilat ke atas dan
memeras ke bawah.
al-Ghuraba’ adalah
pribadi yang
-
ketika
orang lain kehilangan identitas Islam, atau Islam hanya sebatas KTP, mereka
menunjukkan: beginilah Identitas Islam.
-
Ketika
orang kebingungan untuk mempunyai pedoman, pribadi mereka menunjukkan tuntutan
yang jelas.
Rasulullah bersabda bahwa al-Ghuraba’ itu
adalah:
الذين يزيدون إذ نقص الناس
“mereka yang menampah sesuatu yang tidak dimiliki
oleh manusia lain”
Merupakan bintang bagi orang lain di tengah gelapnya
malam.
Ketiga,
الذين يحيون سنتي بعد أماتها
الناس
Orang
kembali menghidupkan sunahku setelah sunah itu dimatikan orang lain.
-
Ketika
bid’ah menyebar ke tengah-tengah masyarakat, mereka mengajak umat kembali
kepada al-Qur’an dan Sunah.
-
Ketika
beberapa ajaran Rasulullah ditinggalkan ia tampilkan kembali ajaran Rasulullah.
-
Ketika
orang berlomba-lomba menumpukkan kekayaan dengan berbagai macam cara yang
kadang-kadang tidak melalui jalur yang benar ia tetap mempertahankan
kesederhanaan dengan keiman yang penuh kepada Allah.
-
Orang
mampu memposisikan dunia sebagai mana forsinya. Sebab keadaan manusia terhadap
dunia itu, pertama, menjadikan
dunia sebagi tujuan. Kedua, Menjadikan dunia sebagai jembatan. Ketiga,
Menjadikan dunia sebagai penjara
Sidang jum’at yang berbahagia,
Islam memanggil umatnya sekarang ini untuk tampil
sebagai al-Ghuraba’,
-
untuk
menjadi para pembaharu,
-
untuk
menjadi orang yang memperbaiki masyarakat ketika masyarakat telah rusak,
-
orang yang
mau memelihara kebersihan dirinya ketika kotoran sudah dianggap sebagai
kebudayaan
-
orang yang
menjadi model bagi kehidupn manusia lainnya dari sege kebersihan jiwa dan
raganya.
-
Orang yang
menjalankan agama dengan sungguh-sungguh.
Sebab, walaupun kelompok al-Ghuraba’ini amat
kecil, namun mempunyai pengaruh besar terhadap manusia lainnya. Kalau al-Ghuraba’
ini hilang hilang pula kesempatan orang lain untuk memperbaiki dirinya.
Allah Swt berfirman:
فلولا كان من القرون من قبلكم أولو بقية ينهون عن الفساد في الأرض إلا
قليلا ممن أنجينا منهم واتبع الذين ظلموا ما أترفوا فيه وكانوا مجرمين
وما كان ربك ليهلك القرى بظلم وأهلها
مصلحون
Andai kata dahulu pada umat sebelum kamu ada
orang-orang yang memiliki keistimewaan yang berani mencegah umat dari kerusakan
di bumi, tentu tidak akan terjadi kebinasaan kepada umat terdahulu. Sayang,
“firman Allah,” hanya sedikit saja orang yang mau berbuat seperti itu, yaitu
golongan yang kami selamatkan antara mereka. Adapun orang-orang yang zhalim
hanya mengikuti orang-orang yang berbuat kemewahan di bumi, dan mereka berbuat dosa.
Dan tuhanmu tidak akan membinasakan satu negeri dengan
kezaliman selama ditengah-tengah masyarakat itu ada kelompok yang memperbaiki
masyarakat itu. (QS: 11:116-117)
Allah tidak akan menghancurkan suatu negeri apabila di
negeri itu masih tampil kelompok ghuraba’ , kelompok orang asing ,
kelompok orang yang berbeda dengan kabilahnya, kelompok orang yang membawakan
keyakinannya dengan bersedia memikul resiko apa pun yang dihadapinya.
Rasulullah bersabda:
Thaba lil gharaba’ (berbahagialah orang-orang yang aneh atau ghuraba’).
Sidang jum’at yang berbahagia,
Akhirnya,
-
kalau kita
tidak sanggup menjadi ghuraba’, maka beri berilah kesempatan orang lain
untuk menjadi ghuraba’.
-
Kalau kita
tidak sanggup mempertahankan keyakinan, belajarlah memberi toleransi kepada
dmereka yang mau menyatakan keyakinannya.
-
Kalau kita
tidak sanggup mengemukakan pendapat yang berbeda dengan kebanyakan orang,
berilah orang lain menyetakan pendapat yang berbeda.
-
Kalau kita
tidak sanggup memberi manfaat kepada orang lain, paling tidak kita tidak
menimbulkan mudharat bagi orang lain.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفى عني وإياكم بما فيه من
الأيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
ISLAM MEWAJIBKAN HIDUP
BERSIH, INDAH DAN TERTIB
Sidang Jama’ah
Jumat yang mulia
Orang-orang yang betul-betul beriman kepada Allah
tidak sedikitpun meragui ketentuan Allah atas dirinya dan alam seluruhnya.
Dikala otak sedang hening dan hati sedang jernih, cobalah kita merenungkan alam
ini agak sejenak! Coba kita perhatikan keindahan bunga mekar, warnanya yang
indah; merah, kuning, lembyung jingga, dan lain-lain, dan baunyapun antara satu
dengan yang lain berbeda harumnya. Telah berribu ahli kecantikan hendak
menirunya, namun tidak satupun yang berhasil. Gerangan siapa yang mencipkan
bunga yang berwarna-warni seindah ini? alangkah halusnya tangan yang
menciptakan segala ini! disini manusia tertumbuk kepada sang maha pencipta yang
maha agung.
Berbagai keindahan alam yang disediakan tuhan ini
semata-mata untuk ketenangan manusia. Gunung tinggi menjulang hijau, laut terhampar
biru, gemercik air, kicauan burung dipagi hari. Semua itu anugrah keindahan
yang mempuyai kreasi seni yang sangat tinggi untuk dinikmati oleh manusia.
Dengan kata lain, alam semesta adalah titipan Allah bagi Manusia.
Sidang
Jama’ah Jumat yang mulia
Terhadap titipan Allah berupa alam semesta ini, ada
beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia. Minimal ada dua cara yang
atur oleh Al-quran terhadap pelestarian alam, yaitu taskhir dan istikhlaf.
Taskhir berarti manusia diberi kewenangan untuk menggunakan alam raya guna
mencapai tujuan penciptaannya sesuai
dengan tuntunan ilahi. Allah mengeraskan bahwa Allah menciptakan alam semesta
ini mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Taskhir adalah izin dari Allah untuk melsetarikan
alam semesta dengan jalan memanfaatkan alam semesta sebagaimana semestinya.
Pemanfaatan dengan metode ini dapat dilakukan dengan
bercocok tanam sembari melestarikan lingkungan.
Rasulullah bersabda:
: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا
فَيَأْكُلُ مِنْهُ الطَّيْرُ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَةٌ اِلاَّ كاَنَ لَهُ
بِهِ صَدَقَةً. (رواه البخاري)
“Rasulullah SAW bersabda:
Apa-apa yang ditanam seorang muslim baik tanaman tahunan maupun musiman, lalu
tanamannya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, niscaya hal itu
merupakan shadaqah baginya.”(HR. Bukhari)
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : مَا مِنْ رَجُلٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ
كَتَبَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ قَدْرَ مَا يَخْرُجُ مِنْ
ثَمَرِ ذَلِكَ الْغَرْسِ (رواه أحمد)
"Rasulullah bersabda: Apa-apa yang ditanam oleh seorang muslim, niscaya
Allah yang Maha Perkasa telah menuliskan pahala baginya sebanyak buah yang
keluar dari pohon tersebut.”(HR. Ahmad)
Berdasarkan pentingnya makna
pelestarian alam dengan jalan memanfaatkannya ini, maka sudah seyogyanya kita ikut mendukung
program pemerintah dalam hal penghijauan di kabupaten kerinci ini.
Metode pelestarian alam yang kedua
yaitu istikhlaf. Istikhlaf berkaitan dengan
penugasan Allah kepada manusia sebagai khalifah di bumi. Semua anugrah,
kekayaan, bahkan nyawa sekalipun merupakan titipan Allah bagi manusia. Manusia
dipercayakan oleh Allah untuk mengatur alam semesta selama ia hidup di dunia
ini. pemberian kepercayaan (tuhan antara lain menggariskan bahwa hubungannya
dengan alam semesta tidak bersifat menaklukkan, tetapi bertujuan untuk
menciptakan integrasi harmonis dan kebersamaan dalam ketaatan kepada Allah.
Ada tiga kewajiban yang harus dilakukan
oleh manusia untuk melestarikan alam semesta. Dengan kata lain, ada tiga
aktifitas konkrit yang harus dilaksanakan oleh manusia terhadap alam semesta.
Pertama,
menjaga keindahan alam semesta.
Dalam ilmu tasawuf disebutkan bahwa alam semesta dan
manusia mempunyai kesamaan derajat disisi Allah. Objek alam bukanlah musuh
manusia yang harus ditaklukkan sebagiman mitos yang berkembang di Yunani Kuno.
Alam raya sejajar dan senasib dengan manusia dalam ketundukannya kepada Allah.
Alampun ikut mengagungkan Allah, meskipun manusia tidak dapat memahaminya.
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (al-hadid
ayat 1)
Oleh karena itu Allah mengamanatkan kepada manusia
untuk mengatur alam semesta. Pada mulanya, menurut al-Qur’an langit dan bumi
berdiri sejajar, ketika Allah menawarkan amanat kepada langit dan bumi,
keduanyapun menolakknya. Namun amanat itu diterima oleh manusia sebagai
khalifah di bumi sebagaiman yang Allah firmankan dalam surat al-ahzab ayat 72:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
Oeh karena itu, manusialah yang mempunyai tugas untuk
menjaga kelestarian keindahan lingkungan. Karena keindahan lingkungan merupana
bagian dari fenomena alam yang telah disipka oleh Allah bagi manusia itu
sendiri.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda
Innallahha jamilun yuhibul jamal
Sesungguhnya Allah
itu indah, ia menyukai keindahan.
Kedua, kebersihan lingkungan.
Pelestarian alam juga bisa dilakukan dengan menjaga
kebersihan lingkunga. Sebagain orang menganggap remes kebersihan lingkungan.
Kenyataan menunjukan kebersihan lingkungan dapat mempengaruhi pencalonan kepada Negara dari segi politik.
Hal ini dapat dilihat dari isu yang dikembangkan oleh
salah satu kondidat presiden Amerika serikat sebelum Bill Klinton yang untuk
menggoyahkan lawan politiknya. Akhirnya salah satu kondidat presiden tiu gagal
menjadi presiden karena ia tidak mampu menanggulagi persoaln kebersihan di
ranah kelahirannya.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia beberapa waktu
yang lalu. Isu nasional yang hangat diberitakan oleh media massa dan
elektronika yaitu isu sampah yang menggunung
di Bandung. Persoalan sampah di Bandung ini pula yang menyebabkan
Presiden Republik Indonesia harus turun tangan menangani persoalan ini langsung
ke lokasi penumpukan sampah dibandung. Isu sampah ini pada awalnya hanya itu
nasional, ternyata menjadi di isu yang cukup menarik di dunia internasional.
Dengan kenyataan di atas dapat di pahami bahwa
persoalan kebersihan lingkungan tidak bisa di abaikan. Kita punya tanggung
jawab secara moril maupun materil untuk menangi persoalan.
Dalan Islam kebersihan lingkungan merupakan amanah
yang telah dititipkan Allah kepada manusia untuk senantiasa menjaga. Orang yang
senantiasa menjaga kebersihan adalah orang melaksanakan amanah yang dititipkan
Allah kepada kepadanya. Oleh karena itu orang tersbut wajar diberi penghargaan
oleh Allah berupa pahala, kemulyaan dan lain sebagainya.
Orang yang
hidup bersih berarti menjalankan perintah Allah dalam kehidupannya. Hal ini
terkait dengan nilai-nilai keimanannya kepada Allah. Nimbi bersabda:
Annazafatu minal iman
Kebersihan itu bahagian dari iman.
Akhirnya khatib berpesan, agar kita senatiasa menjaga
keindahan dan kebersihan lingkungan kita karena itu merupakan amanah yang Allah
titipkan pada kita. Terutama sekali Kerinci akan kedatangan tamu dari luar
daerah Kerinci pada Pekan olah Raga daerah tanggal 18 sampai 25 Juni 2006 ini.
hendaknya kita sama-sama menjaga lingkungan kita menjadi bersih, Indah dan Tertib.
Sehingga tamu kita yang kembali ketempat merekan dapat membawa kabar gembira
tentangn keindahan dan kebersihan kabupaten kerinci serta kerinci dapat
terhindar dari fitnah isu nasional tentang kebersihan. Orang-orang yang
melakukan pengrusakan terhadap lingkungan akan mendapat ancaman dari Allah SWT
sebagai mana firmannya dalam surat Qasas ayat 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
ZAKAT SEBAGAI
PEMBERSIH HARTA DAN JIWA
Kaum Muslimin yang kami hormati...
Agama Islam
yang kita anut saat ini adalah agama yang sangat menekankan adanya
keseimbangan. Coba kita lihat segala sesuatu di dunia ini diciptakan, semuanya
dibuat secara seimbang, sehingga tata nilai dan sistem yang membentuknya
menjadi pokok. Tuhan menciptakan bumi dan seisinya berpasang-pasangan juga
merupakan bagian dari konsep keseimbangan sebagai sebuah hukum alam. Ada siang
maka ada malam, ada laki-laki maka ada pula perempuan, ada kebaikan maka ada
juga kejahatan demikian seterusnya.
Dalam
bidang hukum dan ibadah, Islam juga mengaturnya demikian, ibadah dalam Islam
tidak hanya menekankan kepada bentuk kesalehan individu yang tercermin dalam
ibadah-ibadah ritual keseharian. Tetapi dalam banyak hal, Islam menekankan
bentuk kesalehan sosial yang selalu menjadi nilai terkait dari ibadah ritual
individual yang telah dilaksanakan. Maka hikmah pelaksanaan ibadah ritual tidak
hanya membentuk pribadi orang yang bersangkutan, tetapi secara umum harus mempunyai
nilai tambah dalam kegiatan sosial di masyarakat. Salah satu ibadah yang
berhubungan langsung dengan dimensi sosial kemasyarakatan adalah zakat. Ibadah
zakat merupakan salah satu kewajiban umat Islam yang harus dilaksanakan. Perhatikan firman Allah SWT. :
وَأَقِيْمُوْاالصَّلاَةَ وَآتُوْاالزَّكَا ةَ...
Artinya:
“…dan
dirikanlah sholat, serta tunaikanlah zakat
Jama’ah Shalat Jum’at yang Muliakan Allah…
Dalam AI-Qur'an kata zakat disebut bersama-sama kata
shalat sebanyak 70 kali, dan keduanya sangat ditegaskan sebagai landasan utama
agama Islam, yang tanpa keduanya tidak akan ada keselamatan (lihat Q.S.
2:3,43,83; 4:77,162; 21 :73).
Zakat yang
dikeluarkan untuk saudara kita, pada hakikatnya menjadi pembersih harta dan
diri kita sendiri. Mengapa demikian, karena didalam harta yang kita kumpulkan
sebagai anugerah Allah SWT, terdapat sebagian hak orang lain, terutama bagi
mereka yang tidak mampu. Coba kita ilustrasikan, bahwa mustahil kita dapat
menjadi seorang pedagang yang kaya jika tiada seorang pembelipun, dan
barangkali sebagian pembeli tersebut adalah orang yang sedikit rezeqinya alias
orang tak mampu. Demikian pula, tidak akan bisa kita menjadi seorang pengusaha
sukses manakala tiada seorangpun yang mau menjadi karyawan atau buruh di
perusahaan yang kita miliki, begitu seterusnya. Lihat firman Allah SWT. :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu
membersihkan dan mensucikan mereka. Dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya
do’amu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka . Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103).
Dalam
ayat-Nya yang lain Allah juga mengungkapkan:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقُّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوم
Artinya:
“Dalam harta
mereka ada hak untuk (orang miskin yang meminta) dan yang tidak berkecukupan
(walaupun tidak meminta)” (QS. Al-Dzariyat : 19).
Jadi,
rizqi dari orang miskin dan fakir sesungguhnya dititipkan oleh Allah dalam
hartanya orang kaya. Oleh karenanya wajib hukumnya kita mengembalikan titipan
tersebut kepada orang yang berhak, baik saat ada yang memintanya ataupun saat
tidak ada yang memintanya. Dalam salah satu Hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud dari Sa’id Al-Khudri, Rasulullah SAW
bersabda:
مَنْ كَانَ عِْندَهُ فَضْلُ
ظَهْرٍفَلْيَعُدْ ِبهِ عَلَى مَنْ لاَ ظَهْرَلَهُ,وَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ فَضْلُ
زَادٍ
فَلْيَعُدْبِهِ عَلَى مَنْ زَادَلَهُ.
Artinya:
“Barang siapa
yang mempunyai kelebihan punggung (dari binatang yang dikendarainya), maka
hendaklah ia memberikannya kepada orang sama sekali tidak bisa mendapatkan
kendaraan. Dan barang siapa yang mempunyai kelebihan bekal, maka hendaklah ia
memberikan kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai bekal. (HR. Muslim,
Ahmad dan Abu Dawud)
Sungguh
kita menjadi orang dzalim sekaligus merugi jika tidak menunaikan perintah
mengeluarkan sedikit dari yang kita miliki. Mengapa merugi? Karena harta yang
kita miliki menjadi “kotor”. Harta yang kotor niscaya tidak akan membawa kepada
keberkahan, dan terlebih parah hal ini akan menjadikan jiwa kita menjadi kotor
pula. Na’udzubillahi min dzalik. Tiada kerugian yang lain yang kita
dapatkan karena jiwa kita kotor. Apa yang kita banggakan kalau jiwa ini sudah
hitam, kelam dan membeku seperti batu. Kebaikan dan keberkahan yang dibiasa
dibawa oleh para malaikat menjauh semuanya, bukankah keberkahan dari Allah azza
wa jalla yang kita cari sesungguhnya?
Jama’ah Shalat
Jum’at yang dirahmati Allah…
Selain dimensi kemasyarakatan, zakat juga perlu untuk
mengembangkan moralitas pribadi. Maka zakat sebagaimana shalat merupakan bagian
pelaksanaan program yang , diperintahkan AI-Qur’an untuk memperbaiki jiwa
manusia. Dalam konsep ekonomi Islam, Al-Qur’an melarang manusia untuk
mengeksploitasi harta secara berlebihan. Islam mengajarkan agar manusia
memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki seperlunya, sehingga tidak terjadi
kerusakan-kerusakan yang timbul setelah pemanfaatan tersebut. Dan mengenai
harta kekayaan, Islam melarang akumulasi harta pada , golongan tertentu di
kalangan masyarakat.
Karenanya,
Islam mengingatkan kepada orang-orang yang mempunyai harta tentang perlunya
tanggung jawab sosial. Siapa lagi yang harus dan kita harapkan membantu
saudara-saudara kita tersebut selain kita sendiri. Harapan kita adalah
bagaimana menciptakan strata kesejahteraan yang lebih adil dan tidak timpang
antara golongan ekonomi lemah dengan golongan ekonomi yang lebih kuat.
Bagaimanapun, golongan ekonomi lemah tidak mempunyai akses dan kekuatan yang
sama dengan mereka yang lebih kuat. Golongan ini membutuhkan lebih banyak
bantuan dari berbagai sektor.
Allah
mengancam orang-orang yang menimbun perak dan emas juga kekayaan lain, tetapi
tidak mempergunakan untuk kepentingan umat dan agama. Allah juga menyebutkan
orang-orang yang tidak memperdulikan nasib anak yatim dan orang-orang miskin
sebagai „orang yang mendustakan agama“. Sebaliknya Allah memberikan kabar
gembira terhadap orang yang suka mendermakan hartanya di jalan Allah dengan
pahala yang berlipat ganda. Dan Allah menegaskan bahwa di dalam kekayaan
seseorang terkandung hak masyarakat.
أَرَءَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ {1} فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ
الْيَتِيمَ {2} وَلاَيَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ {3} فَوَيْلُُ
لِّلْمُصَلِّينَ {4} الَّذِينَ هُمْ عَن صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ {5} الَّذِينَ هُمْ
يُرَآءُونَ {6} وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ {7}
Artinya:
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah
orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai akan shalatnya, orang-orang
yang suka riya’ dan juga orang-orang yang enggan untuk tolong menolong
(meminjamkan) dengan barang-barang berguna”. (QS. Al-Maa’uun :1-7 )
Dalam ayat diatas, kita dapat
melihat bahwa redaksi ayat tersebut
bukanlah „tidak memberi makan“ melainkan „tidak menganjurkan memberi makan“.
Ini mencerminkan sikap kepedulian terhadap sesama. Bagi mereka yang tidak
memiliki kemampuan memberi, minimal harus menganjurkan pemberian itu. Jika
inipun tidak mampu untuk kita lakukan, sesuai surat al-Maun diatas,
bersiap-siaplah kita digolongkan oleh Allah sebagai orang yang mendustakan
agama.
Kaum Muslimin yang Kami Hormati...
Salah satu dari bentuk zakat itu adalah zakat fitrah,
yang baru saja kita tunaikan setelah melaksanakan puasa Ramadhan lalu. Zakat
fitrah ini wajib hukumnya bagi setiap individu, tentu saja bagi yang mempunyai
kelebihan harta. Hal ini bertujuan agar pada saat hari idul fitri dirayakan,
tidak ada seorang muslimpun yang merayakannya dalam keadaan lapar karena tidak
makanan. Sungguh menjadi sebuah ironi, sebagaimana kebiasaan kita pada saat
lebaran, kita sepertinya berpesta pora dengan pakaian juga makanan serba mewah
dan lezat yang berlimpah, tetapi pada saat yang sama ada diantara saudara kita
yang jangankan untuk menikmati makan nan mewah dan lezat, segenggam nasipun ia
tidak mempunyai, walau hanya untuk sekedar mengganjal perut. Coba para jama’ah
sekalian sepulang dari sholat id ini, saat kita menyantap makan yang telah
tersaji, kita sedikit membayangkan kondisi saudara kita yang papa yang biasanya
ada di jalan-jalan yang meminta-minta. Mari juga kita membayangkan bagaimana
kira-kira kondisi anak-anak yatim piatu yang ada di panti asuhan, sudahlah
mereka tidak mempunyai orang tua, bagaimana juga seandainya sekarang mereka tidak
mempunyai baju untuk dipakai atau makanan untuk disantap. Mari kita
membayangkan seorang bapak tua yang renta yang masih mengais rejeki saat semua
orang berpesta dengan ketupat dan lauk-pauknya sembari mengenakan pakaian baru
yang mahal. Bagaimana jika kondisi tersebut terjadi pada kita, pada orang tua dan anak-anak kita? Bagaimana
perasaan kita? Bersyukurlah saudara-saudara ku terhadap apa yang telah Allah
berikan kepada kita sebagaimana yang kita rasakan sekarang, dan salah satu cara
dari bersyukur itu adalah kita mau berbagi kepada mereka yang papa, mereka
adalah saudara kita, dan jumlah mereka banyak. Mari setelah sholat ini kita
jalan-jalan keluar sambil membawa rezeqi untuk kita bagikan, alangkah senang
bagi mereka yang telah mendapat uluran tangan para jama’ah sekalian. Setelah
kita wafat, tidak ada yang kita bawa dari harta yang banyak tersebut kecuali
amal yang telah kita perbuat dengan ikhlas.
Dalam
doktrin Islam, kita dapat menemukan satu ajaran bahwa sangat tidak pantas kita
memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier saat disekitar kita dalam radius 40
rumah masih ada saudara-saudara kita yang belum dapat memenuhi kebutuhan primer
mereka.
Dalam hadistnya
Rasullullah SAW bersabda:
مَاآمَنَ رَجُلٌ
بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارَهُ جَاِئعٌ إِلَى جَنَابِهِ وَهُوَيَعْلَمُ
Artinya:
“tidaklah beriman
dengan baik orang yang bermalam dengan perut kenyang, padahal tetangganya
berbaring dalam keadaan lapar, sedang ia mengetahui keadaan tetangganya itu” (al-hadist)
Orang-orang
yang kaya tidak akan dapat melepaskan tanggung jawab mereka di hadapan Allah
SWT kelak di hari kiamat, terhadap pencopetan, pencurian dan perampokan yang
terpaksa dilakukan oleh orang-orang miskin, disebabkan orang kaya tersebut
tidak pernah menafkahkan sebagian harta mereka. Demikian pula, para pejabat
pemerintah tidak dapat membebaskan diri mereka dari tuntutan Allah SWT di
padang mahsyar kelak, karena kebijakannya yang menimbulkan kemiskinan dan
kemelaratan. Naudzubillahi min dzalik, mudah-mudahan kita tidak termasuk
golongan orang-orang demikian. Amiin ya Rabbal Alamiin.
Kewajiban
yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikan zakat, semoga dapat
menyadarkan kita sekalian akan tanggung jawab kita sebagai makhluk social. Akhirnya
mari kita bermunajat kepada Allah SWT, semoga Allah berkenan untuk memaafkan
segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang telah kita lakukan.
KHUTBAH KEDUA
الحد لله حمدا
كثيرا كما أمر. أشهد أن لا إله إلا الله
وحده لاشريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله المبعوث إلى سائر البشر. اللهم فصل
وسلم وبارك على سيدنا ومولانا محمد نور الأنور. وعلى أله و أصحابه مصابه الغرر.
أما بعد.
فيا عبا د الله
رحمكم الله: أوصيكم و إياي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون.
قال تعالى: ولم يذل
قائلا عليما. إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيهاا الذين أمنوا صلوا عليه
وسلموا تسليما.
اللهم صل على سيدنا
محمد وعلى أل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم. وبارك
على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا
إبراهيم. في العالمين إنك حميد مجيد.
اللهم اغفر
للمسلمين و المسلما ت و المؤمنين و المؤمنات الأ حيا ء منهم و الأموا ت, إنك سميع
قريب مجيب الدعوا ت. ربنا هبلنا من أزواجنا و ذريا تنا قرة أعين و اجعلنا للمتقين
إماما. ربنا اتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة و قنا عذاب النا ر
عبادالله , إن الله يأمركم بالعدل و الإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن
الفخشاء و المنكر و البغى يعظكم لعلكم تذكرون. ولذكرالله أكر.
Meningkatkan Akidah
Hadirn
jamaah Jumat yang mulia,
Di
antara sahabat-sahabat Rasulullah Saw, Ali bin Abi
Thalib terkenal sebagai sahabat muda yan~.cerdas, pemberani, dan
saleh. Sejak usia enam tahun ia dipelihara,
dididik, dan ditempa di rumah Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah
meninggal dunia,
ia berusia berusia 33 tahun. Seluruh masa remajanya
dipergunakan untuk mempelajari, mengamalkan,
dan memperjuangkan Islam. Dari Nabi Saw ia mereguk ilmu Islam yang paling mendalam sehingga Umar tidak akan mengambil keputusan dalam satu majelis kalau di situ ada Ali bin Abi Thalib.
Karena sering tidur di lantai masjid
yang berdebu, ia digelari Rasulullah
Saw sebagai Abu Turab, Bapak Debu.
Karena keberaniannya di medan perang, orang bersyair baginya, "Tidak ada pemuda seperti Ali, tiada pedang seperti Zul Fiqari." Karena selalu
memelihara kesucian dirinya dan
memlihara wajahnya dari memandang
hal-hal yang aib, umat Islam setiap disebut
namanya mengucapkan:
"Semoga
Allah memuliakan wajahnya. "
Karena
kedalamannya dalam keutuhan (ma'arif ilahiyah), Ali disebut sebagai imam
para arifin setelah Rasulullah Saw.
Kali ini
saya tidak akan membicarakan Ali bin Abi Thalib.
Saya ingin merenungkan beberapa kalimat ucapannya
seperti yang dapat kita baca dalam Nahjul Balaghah
yang disyarahi Syeikh Muhammad Abduh. Kita
ingin mereguk sebagian ma'arif ilahiyah yang
diajarkannya.
Ali bin
Abi Thalib berkata:
"Permulaan agama ialah
mengenai Dia (ma'rifah), kesempurnaan
mengenal Dia ialah membenarkannya (tasdiq),
kesempurnaan tasdiq ialah
mengesakan-Nya
(tauhid),
dan sempurnaan tauhid ialah ikhlas bagi-Nya".
Kalimat
singkat ini telah diteliti dan direnungkan secara
mendalam oleh seorang alim sehingga tertulis sebuah
kitab yang mengupas filsafat keutuhan secara mendalamo
Ali wal-Falsafatul-Ilahiyah.
Ahli tasawuf memandang kalimat ini sebagai
penunjuk jalan dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah Swt, Kita ingin
mengunakan ucapan Ali untuk memahami sampai
di mana akidah, Islamiah kita. sampai di mana
keimanan kita.
Ma'rifah
"Yang
paling awal dari agama ialah mengenal Allah," kata
Ali. Keyakinan bahwa ada Pencipta alam
semesta, keyakinan bahwa di luar alam nyata ini ada AlKhalik,
sudah ada pada manusia sejak kehadiran mereka
di dunia. Manusia adalah makhluk jasmani dan rohani.
Di samping kebutuhan-kebutuhan jasmani, ia pun
menuntut kebutuhan-kebutuhan rohani. la
ingin memuja kekuatan yang Mahatinggi, dan ingin menyerahkan diri kepada-Nya. la ingin mengadu dan memohon pertolongan kepada kekuatan gaib dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Ia ingin memiliki tempat bergantung, tumpuan hidup, dan
doa.
"Manusia
adalah makhluk beragama," kata Jung, seorang
psikolog. Tanpa keyakinan akan adanya Tuhan, manusia mengalami kehampaan
spiritual. Ia mudah mengalami guncangan batin, depresi, dan kehilangan
arah. Hidupnya tidak bermakna. Oleh karena itu, menolak adanya Tuhan adalah menolak fitrah kemanusiaan, menyingkirkan dimensi
rohaniah dari kehidupan, menjadikan
diri manusia tidak utuh.
Keyakinan
kepada adanya Tuhan bukan hanya didorong oleh kebutuhan rohaniah.
Keyakinan ini juga lahir karena menyaksikan berbagai tanda kekuasaan
Allah di alam semesta. Seorang biolog akan termenung takjub ketika ovum yang
sudah : dibuahi membelah dirinya menjadi belahan sel-sel yang kecil sementara berenang dalam tabung fallopian. Ia lebih takjub lagi ketika sel-sel itu berhimpun dengan sel-sel
sejenis dan membentuk sistem saraf, sistem
cerna, dan sistem pernapasan. Lalu
sistem-sistem itu bekerja sama sehingga terbentuk kehidupan. Dia akan terpaksa bertanya "Siapa yang mengatur semuanya ini?" Seorang astronom
terpukau menyaksikan letak bumi yang
begitu tepat. Tidak terlalu dekat dengan matahari sehingga tidak hancur
karena temperatur yang terlalu tinggi, dan tidak
terlalu jauh sehingga makhluk-makhluk hidup tidak membeku. Agar tidak hancur dengan tembakantembakan meteor. Bumi
dilapisi ozon yang melindungi makhluk
hidup dari sinar matahari yang mematikan. Tak mengherankan kalau ilmuwan ruang angkasa Wernher von Braun berkata, "Salah satu hukum
ilmu kealaman yang paling mendasar
ialah bahwa segala kejadian di dalam
dunia fisik ini diawali dengan sebab.Mak
akan ada ciptaan tanpa adanya semacam Pencipta spiritual." Harus ada master designer.
Al-Qur'an
berkata,
"Bila
ditanyakan kepada mereka, 'Siapa yang menciptakan
langit dan bumi, serta menggerakkan matahari
dan bulan.' mereka berkata, 'Allah.' Tetapi, mengapa mereka berpaling dari kebenaran?"
(Q.S. 29:61)
Ya,
mengapa mereka berpaling dari kebeneran? Mereka percaya kepada Allah, tetapi
mereka tidak menyembah-Nya.
Banyak orang Islam tidak pernah masuk
masjid, banyak orang Kristen tidak ke gereja, banyak orang Hindu tidak pergi ke tempat pemujaan mereka.
Tetapi
nanti, kalau suatu saat mereka ditimpa musibah,
mereka teringat akan Allah. Ketika semua
ikhtiar sudah habis, ketika semua kekuatan telah tak berdaya,
merintihlah Anda di hadapan Allah, memohon
pertolongan-Nya. Atau nanti, ketika Anda melakukan dosa
besar, lalu jiwa Anda gelisah, tidak
tenteram,
Anda datang bersimpuh di hadapan Dia Yang Mahatinggi, memohon ampunan-Nya.
"Sempurnanya
ma'rifat ialah membenarkan Dia," kata
Ali. Pengenalan kepada Allah akan sempurna bila
disusul dengan membenarkan apa yang disampaikan-Nya.
Pembenaran (at-tasdiq) dilakukan dengan amal
saleh. Yakin saja bahwa Allah itu ada, tidak bermanfaat
apa-apa. Keyakinan ini harus dibuktikan dengan
amal saleh. At-tasdiq adalah tahap kedua dalam perjalanan
akidah. Karena itulah dalam AlQur'an, kata alladzina
amanu sering diiringi dengan wa 'amilus
shalihat. Percaya kepada Rasulullah harus
disusul dengan usaha untuk mengikuti petunjuk dan
contoh yang diberikannya. Percaya kepada Kitabullah
harus dinyatakan dengan menerapkan isi Kitab
Allah dalam kehidupan sehari-hari. Percaya kepada Hari
Akhir, harus ditampakkan dengan persiapan menghadapinya.
Imam
Bukhari berkata
"Aku
sudah berjumpa dengan ribuan ulama di berbagai
kota. Tidak seorang pun aku lihat berselisih
paham bahwa iman adalah ucapan dan amal,
dapat bertambah dan berkurang. "
"Sempurnanya
tasdiq ialah tauhid." Tauhid adalah tahap
ketiga. Tauhid berarti meyakini bahwa kita hanya
menyembah dan meminta tolong kepada Allah Yang
Satu. Banyak orang beribadah menyembah kepada
Yang Gaib, tetapi dengan harapan amalnya dinilai
manusia. Ia mempersekutukan Allah dengan manusia.
Ini syirkul ashgar menurut Rasulullah Saw. Inilah syirik
yang tersembunyi. Syirik yang
paling besar ialah kalau kita beranggapan bahwa selain Allah ada tuhan
lain yang patut disembah, bahwa selain Allah ada lagi yang pantas menetapkan
syariat keagamaan tanpa seizin Dia, bahwa selain Allah ada makhluk-makhluk di alam yang menjadi perantara manusia dan Khaliknya.
Pada tahap pertama ma'rifat, berpisahlah orang bertuhan
dari orang yang tak bertuhan. Pada tahap kedua, berpisahlah ahli
ibadah dari orang yang hanya percaya saja kepada Allah. Pada
tahap ketiga, berpisahlah umat
Tauhid dari golongan musyrikin.
"Sempurnanya
tauhid ialah ikhlas." Ikhlas adalah tahap ketiga. Kata Sayyid Sabiq,
"Ikhlas ialah menunjukkan semua ucapan dan perbuatan
serta jihad hanya untuk Allah saja, hanya untuk memperoleh keridaan-Nya."
Pada tahap ini seorang Muslim tidak lagi tergetar dengan bujukan kemewahan, tidak lagi terpukau oleh kemegahan kekuasaan, tidak lagi tertarik
kepada pujian manusia. Kalau ada kebanggaan
yang dicari, kebanggaan itu ingin diperolehnya dari Allah Swt. Bila ada kecintaan yang dirindukannya, kecintaan itu ingin diperolehnya dari
hadirat Allah Swt. Bila ketenteraman hati yang dikejarnya, ia ingin menemukan ketenteraman ini di hadapan Allah Ar-Rahmanir-Rahim.
Untuk
melihat contoh nyata manusia muhlisin yang akidahnya sudah sampai pada
puncak yang tinggi, marilah kita tengok beberapa sahabat Rasulullah
Saw. Marilah kita bayangkan para sahabat yang sedang mengadakan persiapan untuk
Perang Uhud. Di sebuah tempat sunyi, dua orang berahabat, Sa'ad bin
Abi Waqqas dan Abdullah bin Jahasy sedang berdoa.
Sa'ad bermohon, "Tuhanku, apabila besok aku ke medan
perang, berilah aku kesempatan berhadapan dengan seorang musuh yang gagah
berani supaya aku bunuh dia." Doa Sa'ad diaminkan sahabatnya.
Sekarang berdoalah Abdullah bin Jahsy, "Ya Ilahi,
karuniakan aku besok seorang musuh yang tangkas
berani supaya aku perangi dia di jalan Engkau,
dan dia perangi aku, dia potong hidung dan telingaku.
Apabila di akhirat nanti aku menghadap Engkau,
lantas Engkau bertanya, 'Lantaran apakah hidung dan
telingamu terpotong?' aku akan menjawab, 'Karena membela agama Allah.'
Dalam pertempuran
Uhud, gugurlah Abdullah. Seperti doanya, hidung
dan telinganya terpotong. Ia dikuburkan bersama
Hamzah pada liang lahad yang sama.
Peristiwa
ini tidak dapat dijelaskan dengan akal. Inilah
puncak tauhid ketika seorang Muslim mencari kebanggaan
di hadapan Allah Swt. Marilah kita merenung sebentar, kebanggaan apa yang dapat kita sampaikan
kepada Allah Swt ketika Dia menanyai kita
pada hari kiamat nanti? Anda tidak perlu kehilangan hidung dan telinga, tetapi maukah Anda kehilangan jabatan bila jabatan itu menjauhkan
diri dari Allah? Maukah Anda kehilangan untung jutaan rupiah bila keuntungan itu diperoleh dengan jalan
yang haram? Maukah anda kehilangan orang-orang yang anda cintai bila mereka menghalangi anda beramal saleh? Bila ya, anda
telah mencapai puncak tauhid, ikhlas
kepada Allah. Bila tidak, marilah kita kenang
seorang sahabat lagi.
Peristiwa
kali ini teijadi ketika umat Islam masih dalam
keadaan lemah. Keluarga Yasir diseret Abu Jahal ke
sebuah tempat penyiksaan. Yasir, si suami, dibunuh
dengan pedang. Anaknya, Ammar, dibenamkan
berkali-kali dengan pukulan di luar batas kemanusiaan.
Dan si ibu, Sumayah, mengalami nasib yang sama.
Ketika penderitaan wanita ini sampai kepada Rasulullah Saw, Rasulullah
mengutus orang untuk
memberi
tahu Sumayah bahwa ia boleh mengucapkan kata-kata
kufur asal hati masih beriman. Tetapi, apa jawab
Sumayah yang diteriakkannya di muka Abu Jahal
yang siap menusukkan tombaknya? "Sampaikan salam
Sumayah kepada Rasulullah. Sesungguhnya Sumayah yang telah disucikan
Allah hatinya, tidak akan mengotori lidahnya dengan kata-kata kufur."
Ucapan ini dibalas dengan tusukan tombak ke badannya, dan perawi hadis
mengatakan, "Dia mati karena kehabisan
darah, dan jadilah ia wanita pertama
yang syahid dalam Islam."
Peristiwa
ini juga tidak perlu didiskusikan dengan akal.
Inilah puncak tauhid ketika seorang Muslim real kehilangan
nyawanya daripada menodai kehormatan tauhidnya. Marilah kita merenung
sebentar: Pernahkan kita memilih kehilangan sahabat daripada iman kita
rusak? Pernahkah kita memilih rugi material daripada
tubuh kita kemasukan barang yang haram? Pernahkah
kita mengembalikan hak orang lain daripada hidup kita dikotori dengan
maksiat? Pernahkah kita memilih tikar sembahyang daripada melampiaskan
amarah kita kepada orang yang kita benci?
بسم الله الرحمن الرحيم
SOLIDARITAS
DAN PENGORBANAN UMMAT
MANIFESTASI
KEIMANAN YANG HAKIKI
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
Ma’asyiral
muslimin jamaah jum’at rahimakumullah
Hari
ini Umat Islam di seluruh dunia tengah merayakan Hari Raya Idul Adha.
Lantunan takbir, tahmid, dan tahlil yang mengagungkan asma Allah berkumandang
menyambut hari raya ini. Di seluruh dunia, umat Islam berbondong-bondong
memenuhi panggilan Allah Swt, menunaikan shalat ied dan menyimak uraian
ayat-ayat-Nya. Semuanya bersimpuh di hadapan Allah Swt, menyadari statusnya
sebagai hamba Allah, yang harus mengabdi kepada-Nya. Setelah itu, dilanjutkan
dengan amalan sunnah yang lainnya, yakni menyembelih dan membagikan hewan
kurban.
Sementara
pada saat yang sama, jutaan umat Islam yang lainnya, dari berbagai penjuru
dunia, setelah datang dan berkumpul di padang Arafah dan bermalam di
Muzdalifah, mereka bergerak ke Mina untuk melaksanakan manasik haji.
Tamu-tamu Allah itu datang dan berkumpul ke Baitullah semata-mata karena
Allah. Saat itu seluruh kaum Muslim di sana berbaur, bersatu, memusatkan
pikiran dan perhatian mereka untuk menjalankan syariat Allah, yakni ibadah
haji. Tak ada perselisihan dan permusuhan. Bahkan segala atribut kesukuan dan
kebangsaan yang selama ini menjadi biang perpecahan di antara mereka
ditanggalkan. Mereka hanya mengingat Allah, dan meminta ampunan-Nya. Mereka
rela berkorban untuk memperoleh keridloan-Nya. Sungguh, semuanya itu
merupakan realitas yang membuat bahagia hati orang-orang beriman, yang
senantiasa merindukan terwujudnya syariah Allah Swt.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Namun demikian, di tengah suasana bahagia ini, duka
yang mendalam masih menyelimuti saudara-saudara kita yang menderita akibat
tertimpa musibah bencana alam. Sebagaimana yang telah kita ketahui, tanggal
26 Desember tahun lalu gempa dan gelombang tsunami telah meluluhlantakkan
sebagian besar wilayah NAD (Nanggroe Aceh Darussalam). Seluruh daerah di Aceh
bagian utara dan sepanjang pantai barat hingga pulau Nias dan sekitarnya
porak poranda dihantam badai tsunami. Selain Aceh dan Sumatera utara, badai
tsunami juga menerjang beberapa wilayah di 11 negara.
Hanya dalam tempo sekejap, ratusan ribu nyawa
melayang. Puluhan ribu lainnya hilang tanpa jejak. Bahkan ada beberapa daerah
yang penduduknya tinggal 15 persen. Bangunan rumah, gedung sekolah, jalan,
fasilitas umum, dan berbagai infrastruktur di wilayah itu juga turut hancur,
rata dengan tanah. Tak terhitung kerugian material akibat bencana itu.
Menurut Palang Merah Internasional, korban bencana tsunami di Asia terbesar
sepanjang sejarah.
Mereka yang selamat dari amukan tsunami, bukan
berarti terhindar dari nestapa. Banyak penderitaan berikutnya yang harus
mereka alami. Selain ditinggalkan oleh anggota keluarga dan sanak famili yang
dicintai, mereka menderita kelaparan karena kekurangan makanan, hidup di
pengungsian yang kadang terisolir dari dunia luar. Terancam penyakit menular
yang membahayakan, serta ketidakjelasan masa depan mereka yang amat
membutuhkan uluran tangan dan bantuan.
Nasib yang menimpa anak-anak Aceh jauh lebih
memilukan. Ada puluhan ribu, bahkan ratusan ribu anak Aceh yang kini hidup
sebatang kara, menjadi yatim piatu dan terpisah dari sanak keluarga.
Penderitaan mereka juga makin bertambah karena adanya tangan-tangan jahat.
Mereka tidak hanya kehilangan orang tua yang mengasuh mereka dan terputus
pendidikannya, namun juga menghadapi ancaman orang-orang jahat yang ingin
memperdagangkan dan memurtadkan mereka dari agamanya.
Sidang Jum’at rahimakumullah
Betapa pun amat memilukan, peristiwa itu sudah
terjadi. Jeritan dan tangisan tetap tidak akan mampu mengembalikan mereka
seperti sedia kala. Cucuran air mata dan kesedihan juga tidak akan mengubah
kenyataan. Justru jika kesedihan itu dibiarkan berlarut-larut akan melahirkan
berbagai masalah baru. Depresi mental sampai pada taraf gangguan jiwa justru
bisa menjadi muara kesedihan yang berkepanjangan. Karena itu menjadi
keharusan bagi umat Islam untuk mengembalikan peristiwa tersebut kepada
solusi Islam.
Bagi setiap muslim, segala musibah yang menimpa
manusia dan tidak kuasa dicegah dan dihindarinya harus diyakini sebagai qadha
dari Allah Swt. Semua kejadian itu ditetapkan oleh Allah Swt, dan pasti
terjadi. Gelombang tsunami yang menerjang Aceh dan sekitarnya jelas dapat
dikatagorikan dalam persoalan qadha Allah Swt. Justru di sinilah, keimanan
kita terhadap masalah qadha' Allah, bahwa baik dan buruknya qadha' itu
semuanya berasal dari Allah, sedang diuji. Tak ada seorang pun mampu
menghalau terjangan gelombang tsunami yang menggunung. Bahkan mereka yang
terhempas gelombang pun banyak yang terseret arus yang dahsyat itu. Allah Swt
berfirman:
﴿ماَ
أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ
مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada
diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah (QS al-Hadid [57]: 22).
Demikian
juga terenggutnya ratusan ribu jiwa dalam bencana tersebut juga tidak bisa
dilepaskan dari qadha-Nya, dimana tak seorang pun anak manusia yang bisa
menunda atau memajukan usia manusia meskipun hanya sesaat saja (QS Yunus:
49). Allah Swt juga menegaskan, apabila ajal itu telah datang, kematian
pun datang menjemputnya, meskipun manusia bersembunyi di dalam benteng yang
kokoh dan berlapis-lapis. Allah Swt berfirman:
﴿أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ
فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ﴾
Di mana saja kamu berdoa, kematian akan mendapati kamu,
kendatipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (QS
al-Nisa’: 78).
Dengan meyakini, bahwa segala musibah yang menimpa manusia
berasal dari Allah, maka sikap positif akan muncul. Sebab, Allah Swt Dzat
Yang Maha Adil itu tak mendzalimi hamba-Nya. Allah Swt Yang Maha Benar tidak
akan salah dalam menetapkan qadha-Nya. Jika keyakinan itu tertanam kuat di
dalam jiwa dan bersemayam kokoh di dalam dada, maka setiap bencana akan
dipandang sebagai karunia; setiap ujian akan ditatap sebagai anugerah, dan
setiap peristiwa akan menjadi pelajaran yang berharga. Sikap seperti itulah
yang menuntun pelakunya menjadi orang-orang yang sabar dan ridha atas semua
qadha yang menimpanya. Sikap demikian, tidak membebaskan manusia dari
keputusasaan dan kegetiran hidup, namun justru menjadikan pelakunya
mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah Swt dan memperoleh pahala
besar dari-Nya. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ -, الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ -,﴾
Sesungguhnya Kami akan menimpakan cobaan atas kalian
dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu
orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi
wa innâ ilaihi râji‘ûn." (QS al-Baqarah [2]: 155-156).
Karena itu, kepada mereka yang tertimpa musibah agar
menerima musibah tersebut dengan penuh kesabaran. Bersabarlah terhadap
qadha-Nya, niscaya Allah Swt akan mengangkat derajat kalian menjadi
hamba-hamba yang dimuliakan di sisi-Nya. Kemudian, sisingkan baju dan
gunakanlah segala daya yang masih tersisa untuk menghadapi problem yang masih
terus berdatangan.
Bagi yang tidak tertimpa musibah, mereka wajib
meringankan beban penderitaan saudaranya yang terimpa musibah. Rasulullah
saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Ibn Umar:
Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain, ia tidak
akan menzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Siapa saja yang
berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.
Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim, Allah akan
menghilangkan salah satu kesusahannya pada Hari Kiamat (HR Muttafaq
‘alaih).
Abu Hurairah juga telah meriwayatkan, bahwa Rasulullah
saw:
Setiap anggota badan manusia wajib atasnya sedekah. Setiap
hari—apabila terbit matahari—engkau mendamaikan antara dua orang (yang
berselisih), itu adalah sedekah. Menolong orang berkenaan dengan
tunggangannya (kendaraannya)—engkau mengangkatnya atau mengangkat
barang-barangnya ke atas tunggangannya—itu adalah sedekah. Kata-kata yang
baik itu adalah sedekah. Setiap langkah yang diayunkan untuk shalat adalah
sedekah. Menyingkirkan sesuatu rintangan dari jalan adalah juga sedekah (HR al-Bukhari dan Muslim).
Maka, sudah selayaknya kaum Muslim berupaya
semaksimal mungkin untuk memberikan bantuan kepada para korban bencana. Bukan
hanya makanan, pakaian layak pakai, atau kesehatan, namun juga pemulihan jiwa
bagi saudara-saudara kita yang terguncang serta memberikan proteksi terhadap
akidah dan keimanan mereka dari rongrongan kaum Kufar yang hendak merenggut
akidah mereka. Bukan hanya sekarang, namun sampai kondisinya benar-benar
pulih. Pendek kata, pengakuan bahwa mereka adalah saudara kita, harus
benar-benar kita buktikan secara bentuk riil, dengan membantu meringankan
beban penderitaan mereka. Inilah makna solidaritas yang harus kita tunjukkan,
sebagai wujud pengorbanan (tadhhiyyah) kita di hari yang mulia ini.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Tugas dan tanggung jawab pemimpin bangsa inilah yang
tampaknya belum benar-benar diperlihatkan oleh para penguasa di sini. Betapa
tidak, hingga hari ini, bantuan dari masyarakat sudah mengalir, tetapi belum
tersalurkan ke penampungan, sementara para korban justru terancam kelaparan.
Sebab utamanya adalah belum adanya pemimpin tim penyelamat di daerah-daerah
tersebut. Baru hari kelima itulah pemerintah menetapkan, bahwa Pemerintah
Pusat mengambil-alih kendali pemerintahan di Aceh.
Mayat-mayat
hingga hari ini masih porak-poranda di bangsal, jalan, atau pinggir pantai
dalam keadaan membusuk. Baru hari kelima Pemerintah mengirimkan alat-alat
berat. Sedangkan Meulaboh, kota paling parah, baru diketahui kondisinya
setelah hari tersebut. Ini adalah bukti yang menunjukkan masih lambannya
Pemerintah dalam menangani para korban di Aceh, Sumut, dan Nias.
Dengan
melihat kenyataan tersebut seluruh elemen masyarakat, baik yang tergabung
dalam ormas maupun partai politik harus mengingatkan penguasa akan tugas dan
tanggung jawab mereka. Muhasabah harus dilakukan, apa pun resikonya. Terhadap
orang yang berani menasehati penguasa, dan mati karenanya Rasulullah saw
menyebutnya sebagai pemuka para syuhada’. Rasulullah saw bersabda:
«سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ
جَائِرٍ فَنَصَحَهُ وَقَتَلَهُ»
Penghulu para syahid adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di
hadapan penguasa yang fajir, ia memberi nasihat kepadanya, lalu ia
dibunuhnya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dahsyatnya gempa dan gelombang tsunami ini juga
patut menjadi peringatan bagi kita. Dalam peristiwa itu, kita ditunjukkan
betapa lemahnya manusia. Hanya dalam tempo sekejap, ratusan ribu nyawa
melayang. Harta benda yang seringkali dibanggakan manusia itupun turut musnah
seketika. Jabatan dan kedudukan ternyata sama sekali tak bisa menyelamatkan
manusia dari gelombang tsunami yang dahsyat itu. Padahal, itu baru gempa yang
terjadi di sebagian kecil bumi ini. Jika demikian halnya, atas dasar apa
manusia masih berani bersikap sombong dan takabur di hadapan-Nya?
Karena itu, kita harus mengikis habis kesombongan
kita. Sombong di hadapan Allah Swt adalah merasa diri lebih mengetahui, lebih
hebat, dan lebih unggul daripada Allah Swt sehingga berani berpaling,
membangkang, atau bahkan melawan perintah-Nya. Padahal, Allah Swt telah mewajibkan
manusia untuk tunduk dan patuh terhadap semua ketetapan hukum yang berasal
dari-Nya. Mereka tidak boleh menyimpang dari ketetapan hukum-Nya, apalagi
mengubah atau menggugurkannya. Maka menolak dan membangkang terhadap
ketetapan syariah adalah sebentuk kesombongan, yang akan semakin menjauhkan
pelakunya dari petunjuk-Nya. Allah Swt berfirman:
﴿سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي
الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ ءَايَةٍ لاَ يُؤْمِنُوا بِهَا
وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لاَ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً وَإِنْ يَرَوْا
سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ﴾
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di
muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika
melihat tiap ayat-ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka
melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya.
Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka
selalu lalai daripadanya (QS al-A’raf: 146).
اَللّهُمَّ
صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ
وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ
رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ،
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْناَ بِاْلأِيْماَنِ كاَمِلِيْنَ وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ
وَلِلدَّعْوَةِ حَامِلِيْنَ وَبِاْلإِسْلاَمِ مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ
مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ
وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ وَلِلنِّعاَمِ شاَكِرِيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَءِ
صاَبِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ
وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ
وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ الْجِّدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ
اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ
وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اللَّهُمَّ أصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَلْ
فِي قُلُوْبِهِمُ الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَأَوْزِعْهُمْ أنْ يُوْفُوْا
بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدتَّهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ إِلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ.
أَللّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ
بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلَّ بِهَا الْكُفَّارَ وَاَهْلَهُ،
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلاَدَنَا هَذَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ سَخَاءً
رَخاَءً.
اَللَّهُمَّ مَنْ
أَرَادَ بِناَ سُوْأً فَاشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ وَمَنْ كَادَنَا فَكِدْهُ
وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهِ تَدْبِيْرَهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ فِي ضَمَانِكَ
وَأَمَانِكَ وَبِرِّكَ وَاِحْسَانِكَ وَاحْرُسْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَناَمُ
وَاحْفِظْناَ بِرُكْنِكَ الَّذِيْ لاَ يُرَامُ.
اَللَّهُمَّ
ياَمُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ
وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِّيْبِيَِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسِمَالِيِّيْنَ
وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ،
رَبَّنَا لاَ
تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا
وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا
وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا عَنِ الْحَمْدِ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
أَللهُ اَكْبَرْ
أَللهُ اَكْبَرْ أَللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ الْحَمْدُ
|
KHUTBAH
MENJELANG BULAN RAMADHAN BERAKHIR
Ma’asyiral
muslimin jamaah jum’at rahimakumullah
Khatib senatiasa mengajak hadirin untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan kualitas ketakwaan ini
dapat dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan
penuh keimanan dan keikhlasan.
Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas ketakwaan kepada Allah yaitu dengan melaksanakan puasa di bulan
Ramadhan ini.
Sidang jamaah jumat rahimakumullah.
Beberapa
hari lagi bulan ramadhan akan berlalu dari kita. Pada Zaman Rasulullah, Ketika
Rasulullah duduk bersama para sahabat di akhir bulan ramadhan, tiba-tiba
Rasulullah berkata: “langit dan bumi menangis. Musibah besar akan melanda umat
Muhammad.” Sahabat bertanya: “musibah apa gerangan yang akan terjadi ya Rasulullah?
Apakah kota Makkah dan Madinah akan digonjang oleh Allah dengan Gempa bumi yang
dahsyat sebagai mana yang terjadi pada umat nabi LUTH. Atau kah kota kota
makkah dan Madinah ini akan tenggelam oleh banjir sebagaimana yang terjadi pada
umat nabi NUH.” Rasulullah menjawab: “Tidak. Musibah yang akan terjadi adalah
perginya bulan Ramadhan dari umatku”
Ungkapan
Rasulullah bahwa “berlalunya bulan Ramadhan merupakan musibah bagi umat Islam”,
patut untuk kita renungkan. Ada beberapa
orang dengan berakhirnya bulan Ramadhan Merupakan musibah bagi dirinya. Pertama, pada bulan Ramadhan adalah
kesempatan bagi umat Islam untuk menghapus dosa-dosanya yang telah lalu, kerena
bulan Ramadhan adalan bulan Magfirah. Bulan Allah mengampuni dosa setiap
hambanya. Maka musibah besar bagi orang yang pada bulan Ramadhan ini dosa-dosa
tidak dapat diampuni oleh Allah Karena kelalaiannya dalam melaksanakan Ibadah.
Kedua,
bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi
kita untuk berdoa kepada Allah, karena doa pada bulan ramadhan adalah doa di
ijabah oleh Allah. Oleh karena itu, musibah besar bagi orang yang pada bulan
Ramadhan ini doanya tidak didengar oleh Allah karena ia berdoa meminta
pertolongan Allah, tetapi perintah Allah
senantiasa ia langgar.
Ketiga,
bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi
umat Islam untuk pahala dari setiap ibadah yang ia kerjakan. Maka musiabha
besar bagi orang yang tidak dapat memanfaatkan bulan Ramadhan dengan amal-amal
kebaikan.
Sidang jamaah jumat rahimakumullah
Pada suatu hari Rasulullah saw, mendengar seorang perempuan
sedang memaki-maki budaknya, pada hal perempuan itu sedang berpuasa. Nabi
mengambil makanan dan berkata pada perempuan itu : “Makanlah!”
Perempuan itu berkata: “Saya sedang berpuasa ya,
Rasulullah.”
Nabi bersabda padanya: “Bagaimana mungkin engkau berpuasa,
padahal engkau memaki-maki budakmu. Puasa bukan hanya menahan makan dan minum
saja. Allah telah menjadikan puasa sebagai penghalang – selain dari makan dan
minum – juga dari hal-hala tercela, perbuatan atau perkataan yang merusak
puasa. Alangkah sedikitnya yang puasa, alangkah banyaknya yang lapar.” Ma aqalla Syawwam, wama akstara jawwa’.”
Ucapan Nabi yang terakhir ini menggambarkan perbedaan antara
melaparkan diri dan berpuasa. Mehahan diri dari makan dan minum juga dilakukan
oleh sebagian orang untuk kepentingan-kepentingan duniawi, tetapi puasa tidak
hanya sebatas melaparkan diri. Inti puasa itu adalah membentuk pribadi yang
bertaqwa. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 183, menggambarkan:
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Dengan mudah bisa dikatakan, kalau kita tidak menjadi
bertakwa, maka seluruh ibadah puasa kita sia-sia. Inti takwa adalah ingat
kepada Allah, sehingga terbentuk kesadaran mendalam pada diri kita bahwa Allah
selalu hadir dalam hidup kita. Olah karena itu, Takwa mempunyai korelasi
positif dengan budi pekerti yang luhur (akhlaq al-karimah). Jika tidak
budipekerti yang mulia pada diri kita, patut kita pertanyakan ketakwaan kita
kepada Allah.
Dalam salah satu
hadits Rasulullah bersabda, bahwa yang paling banyak menyebabkan seseorang
masuk surga adalah budi pekerti yang luhur.
Bagaimana puasa bisa mengantar kita ke jalan takwa? Jawabnya
adalah, puasa merupakan ibadah yang paling personal. Paling pribadi. Jika
ibadah lain mudah tampak oleh mata, maka ibadah puasa tidaklah demikian. Tidak
ada yang tahu apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak, kecuali diri kita
sendiri dan Allah swt. Kenapa begitu? Karena cukuplah puasa itu batal hanya
dari meminum seteguk air waktu kita haus dan kita sedang sendirian. Ketika itu
tidak satupun manusia yang tahu, namun Allah maha mengetehui segala yang
diperbuat oleh hamba-Nya.
Nilai personal inilah yang membentuk manusia yang bertakwa.
Ketika kita telah berniat berpuasa, kemudian menderita lapar dan haus, namun
kita tidak mencuri untuk makan dan minum, meskipun kita sendirian, maka disitu
akan terlihat permulaan kreatifitas takwa. Yaitu, kita tidak mencuri makan dan
minum karena kita tahu Allah melihat
kita. Karena itu, puasa mempunyai efek pendidikan kejujuran. Jujur pada diri
sendiri, jujur pada Tuhan dan jujur pada orang lain.
Puasa yang sia-sia adalah puasa yang tidak terdapat padanya nilai-nilai
takwa. Dengan kata lain, orang yang melakukan puasa tetapi tidak memperoleh
peringkat ketakwaan. Karena ujung akhir dari aktifitas puasa adalah membentuk
ketakwaan pada pengamalnya.
Minimal ada tiga tanda puasa yang dianggap sia-sia. Pertama, orang yang melakukan puasa.
tetapi juga memngisi puasanya dengan perilaku maksiat atau yang dilarang oleh
syara’. Seperti orang yang melakukan puasa, namun juga melakukan perbuatan
pencurian, ghibah (mengunjing orang
lain), berjudi dan lain-lain.
Hal ini senada dengan salah satu riwayat yang dikisahkan oleh
al-ghazali. Pada zaman Nabi ada dua orang perempuan yang sangat kepayahan dalam
melakukan puasa. Mereka begitu lapar dan dahaga, hampir-hampir pingsan. Mereka
meminta izin untuk berbuka. Nabi menyuruh mereka muntah. Segera orang melihat
kedua perempuan itu memuntahkan darah dan daging dari mulut mereka. Ketika
orang-orang yang menyaksikan peristiwa tersebut merasa heran, Nabi SAW
bersabda, “Meraka berpuasa berpuasa dari yang diharamkan oleh Allah (yakni
makan dan minum), tetapi mereka juga membatalkannya dengan hal-hal yang diharam
oleh Allah. Mereka duduk-duduk, mengunjingkan kejelekan orang lain. Itulah
daging yang mereka makan.”
Rasulullah SAW bersabda: "Bila salah seorang dari
kalian berpuasa maka hendaknya ia tidakberbicara buruk dan
aib. dan jangan berbicara yang tiada
manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka
berkatalah, 'Aku berpuasa'". (HR. Bukhori).
Kedua,
orang yang melakukan puasa tetapi tidak
menjaga aktifitas baik yang ia lakukan di bulan Ramadahan setelah bulan bulan
Ramadahn berlalu. Dengan kata lain, orang yang kembali ke perbutan maksiat
setelah melakukan puasa. Memang, ketika ia melakukan puasa ia senantiasa
menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, namun setelah habis
bulan Ramadhan ia kembali melakukan perbuatan-perbutan terlarang. Pahala puasa
orang tersebut dilipat oleh Allah,
kemudian dicampakkan ke wajahnya. Sebagaimana seseorang mencampakkan pakaian
kotor ke tong sampah.
Ketiga,
orang yang melakukan puasa, tetapi
tidak membayar zakat fitrah. Dalam salah satu hadits Rasululah bersabda, “Pahala orang yang melakukan puasa akan
tergantung-gantung diantara langit dan bumi sampai ia membayar zakat fitrah”.
Puasa merupakan ibadah spiritual
yang erat kaitannya antara manusia dan Allah. Sedang ibadah zakat fitrah adalah
ibadah yang bersifat sosial, erat kaitannya antara manusia dan manusia.
Melakukan zakat fitrah hakekatnya adalah Allah menginginkan agar manusia
melakukan dua bentuk ibadah yaitu, ibadah spiritual dengan tidak melupakan
ibadah sosial.
Demikianlah Khutbah yang
singkat ini, terkahir khatib berpesan agar
beberapa hari ramadahnb yang terakhir ini dapat kita manfaatkan untuk
melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya agar berlalunya bulan
Ramadahn bukan merupakan Musibah bagi dirikan. Dan puasa kita pada tahun ini
tidak termasuk pada puasa yang sia-sia.
PUASA DAN
TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN MENTAL
Ma’asyiral
Jum’ah dan Shâimîn Rahjimakumullah
الحمد لله الذ ى ارسل رسوله بالهدى
ود ين الحق ليظهره على الدين كله. ارسله بشيرا ونظيرا ودا عيا الى الله با ذنه
وسرا جا منيرا. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شها دة اعدها للقا ئه
ذخرا . واشهد ان محمدا عبده ورسوله ارفع البر ية قد را. اللهم صل وسلم على سيدنا
محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعهم باحسان الى يوم الد ين وسلم تسليما كثيرا. اما
بعد ,أعو ذبالله من الشيطا ن الرجيم بسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ
طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُُ لَّهُ وَأَن تَصُومُوا
خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ أما بعد فيا عباد الله أوصيكنم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون
Pada saat Al-Qur’an, memaklumatkan kewajiban puasa kepada orang-orang beriman di dalam surah
Al-Baqarah ayat 183, disitu dijelaskan pula atas orang-orang atau umat-umat
sebelumnya. Isyarat yang paling jelas dalam kandungan makna ayat tersebut
adalah bahwa puasa bukan ibadah ritual yang menjadi ciri khas umat nabi
Muhammad SAW belaka, puasa hampir bisa ditemukan di setiap tempat, setiap
budaya, setiap umat. Tetapi tentu saja dengan dengan perbedaan tempo dan tata
cara. Tetapi dengan maksud dan tujuan yang hampir sama; yaitu membina dan
mengarahkan pertumbuhan mental, menapaki jalan-jalan spritual untuk membebaskan
jiwa dari jeratan dunia daging.
Maryam misalnya, melakukan puasa bicara di detik-detik
menjelang melahirkan anaknya Nabi Isa AS, yang tidak punya ayah. Coba bayangkan
seorang wanita belia hamil tanpa suami lalu semua orang menuduhnya dengan
kata-kata keji dan nista. Betapa terguncangnya ia secara fisik dan mental pada
saat itu. Tetapi puasa memberinya ketenangan bathin sekaligus jalan di
saat-saat kritis seperti itu. Ia sukses, Nabiyullah Isa AS akhirnya lahir
dengan tanda-tanda kebesaran Allah.
Kebiasaan Maryam akhirnya ditularkan kepada anaknya,
Nabiyullah Isa As, berpuasa selama 40 hari saat setan datang menawarkan
kkepadanya kemasyhuran dan kekuasaan. Ia menolak kekayaan demi mempertahankan
kekayaan. Ia menolak kekuasaan agar tetap berkuasa, Ia memilih mengurusi orang
lain supaya dirinya tetap terurusi, Ia menghidupkan orang mati agar dirinya
tidak mati. Dan memang benar Ia sampai sekarang masih terus hidup, paling tidak
di benak kaum Muslim dan Nasrani. Nabiyullah Musa As berpuasa 40 hari ketika
berada di gunung Tursina ketika akan menerima kata-kata suci : sepuluh perintah
Allah. Sesuatu yang suci hanya akan bisa keluar dari tempat dan dan sikap yang
suci pula dan masih banyak Nabi-nabi yang melakukan puasa sebagai sebuah jalan
dalam menggapai keinginan mulia.
Ma’asyiral Jum’ah Rahimakumullah
Puasa tidak hanya pernah dilakukan oleh para Nabi dan
Rasul semata, orang Indian misalnya mereka telah lama melakukan puasa sebagai
alat penolak bala, kalau mereka ingin menghindarkan kampung halaman dan
masyarakatnya dari penyakit, bencana alam dan perang, kepala suku mereka
memerintahkan mereka ramai-ramai untuk melakukan puasa. Puasa juga mereka
laksanakan untuk sebagai wahana pertobatan atas segala kesalahan yang telah
mereka perbuat. Socrates dan muridnya Plato, kedua filsuf ini biasanya berpuasa
sepuluh hari untuk meningkatkan kesehatan fisik dan jiwanya. Boleh jadi karena
kebiasaannya berpuasa sehingga mereka begitu cerdas dan futuristik.
Hippocrates adalah seorang dokter Yunani yang sangat
terkenal pada zamannya. Di zaman ketika farmasi belum semaju seperti sekarang,
apa yang paling sering diresepkan kepada pasiennya agar cepat sembuh dan sehat?
Jawabannya ternyata puasa. Pendek kata ritual puasa dapat ditemukan pada hampir
semua kebudayaan lama. Saat Columbus mendaratkan kapal petualangannya di Benua
Amerika, iapun menemukan beberapa suku di Peru yang menjadikan puasa sebagai
salah satu dari sekian syarat pengampunan dosa. Bahkan kebiasaan puasa ini
bukan hanya kita temukan sebagai sebuah Kredo (Kepercayaan) bagi manusia-entah
berdasarkan ajaran agama atau sekedar mitos, tapi juga sebagai naluri yang
hidup di beberapa jenis hewan. Ikan Salmon umpamanya, berpuasa beberapa minggu
lamanya berenang ke hulu sejauh beberapa mil untuk bertelur. Ratu semut
menjalani mogok makan demi menunggui telurnya yang akan menetas. Dan banyak
lagi contoh hewan yang memiliki kebiasaaan seperti itu.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Hal ini semuanya kian
memperkuat dugaan bahwa puasa, selain bersifat syar’I (perintah agama)
juga bersifat tabi’I (sesuai dengan bawaaan alamiah), insani
(sesuai dengan hasrat intelek manusia), dan Jama’i (sesuai
dengan hasrat sosial). Maka saat kita menjalankan puasa, selain menggugurkan
kewajiban keagamaan kita, kita juga telah mengadaptasikan sifat alamiah dan
ritme tubuh kita, sehingga lebih kondusif untuk lebih cerdas, juga berperan
serta dalam memperkuat solidaritas sosial dimana kita tinggal, tentu saja
dengan catatan puasa itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan penghayatan.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa adalah suatu metode yang
berangkat dari asumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu muncul secara
bersamaan dan karenanya harus pula dipenuhi secara simultan. Maka dalam
pelaksanaan ibadah puasa, keempat kebutuhan itu terasa diakomodasi secara
serempak, yang tadi dikatakan bersifat syar’I, tabi’I, insani dan jama’i.
Puasa, dengan demikian dalam dirinya sudah bersifat egaliter . Tanpa memungkiri
bahwa perkembangan kualitas mental manusia memang berjenjang, berkembang dari
suatu maqam (tahap) ke maqam berikutnya. Tahapan-tahapan seperti ini disebut
maqamât. Setiap maqam memiliki keadaannya masing-masing yang disebut hal.
Keadaan-keadaan pada masing-masing maqam itulah yang disebut ahwal.
Tetapi perjenjangan itu bukan berdasarkan kemampuan material, melainkan berdasarkan
nawaitu (niat), mujahadah (perjuangan), dan istiqomah (kesabaran dan
konsistensi). Itu sebabnya semua orang, tanpa melihat status sosialnya, bisa
menapaki jenjang demi jenjang itu. Karena ketiga syarat tadi (nawaitu,
mujahadah, dan istiqomah) bisa dimiliki oleh siapa saja.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Puasa melatih dan mengajarkan
kita untuk bergerak secara simultan dan bergerak dari keadaan yang kurang baik
ke keadaan yang lebih baik. Maka kalau kita berpuasa secara benar dan sungguh-sungguh,
niscaya kita akan bergerak secara vertikal dari nafs amarah kepada nafs
lawwamah lalu ke nafs marhaman sehingga akan mencapai posisi puncak yaitu nafs
muthmainnah. Atau kita akan bergerak dari suatu modus kehidupan kepada modus
kehidupan berikutnya. Dari modus menang ke modus senang, lalu ke modus aman,
hingga ke modus yang lebih tinggi yaitu ketenangan lahir dan batin.
Pada bulan yang penuh hikmah
dan kemuliaan ini, sudah seyogyanya kita lebih intensif meningkatkan ibadah
kita baik yang mahdoh maupun yang sunnah, paling tidak dengan puasa kita dapat
berpindah dari kebiasaan yang kurang baik kepada kebiasaan yang lebih
bermanfaat dan membawa kemashlahatan. Manfaatkanlah bulan suci ini dengan
sebaik-baiknya karena Allahlah yang langsung menilai dan yang memberikan
ganjaran-Nya tanpa perantara, sungguh amat istimewa dan teristimewa kemuliaan
dan keutamaan puasa pada bulan ramadhan.
Bagi Nabi, sahabat dan
orang-orang shaleh, bulan puasa bukan Cuma sekedar bulan menahan diri untuk
tidak makan, tidak minum,tidak campur dengan istri. Hal ini sangat dangkal
nilainya, karena puasa adalah menghentikan hasrat yang bertentangan dengan
hasrat Ilahi. Inilah sebabnya grafik amalan-amalan Nabi dan para sahabatnya
terus menanjak dari hari ke hari pada bulan suci ramadhan: I’tikaf (tinggal di
mesjid sambil beribadah), ikat pinggangnya dikencangkan, betisnya
bengkak-bengkak, matanya sembab mengingat Sang kekasih. Mereka tidak
menyia-nyiakan momen yang sangat berharga dan hanya datang sekali setahun-dan belum tentu ditemui kembali di
tahun berikutnya-itu hanya untuk kegiatan yang tidak bersifat substansial.
(tidak mensubstansikan kegiatan –yang sebetulnya tidak substansial-dengan
melakukan rasionalisasi karena itu namanya mencundangi diri sendiri. Peningkatan kualitas mental dan kedekatan
diri kepada Allah, merupakan output dari bulan puasa, kita hendaknya mampu
menyemangati, mempengaruhi, dan mewarnai perjalanan hidup kita minimal sebelas
bulan berikutnya. Sehingga persis ketika kualitas mental mendekati titik nol kembali,
kita telah memasuki upgrading (peningkatan) lagi. Itu target minimalnya. ibarat
kalau kita tidak mengisi BBM kendaraan untuk bepergian seharian, maka minimal
kita pastikan kendaraan kita sampai pada pom bensin berikutnya, pada saat bahan
bakarnya habis.
Ma’asyiral Jum’ah dan Shâimîn Rahimakumullah
Mudah-mudahan
kita tergolong hamba Allah yang mukmin sebagaimana yang diserukan dalam surah
al-Baqarah ayat 183, yang pantas dan mampu melaksanakan ibadah puasa, tidak
hanya pada dataran meramaikan tetapi lebih pada dataran menghidupkan bulan suci
ini, sehingga puasa kita tidak hanya berakhir dengan takbiran dan shalat ‘ied
saja, atau berakhir dengan pulang kampung semata, atau eforia sebentar kemudian
kembali kepada kebiasaan jelek semula, akan tetapi dapat menjadi hamba Allah
yang senantiasa terus istiqomah dan konsisten dalam menjalankan syariat Allah
pada sebelas bulan berikutnya. Amin.
بَارَكَ اللّهُ لِى وَ لَكُمْ فِى
اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفََعَنِى وَإِ يَّا كُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآ يآتِ
وَالذِّكِْر الحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّّى وَمِِِنْكُمْ تِلآوَتَهُ إِ َنّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ اْلَعلِيمُ,أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُاللهَ
العَظِيْمِ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ
الرَّحِيْمِ
EKONOMI
ISLAM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TRANSFORMASI
SYARIAH DALAM SISTEM PERBANKAN
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذى أرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِا اْلهُدَىْ
وَدِيْنِ الْحَقِّ وَأَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِ يْمَانِ وَاْلإِسْلآمِ. أَشْهَدُ
أَنْ لآ إِلََهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لآ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ. أَعُوذُبِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا
عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ
هُمُ الْمُضْعِفُونَ. فَيآأَيهُّاَالْمُسْلِمُوْنَ,أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى
بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ.وَبَعْدُ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullâh
Segala
puji dan syukur bagi Allah Swt., Tuhan sekalian alam. Shalawat serta salam tak
lupa kita haturkan kepada junjungan mulia, Nabi akhir zaman Muhammad Saw.,
keluarga sahabat dan ummatnya yang setia.
Pada
hari jum’at yang penuh barakah serta di mesjid yang suci ini, marilah kita
manfaatkan sebaik-baiknya, guna meningkatkan amal ibadah dan takwa, karena
sesungguhnya; takwa yang berdasar dari kesadaran dari lubuk hati; adalah
sebenar-benarnya takwa yang dapat menghantarkan kita sekalian menggapai ridha
dan maghfirah Allah jallâ jalâlah. Amin
Pada kesempatan yang sangat berharga ini, izinkan khatib membacakan
khutbah yang berjudul “Ekonomi Islam
Dan Implikasinya Terhadap Transformasi
Syariah Dalam Sistem Perbankan”.
Sudah menjadi sunnatullâh, bahwa realitas
sejarah selalu berulang, bagaikan rotasi perputaran bumi pada porosnya. Begitu
juga yang terjadi dengan sejarah peradaban umat Islam, setelah tertidur panjang
dalam belenggu keterbelakangan dan penjajahan, kini umat Islam kembali
menggeliat dari tidur yang sangat panjang di tengah krisis multi dimensi yang
melanda dunia di bawah kekuasaan sistem kapitalisme yang sudah mengakar, tidak
hanya di negara sistem itu tercipta, akan tetapi sudah meracuni seluruh pelosok
negara berkembang di dunia yang mayoritas penduduknya beragama Islam maupun tidak, bahkan
kapitalisme kini telah mempengaruhi para pengambil kebijakan pada negara-negara
berkembang yang mayoritas penduduknya Muslim, sehingga mereka kemudian berusaha
mengadopsi dan mengimplementasikan paham tersebut secara total dan menyeluruh.
Indonesia yang merupakan contoh konkrit sebuah negara yang menganut konsep
ekonomi campuran (Mix Economic System) yang lebih cenderung menerapkan
sistem kapitalis, telah merasakan kegagalan di berbagai aspek kehidupan
perekonomiannya, krisis ekonomi yang berkepanjangan, inflasi, meningkatnya
pengangguran, tingginya angka Kriminal, semuanya itu merupakan multiplier
effect (dampak berantai) dari ketidakseimbangan sistem perekonomian yang
diterapkan, ditambah lagi APBN yang selalu mengalami defisit dari tahun ke
tahun.
Kalau kita kembali kepada sejarah Islam, diawali dari
zaman Rasulullah sampai sekarang, banyak bukti yang terungkap bahwa Islam
pernah jaya dan memimpin peradaban dunia. Dengan mempelajari sejarah pemikiran
dan perkembangan ekonomi di dalam masyarakat Islam sejak zaman Rasulullah, Khulafa
al-Rasyidun dan Daulah-daulah Islamiyah sesudahnya, kita akan
menemukan adanya karakter sistem ekonomi yang lain, orisinil dalam arti bukan
tiruan, dan tidak berubah sepanjang masa, sehingga kita akan bisa menyebut
inilah sistem ekonomi Islam.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa proses transformasi
syari’ah dalam sejarah pembentukan perbankan syari’ah di dunia khususnya di
Indonesia, berawal dari gencarnya para ilmuwan dan ulama di dunia Islam dalam
mendiskusikan dan mengkaji relevansi penerapan sistem ekonomi Islam dalam
sistem perekonomian dunia pada kancah dominasi sistem kapitalisme yang sudah
menghunjam kuat pada struktur sistem perekonomian baik mikro maupun makro.
Pemaparan teori-teori ekonomi Islam ini akan lebih signifikan, jika dilihat
relevansinya dengan terbentuknya bank syari’ah itu sendiri, karena ekonomi
Islam sebagai indikator dan filter terhadap segala aktifitas yang dipraktekkan
pada perbankan syariah, salah satunya yaitu peniadaan sistem bunga dan
menggantinya dengan transaksi jual beli dan sistem bagi hasil atau yang lebih
dikenal dengan Profit and Loss sharing System. Adapun dasar dan rujukan
yang menginspirasi kalangan praktisi dan akademisi Muslim dalam membumikan
perbankan syari’ah adalah bertolak dari pelarangan tegas Allah Swt., dalam QS. Al-Baqarah
275-276,
الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ
إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {275} يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ {276}
Orang-orang yang
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:275)
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa. (QS. 2:276)
Madlul
dari ayat di atas adalah tingggalkan riba walaupun sedikit adanya. Apabila
tidak ditinggalkan, maka Allah dan Rasulnya yang akan memerangi. Bentuk taubat
dari orang yang melakukan riba adalah “bagimu pokok-pokok hartamu“,
artinya tidak ada tambahan sedikitpun. Karena dalam riba ada unsur saling
menzhalimi dan eksploitasi harta dengan jalan bathil.
Ada beberapa Hadis yang dengan tegas
melarang penggunaan riba, di dalam amanat terakhir Rasulullah Saw., pada
tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah Saw., masih menekankan sikap
Islam yang melarang riba.
Umar bin
al-Ahwash dari bapaknya meriwayatkan, katanya: “Saya mendengar Rasulullah saw
bepidato pada haji wada’; “Wahai sekalian munusia…sesungguhnya darah kamu,
harta kamu dan kehormatan kamu haram atas kamu seperti haramnya hari kamu ini
di kota kamu
ini. Ketahuilah bahwa setiap riba dari riba Jahiliyah dilarang bagi kamu. Kamu
hanya berhak atas modal kamu. Kamu tidak boleh menganiaya dan tidak boleh
dianiaya.” (HR. Muslim)
Jabir berkata
bahwa Rasulullah Saw mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya,
dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksi-nya, kemudian beliau bersabda,
“Mereka itu semuanya sama.” (HR.
Muslim)
Inilah
sebahagian hadis yang menyatakan haramnya riba. Masih banyak Hadis lainnya yang
menegaskan besarnya dosa yang dilakukan oleh pelaku riba.
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan
Allah
Dalam
beberapa tahun terakhir ini kita telah merasakan bahwa Allah Swt., telah
menunjukkan bukti-bukti kebenaran larangannya, keruwetan perekonomian
diakibatkan hutang Negara kita dengan memakai instrumen bunga alias riba telah
berdampak luas terhadap kehidupan perekonomian kita sebagai masyarakat yang
notabene warga Negara. Kenaikan bbm misalnya adalah salah satu dampak dari
kebingungan pemerintah kita sekarang dalam menanggulangi bunga hutang yang
entah kapan akan berakhir, tentunya kenaikan bbm ini juga akan berdampak
terhadap biaya sehari-hari yang kita keluarkan baik untuk memenuhi kebutuhan dharûriyyât
(kebutuhan pokok), Hajiyyât (sekunder) apatah lagi tahsîniyyât (tersier),
ditambah lagi dengan tuntutan kehidupan modern sekarang yang lebih menina
bobokkan kita, menghanyutkan kita ke dalam lautan kepalsuan, yang menuntut kita
berprilaku konsumsi di atas batas kewajaran. Maka tidaklah heran kalau kita
sering mendengar pejabat Negara yang notabene orang berpendidikan dan terhormat
bahkan praktisi hukum sekalipun sanggup melakukan perbuatan tercela yaitu
melakukan korupsi dan menghalalkan segala cara, salah satu penyebabnya adalah
untuk memenuhi tuntutan hidup di samping tipisnya keimanan dan ketakwaan. Di
sisi lain prostitusi tumbuh dan berkembang subur dimana-mana, perjudian dan
kupon togel yang sering menjanjikan mimpi semu semakin diminati banyak orang
walaupun mereka harus kucing-kucingan dengan aparat kepolisian dan anehnya lagi
malah ada oknum aparat yang malah membekengi tempat tersebut. Kenapa ini
terjadi? Ini adalah sebagian kecil dari dampak berantai yang ditimbulkan oleh
sistem perekonomian yang selama ini kita agung-agungkan. Inilah perilaku yang
merupakan dampak berantai yang diakibatkan memakan riba seperti yang telah
khatib sebutkan firman Allah Swt., diatas
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orangyang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila”
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan
Allah
Kita telah banyak melihat dan mendengar, baik di
televisi, Koran-koran maupun majalah, betapa Allah kembali membuktikan bahwa
manusia yang dapat mengaplikasikan ajaran dan sunnah Rasul-Nya, terlebih khusus
dalam bidang ekonomi akan menuai keberhasilan dan falah (kemenangan).
Kalau kita telusuri bagaimana sejarah keruntuhan perekonomian kita akibat
devaluasi kurs baht Thailand
yang berdampak terhadap kenaikan dollars yang akhirnya meruntuhkan sendi-sendi
perbankan nasional kita, boleh dikatakan hampir seluruh perbankan kita akan
dilikuidasiu kalau tidak ada suntikan BLBI (bantuan likuiditas bank Indonesia).
Akan tetapi perbankan syari’ah yang diwakili oleh bank Muamalat pada saat itu
tidak terpengaruh secara signifikan, bahkan bank syari’ah tersebut dapat
berdiri kokoh di tengah badai tsunami krisis moneter yang telah menumbangkan
beberapa perbankan konvensional. Dari waktu ke waktu bank syariah terus berkembang pesat baik di Indonesia
maupun di negara-negara Islam lainnya. Di Indonesia khususnya terkait dengan
manfaat dalam kegiatan perekonomian, kinerja bank syariah terus meningkat dari
waktu ke waktu dengan berbagai ukurannya. Dari sisi asset misalnya, asset
perbankan syariah pada Mei 2004 mencapai Rp 11,56 triliun atau bertambah 46,28 persen (bertambah 3,66 triliun) dari
posisi terakhir Desember 2003 sebesar Rp 7,90 triliun dan dari Rp. 479 milyar
pada tahun 1998. Dari segi dana pihak ketiga juga terdapat peningkatan menjadi
Rp. 7,77 triliun pada Mei 2004 dari Rp. 392 milyar pada tahun 1998. sedangkan
pembiayaan juga mengalami pertumbuhan 35,87 % menjadi Rp. 7,56 triliun pada
posisi yang sama pada tahun lalu. Secara
kelembagaan, perbankan syariah telah
pula mengalami pertumbuhan. Jumlah bank umum syariah terus meningkat dari hanya
satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998, menjadi dua bank umum
syariah, 7 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 85 BPRS pada bulan Juli 2003. Jumlah
kantor cabang dari bank umum syariah dan UUS dari 26 telah meningkat menjadi 86
kantor, juga 17 kantor Cabang pembantu dan 77 kantor kas dengan persebaran yang
jauh lebih merata.
Melihat gambaran diatas,
sepertinya kita bisa optimis akan kemajuan yang akan terus dicapai oleh sistem
perekonomian syariah yang diwakili perbankan syariah di Indonesia, tentunya hal
ini bukanlah sebuah utopi belaka. Sekali lagi ini merupakan bukti nyata
kebenaran ayat-ayat Allah Swt., masihkah kita harus berpikir panjang untuk
mendukung perbankan yang membawa misi syari’ah ini?, haruskah kita membiarkan
penipuan dan penzhaliman ini terus terjadi? Sekarang adalah momentum yang tepat
bagi kita untuk bertobat dari perilaku ribawi, agar kita dapat menjalankan
ajaran Islam bertahap tapi pasti, untuk menjadi mukmin sejati dan menjalankan
syari’at Allah secara kâffah dalam kehidupan sehari-hari. Amin yâ Robbal
’Alamîn.
بآرَكَ اللّهُ لِى
وَ لَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفََعَنِى وَإِ يَّا كُمْ ِبمَا فِيْهِ
مِنَ الآ يآتِ وَالذِّكِْر الحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّّى وَمِِِنْكُمْ
تِلآوَتَهُ إِ َنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلَعلِيمُ,أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمِ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.
Rahmah, Magfirah, dan Itqun Minannar
TIGA DAMBAAN KAUM BERIMAN
إِنَّ
اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُُُهُ وَنسْتَغْفِرُوْهُ
وَنَعُوْذُبِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئآتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِاللهُ فَلاَ مُضِلَّلَهْ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِىَلَهْ. أَشْهَدُ
أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لآ شَرِيْكَلَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ
مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ
وَوَالَهْ. وَاتَّقُوْااللهَ بِإِمْثَالِ أَوِمْرُهُ وَاجْتِنَابِ نَوَِاهيْهِ
Pertama-tama, marilah kita menghaturkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT yang memberikan kesehatan badan dan kekuatan iman kepada kita semua
sehingga kita dapat melaksanakan ibadah Jumat dan berbagai amaliah Ramadan.
Dalam rangka mensyukuri nikmat yang Allah
berikan tersebut, marilah kita meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan.
Dengan cara menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sebab takwa
adalah sebaik-baik bekal, dan dengan berbekal takwalah kita akan mulia dalam
pandangan Allah SWT.
Salawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Besar Muhammad
SAW, yang telah mengantarkan umat manusia dari fase kebodohan, keterbelakangan,
dan kebiadaban kepada fase kemajuan pengetahuan dan keadaban.
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Kedatangan bulan Ramadan merupakan rahmat (anugerah) yang diberikan
Allah kepada orang yang beriman. Ramadan adalah satu-satunya bulan di antara 11
bulan lainnya yang disebut al-Quran. Hal ini menggambarkan kepada kita betapa
tinggi dan mulianya Ramadan itu dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Oleh
karena itu setiap kali datang Ramadan, maka seluruh kaum muslimin menyambutanya
dengan hati gembira dan dengan perasaan senang. Lebih dari itu, kaum muslimin
harus mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk melaksanakan ibadah dan amaliah
ramadan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
Ramadan kali ini sangat istimewa. Mengapa? Sebab akhir-akhir ini
bangsa kita sedang menghadapi persoalan
berat. Persoalan yang harus dihadapi dengan usaha supergiat.
Krisis ekonomi yang disinyalir dari berbagai persoalan nonekonomi menghantam eksistensi
bangsa. Kriris ini jua berdampak pada krisis ikutan. Merebaknya kemisknan dan
pengangguran, misalnya, akan memunculkan dampak social yang tidak kecil. Atau
dengan kata lain, bangsa ini sedang menghadapi presoalan besar. Oleh karena
itulah dibutuhkan sebuah kekuatan besar
Mochamad Syafei (1998)
menyebut beberapa kekuatan dan keistimewaan yang dimiliki Ramadan bagi bangsa ini dalam menghadapi
masalah berat.
Pertama, moralitas kesederhanaan. Konsumtivisme jelas bukan moralitas Ramadan. Puasa menahan rasa
lapar, haus, dan terutama hawa nafsu, merupakan sesuatu yang dibutuhkan saat
ini. Puasa mengajarkan kita untuk menahan diri dari bersikap boros. Mestinya
anggaran belanja kita lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan di luar
Ramadan. Namun kadang realitasnya menjadi terbalik. Kita justu mengumbar
semangat konsumtif dengan berbelanja secara berlebihan diluar kebutuhan yang
sesungguhnya. Ramadan harus mampu menjadi
benteng bagi nafsu-nafsu ini.
Pengaruh puasa terlihat pada sejauh mana seseorang bisa
mengendalikan diri. Bukan saja waktu dilarang tetapi juga pada saat diijinkan.
Kalau di siang hari kita mampu mengendalikan diri, itu wajar, karena itulah
tuntutan puasa. Namu kemudian jika pada malam hari disaat yang dijinkan makan
dan minum kita mampu mengendalikan diri, dalam arti tidak berlebihan, itulah
sesungguhnya yang dikehendaki dari ibadah puasa.
Hadirin yang
berbahagia,
Keistimewaan dan kekuatan Ramadan yang kedua adalah
moralitas kejujuran. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
disebabkan karena kejujuran mulai diingkari oleh sebagian pelaku
pemerintahan. Sebagai pemerintah kita
mesti menunjukkan dan menjamin bahwa kita adalah lembaga yang dipercaya. Dalam
tataran pribadi muslim misalnya, bisa saja saat tengah hari bulan puasa kita
mengunci diri dalam kamar lalu makan sekenyang-kenyangnya. Dijamin tidak
seorangpun tahu. Namun kenapa tidak kita laukan? Ada semacam self control yang
sandarannya langsung kepada Allah. Ada
keyakinan bahwa meskipun orang tidak tahu, namun Allah maha mengetahui. Manusia bisa dibohongi,
tetapi Allah maha suci dari segala bentuk tipu daya kita.
Kesederhanaan dan kejujuran memang kurang populer di era sekarang.
Bahkan sering muncul olok-olok bahwa kejujuran tidak berbeda dengan ketololan.
Maka melalui Ramadan ini kita kembalikan kejujuran dan kesederhanaan menjadi
moralitas bangsa, dan moralitas masyarakat, dalam realitas kehidupan
sehari-hari.
Sidang Jumat rahimakumullah,
Keistimewaan ketiga adalah moralitas kerja. Ramadan
masih sering dipahami sebagai bulan bermalas-malasan. Padahal sebentulnya
Ramadan memiliki moralitas kerja. Ramadan mesti meningkatkan produktivitas
kerja. Produktivitas masyarakat, kita akui masih sangat rendah. Sehingga dengan
Ramadan ini perlu ditingkatkan. Rasa lapar dan haus harus mampu meningkatkan
produktivitas kerja.. Puasa ramadan hendaknya mampu memperbaiki kinerja
seseorang.
Kalau kita membaca sejarah, kemenangan umat Islam dalam perang Badar, sebuah perang
terbesar dimasa Nabi Muhammad, justru terjadi pada bulan Ramadan. Jumlah
pasukan musuh yang jauh berlipat ganda dapat dikalahkan oleh pasukan muslim
yang jumahnya tak seberapa. Peristiwa ini kemudian diabadikan Allah dalam
firman-Nya: “Berapa banyak jumlah yang kecil dapat mengalahkan jumlah yang
besar, dengan izin Allah”
Keempat, moralitas empati. Sebagai bangsa kita ibarat keluarga. Perjuangan kemerdekaan telah
menunjukkan. Keberhasilan perjuangan bangsa tidak lain karena persatuan dan kesatuan.
Setiap permasalahn harus dihadapi bersama. Ketidakbesamaan akan menjadikan kita
semakin terpuruk.
Mereka yang besar (tua) harus berempati kepada yang kecil (muda)
melalui kasih sayang. Sementara itu, yang kecil berempati kepada yang besar
melalui rasa hormat. Mereka yang diberi kelebihan materi didorong semangat
untuk berbagi melalui zakat, infaq dan sadaqah. Yang berkuasa berempati dengan
cara mengayomi rakyat.
Dunia pendidikan menyatakan bahwa pendidikan akan lebih efektif
apabila mampu melibatkan seluruh aspek dari anggota badan kita. Mengajar
anak berenang dengan membawanya ke kolam
renang. Mengajar anak bersepeda dengan melatihnya secara langsung. Melatih
berempati kepada orang miskin dan serba kekurangan misalnya juga demikian.
Tidak mungkin kita dapat berempati dengan orang yang kelaparan, sedangkan kita
dalam kondisi kenyang. Teori tentang lapar tidak menjamin seseorang lantas
mencintai fakir dan miskin. Tidak bisa mengajar anak berenang hanya dengan
teori. Bisa saja ia hafal teori gaya kupu-kupu, gaya dada dan gaya bebas di
luar kepala, namun jika ia tidak pernah ke kolam renang, sangat mungkin ia kan menggunakan gaya
batu. Sekali terjun dan tidak timbul kembali.
Berempati dengan orang miskin, tidak akan behasil hanya melalui
seminar, penataran, indoktrinasi, dan forum-forum keilmuan lainnya. Bagaimana
hati akan peka, bagaimana pemihakan terhadap fakir miskin akan terpelihara,
jika yang menjadi pembicaranya adalah orang-orang kenyang. Ibadah puasa bukan
hanya mengajarkan teori tetapi juga praktek. Dengan puasa kita diajak untuk
mengalami langsung bagaimana rasanya lapar dan dahaga. Dengan demikian,
terketuklah hati kita untuk tidak hanya mementingkan diri sendiri.
Terpanggillah hati kita untuk menolong sesuai dengan kadar kemampuan kita masing-masing.
Inilah salah satu makna dari perintah zakat yang wajib dikeluarkan di
penghujung bulan suci Ramadan.
Kelima, moralitas refleksi (perenungan).
Manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan. Manusia bukan malaikat yang
selalu benar. Bukan pula setan yang selalu salah. Yang terpenting bagi manusia
adalah kemauan dan kemampuan untuk melakukan refleksi. Mengaca diri. Mengukur
diri. Melalui refleksi akan dihasilkan keputusan yang jitu di masa depan.
Tradisi bersih-bersih halaman
rumah maupun ziarah ke makam keluarga menjelang bulan puasa merupakan hal yang
positif. Hal ini seakan menegaskan komitmen bersih, suci sebelum memasuki bulan
suci Ramadan. Hal ini biasanya diikuti oleh kebijakan pemerintah untuk menutup
tempat-tempat hiburan malam atau tempat-tempat yang potensial mengundang
kejahatan. Salah satu maksudnya adalah agar kebersihan lahir dan batin tetap
terpelihara. Bahkan bukan hanya selama bulan Ramadan tetapi sebelum dan
sesudahnya pun tetap terjaga.
Kebersihan secara fisik ini
hendaknya kita tindaklanjuti dalam bentuk kebersihan dan kesucian non-fisik
(batin) berupa kebersihan hati dan pikiran. Orang yang berpuasa dilatih
mentalnya dari melakukan sesuatu yang tidak terpuji.
Akhirnya, Ramadan hanya terjadi
sekali. Akan tetapi bukan berarti setelah itu maknanya hilang. Makna puasa
harus berlaku terus-menerus. Ramadan boleh berlalu namun maknanya tak pernah
berlalu.
Pasca Ramadan bukan berarti
hilangnya sebuah nilai. Justru pasca Ramadan nilai-nilai Ramadan diukur. Apakah
nilai Ramadan sudah membumi atau belum?
Mari kita sambut Ramadan! Mari
kita bumikan nilai-nilainya! Dan mari kita hadapi persoalan bangsa ini! Melalui
Ramadan mudah-mudahan kita diselamatkan dari segala cobaan. Amin ya rabbal
alamin.
MAKNA HIJRAH
الْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِى أَنْعَمَنَا
بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَالإِسْلاَمْ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَلَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ
مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ النَّبِّى الأُمِّىِّ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَجَمِيْعِ أُمَّتِهِ
وَسَلَّمَ
Sidang Jumat yang berbahagia
Marilah kita meningkatkan ketakwaan kita dengan cara
senantiasa melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala bentuk
larangannya-Nya.
Saat ini kita sedang berada dalam suasana 1 Muhaarram,
yaitu Tahun Baru Islam yang ditandai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW.
Jamaah salat Jumat rahimakumullah,
Bagaimanakah relevansi wacana hijrah yang terkait
dengan sejarah masa lalu dengan kondisi kekinian? Burhanuddin (1998) menyebut
hijrah adalah dokumentasi sejarah yang senantiasa hidup. Karena itu wacana
hijrah akan selalu bergerak tidak saja ketika kita memperingati Tahun Baru
Hijrah melainkan juga mewujud dalam realitas sosial.
Untuk mengungkap pesan moral dari momentum hijrah
diperlukan sebuah penafsiran terhadap peristiwa yang sangat menentukan arah
peradaban muslim di masa-masa berikutnya tersebut. Burhanuddin (1998)
menawarkan ada dua pemahaman tentang kontekstualisasi hijrah Nabi SAW, yaitu:
Pertama, hijrah secara
fisik. Maksudnya, hijrah dipahami sebagaimana arti dasar hijrah yakni pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain. Secara tersirat hijrah fisik Nabi
Muhammad mengandung makna pindah dari daerah yang secara sosiologis antopologis
“kurang nyaman” bagi syiar Islam menuju daerah yang lebih menguntungkan. Dalam
konstelasi masyarakat modern atau transisi, hijrah fisik bukanlah barang asing.
Falsafah merantau hampir pasti dijumpai di daerah yang etos hidup penduduknya
sangat tinggi.
Hijrah itu sendiri adalah gerakan dan lompatan besar
manusia menuju kemajuan dan kesempurnaan. Jika kita telaah sejarah lebih dalam,
di balik semua pertumbuhan budaya dunia ini pasti dimulai dengan hijrah. Karena
dalam sejarah bangsa besar dunia selalu ditemukan cerita yang berbicara tentang
hijrah ini.
Misalnya, hijrahnya suku Aria ke selatan dan barat
telah melahirkan peradaban barat dan timur yang lebih besar. Pindahnya
orang-orang Samiyah ke Mesir dan Afrika Utara telah melahirkan berbagai
peradaban besar di Samuria, Babilon, dan Arkadea. Sementara eksodusnya bani
Israil dari Mesir ke Palestina dan orang-orang Bar-bar ke barat dan timur serta
bangsa Frank, Slavia, dan Saxon melahirkan Eropa modern. Contoh-contoh ini
menunjukkan bahwa faktor dasar bagi peralihan komunitas nomaden menjadi
masyarakat yang memiliki peradaban besar adalah hijrah.
Itu sebabnya, hijrah dalam Islam bukanlah monopoli
sejarah Islam belaka, tetapi merupakan landasan sosial yang paling penting.
Kemudian hijrah dijadikan sebagai tonggak bagi peradaban umat manusia. Hijrah
besar-besaran yang dilakukan oleh kabilah-kabilah setengah primitif ke berbagai
wilayah baru selalu diikuti dengan munculnya peradaban baru dan bangunan
masyarakat yang lebih besar, serta munculnya bangsa-bangsa, agama, sistem dan
pembangunan yang dalam bahasa al-Quran disebut sebagai “tempat hijrah yang luas
dan kelapangan rezeki” sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Nisa ayat
100:
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللهِ يَجِدْ فِي اْلأَرْضِ مُرَاغَمًا
كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللهِ
وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللهِ
وَكَانَ اللهُ غُفُورَا رَّحِيمًا
Artinya:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka
mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak.
Barangsiapa keluar dari rumah-nya brmaksud berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),
maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Kedua, hijrah Nabi
Muhammad SAW menuntut umatnya untuk selalu merenung dan mempersepsi wacana
perjuangan melalui hijrah konsepsional. Hijrah konsepsional adalah suatu proses
melangkah satu tahap dalam perubahan sosial, yang dimulai oleh gagasan kelompok
tertentu, kemudian menyebar. Contoh ini telah ditunjukkan oleh Nabi dengan
membentuk komunitas kecil muslim dengan menjadikan rumah Arqam sebagai tempat
pembinaan awal. Dari kelompok kecil inilah kemudian terbentuk masyarakat muslim
yang siap melakukan perubahan.
Hadirin sidang Jumat Rahimakumullah
Hampir senada dengan tulisan Burhanuddin di atas, M.
Quraish Shihab (1998) juga menyebut bahwa peristiwa hijrah mengandung tiga hal yang perlu diteladani dalam
kehidupan ini. Pertama, upaya keluar dari kebekuan dengan melakukan
evaluasi dan membuat perencanaan yang matang. Kedua, upaya memupuk
kebersamaan, keikhlsan, dan persatuan. Hijrah mengandung pengertian simbolik
yang menggambarkan proses perjuangan keras guna mengubah nasib dari yang buruk
menjadi lebih baik. Niat yang bersih, motivasi yang kuat, usaha yang keras
disertai dengan semangat pengorbanan yang tinggi seperti dicontohkan Nabi
Muhammad sangat dituntut dari setiap orang dalam memperoleh tarap hidup yang
lebih baik. Selain itu saling membantu serta senantiasa mendekatkan diri dan
tawakkal kepada Allah SWT menjadikan umat Islam mendapatan kemenangan seperti
telah dicapai dalam peristiwa Fathu al-Makkah (penaklukan kota Makkah dari tangan
kaum penindas setelah Nabi hijrah ke Madinah).
Berangkat dari kenyataan di atas, hijrah dalam pentas
peradaban manusia dapat diperluas makna
dan cakupannya sebagai alat untuk melakukan perbaikan dan pembaruan di segala
bidang, antara lain:
Pertama, sistem
kepercayaan. Yakni perlunya hijrah dari sistem kepercayaan animisme (mulhid)
dan polytheisme (syirik) ke arah sistem kepercayaan monotheisme (tawhid). Sebab
monoteisme merupakan hakikat dari kepercayaan agama dan inti dasar dari semua
ajaran para Nabi dan Rasul.
Kedua, sistem sosial.
Yakni hijrah dari struktur sosial yang timpang, menindas, dan berorientasi
kasta ke arah struktur sosial yang adil dan sejahtera.tepatnya masyarakat tak
berkelas, kaya-miskin, pejabat-rakyat, dan status sosial lainnya. Di mata Allah
semua manusia sama, tak ada bedanya. Yang membedakan antara satu dengan yang
lainnya hanya tingkat ketakwaannya kepada Allah SWT. Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13
yang berbunyi:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
barbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi allah ialah orang yang paling
bertakwa di atara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal”
Ketiga, sistem ekonomi.
Yakni hijrah dari sistem ekonomi yang kapitalistik. Secara historis, sistem
ekonomi monopolistic dan kapitalistik ini disimbolkan al-Quran melalui sosok
Qorun yang hidupnya selalu berbuat rakus, korup, dan monopoli. Maka ibaratkan
pelakunya sama seperti sosok Qarun yang hdupnya selalu menumpuk harta tanpa mau
peduli lingkungan sosialnya. Maka sistem seperti ini mesti kita tinggalkan.
Kita mesti hijrah kea rah sistem ekonomi (Islam) yang distributive. Yakni
sistem ekonomi yang mendistribusikan saham-saham ekonomi ke seluruh lapisan
sosial (masyarakat) tanpa pandang bulu. Dengan sistem ini seluruh lapisan
masyarakat memiliki hak yang sama dan kesempatan yang sama pula dalam berusaha,
bekerja dan berbisnis. Firman Allah dalam surat
al-Hasyr ayat 7 yang berunyi :
مَّآأَفَآءَ اللهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ
السَّبِيلِ كَيْ لاَيَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya
“Apa saja harta rampasan (fa-i) yang diberikan Allah kepada rasul-Nya
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwa kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
Dan firman Allah dalam surat al-Isra’ : 26 yang berbunyi:
وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَي حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
وَلاَتُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Artinya:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah
kamu menghambur-hamburkn (haramu) secara boros”.
Keempat, sistem
kekuasaan. Yakni hijrah dari sistem kekuasaan yang otoriter dan absolute kearah
sistem kekuasaan yang terbuka dan demokratis. Kekuasaan mutlak disimbolkan
al-Quran dalam sosok Firaun , seorang kaisar Mesir Kuno yang punya kekuasaan
mutlak , dictator dan menindas. Namun bukti sejarah terbuka lebar akan
kehancuran Firaun. Demikian pula keruntuhan berbagai rezim (kekuasaan) otoriter
di kawasan Eropa Timur akhir dasawarsa 80-an. Pesan dibalik itu adalah kita
perlu hijrah kea rah sistem kekuasaan yang terbuka dan demokratis. Bahasa
al-Qurannya musyawarah. Firman Allah dalam surat al-Syura ayat 38:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhan-Nya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka”
Oleh karena itu, hadirin jamaat salat jumat, makna di
balik hijrah pada hakikatnya memberikan visi pembaruan dan perbaikan
terus-menerus di segala aspek ekonomi-sosial-budaya-politik- keagamaan ke arah
formasi sosial yang adil, terbuka dan demokratis.
MENIRU ASHABUL KAHFI
Hadirin, Jama’ah Jum’at Rahimakumullah.
Betapa besar nikmat yang Allah SWT
berikan kepada setiap makhluk-Nya. Sehebat apapun alat penghitung, takkan
sanggup untuk menjumlahkan nikmat yang diberikan Allah. Sebagai hamba, seharusnya
kita bersyukur dalam setiap tarikan nafas atas karunia kesehatan dan
kesempatan, sehingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan shalat Jum’at.
Shalawat teriring salam kita persembahkan untuk nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir dunia.
Sebagai bentuk rasa syukur terhadap
nikmat yang dikaruniakan Allah SWT, tak ada cara yang paling indah
selain meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT . Orang yang bertaqwa, di
manapun dirinya berada selalu ingat bahwa setiap kegiatan yang dilakukan selalu
diketahui oleh Allah. Sehingga senantiasa melaksanakan perintah dan menghindari
segala larangan Allah SWT.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia.
Dalam sejarah kehidupan bangsa, pemuda mempunyai peranan yang sangat
penting. Baik atau buruknya suatu bangsa tergantung dari kualitas pemudanya.
Tepatlah sebuah ungkapan yang menyatakan “Di tangan pemuda nasib suatu bangsa”. Jika para remaja atau pemuda
mempunyai akhlak yang mulia, maka niscaya bangsa itu akan selamat. Begitu pula
sebaliknya, jika akhlak pemudanya rusak maka binasalah bangsa itu.
Dalam al-Qur’an, Allah SWT menceritakan tentang pemuda yang
sangat tangguh keimanannya, yang diabadikan dalam surah Al-Kahfi. Demi
mempertahankan kemurnian iman, mereka rela mengungsi di sebuah gua, karena
penguasa dan masyarakat ketika itu sudah dikuasai nafsu untuk merusak aqidah
mereka. Mereka berkeyakinan, di manapun
berada jika selalu di jalan yang benar, maka niscaya pertolongan Tuhan akan
datang.
Sebagaimana Firman Allah:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم
بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya:
“Kami ceritakan kepadamu suatu kisah
nyata kebenarannya, yaitu para pemuda Ashhabul Kahfi, bahwasanya mereka adalah
pemuda-pemuda yang beriman kuat terhadap Tuhannya dan oleh sebab itulah maka
kami perkokoh keimanannya dengan petunjuk kepada mereka” (QS: Al-Kahfi: 13).
Hadirin, yang berbahagia.
Akhir-akhir ini
para pemuda di masyarakat kita sudah sangat sedikit yang keimanannya sekuat
Ash-habul Kahfi. Kebanyakan mereka sudah terbawa arus kehidupan yang
menyesatkan. Hampir setiap hari terjadi perzinahan, perkosaan, perjudian,
pembunuhan, meminum minuman keras, penyalahgunaan narkoba dan beragam perbuatan
menyimpang lainnya yang dilakukan oleh para remaja. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan.
Apa yang bisa
kita harapkan dari remaja yang semacam itu?. Mau dibawa kemana negara kita ini
nantinya?. Padahal mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan nasib
bangsa ini. Karena itu, perlu kepedulian semua pihak untuk membina para pemuda
agar bisa menjadi generasi yang shaleh dan berakhlak mulia. Dalam lingkup yang
kecil, orangtua mempunyai peranan yang sangat besar dalam sebuah keluarga. Bila
dalam satu keluarga kehidupan agamanya
baik, insya Allah maka dalam pergaulan masyarakat akan baik juga. Orang
tua mestinya selalu memberikan contoh yang baik dalam mendidik anak-anak. Satu
keteladanan lebih baik dari seribu kata-kata. Maksudnya, perbuatan orangtua
akan mudah diikuti, ketimbang suatu perintah. Bagaimana anak mau melakukan
sholat misalnya, jika orangtuanya juga tidak sholat.
Hadirin
jema’aah Jum’at yang berbahagia
Ash-habul Kahfi merupakan pemuda yang tak mudah
terbujuk rayuan alias teguh pendiriannya. Walaupun hidup dalam masyarakat yang
sudah hancur moralnya, mereka tidak terbawa arus kesesatan. Sebagaimana
dikisahkan dalam al-Qur’an:
وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ
قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَن نَّدْعُوَا مِن
دُونِهِ إِلاَهًا لَّقَدْ قُلْنَآ إِذاً شَطَطًا
Artinya:
“Dan Kami teguhkan hati mereka, ketika berdiri di
tengah-tengah masyarakat yang sudah hancur moral dan peradabannya seraya
menegaskan kepada mereka “Tuhan kami adalah penguasa langit dan bumi, kami
tidak mengabdi kepada tuhan yang lain, kecuali Dia, sungguh terlalu kufur jika
kami berbuat seperti masyarakat kami”. (Al-Kahfi: 14)
Sikap teguh pada pendirian terhadap kebenaran, harus
bisa kita tiru dari kisah Ash-habul Kahfi. Kisah ini hendaknya menjadi contoh
bagi para pemuda yang mau mengikuti jejak ketaqwaan mereka. Karena dari
pemuda-pemuda semacam Ash-habul Kahfi inilah diharapkan sanggup mengangkat
derajat dan martabat suatu masyarakat.
Hadirin
jema’aah Jum’at yang berbahagia
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa “Ada tujuh golongan manusia yang akan
dinaungi Allah di akhirat kelak. Mereka adalah: Imam (pemimpin) yang adil,
pemuda yang sejak remaja taat ibadah kepada Allah, seseorang yang hatinya
selalu terpaut pada masjid, mencintai karena Allah, pemuda yang teguh keimanannya walau dirayu wanita cantik,
seorang yang bersedekah tapi tidak riya’ dan orang selalu berzikir kepada Allah
SWT”.
Dari hadist Rasullulah ini menjelaskan diantara
ketujuh golongan tersebut, secara tersirat dua kali berbicara tentang pemuda,
yaitu pemuda yang taat beribadah sejak masih remaja dan pemuda yang teguh pendirian walau di rayu
perempuan. Seseorang yang sejak kecil dididik dengan ilmu agama, maka ketika
usianya beranjak remaja tingkah lakunya tidak akan menyimpang dari ajaran yang
telah ditentukan.
Sejak kecil, orangtua hendaknya mendidik anak untuk
selalu taat kepada ajaran yang diperintahkan Allah dan Rasulullah. Mengajak
anak untuk shalat berjama’ah di masjid misalnya, adalah sesuatu yang
menimbulkan kesan mendalam dalam diri mereka, yang nantinya akan menjadi
kebiasaan dalam setiap langkah hidup. Jika sejak kecil sudah terbiasa
memakmurkan masjid, maka kelak hati mereka akan terpaut pada rumah Allah
tersebut. Dengan penuh semangat, mereka
akan menghidupkan masjid dengan beragam kegiatan yang bermanfaat. Sehingga
kebiasaan buruk seperti mengembun, kebut-kebutan di jalan raya, berhubungan
seks di luar nikah, dapat dicegah.
Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia.
Waktu yang kita
lewati ini setiap detiknya harus mempunyai manfaat. Jangan ada anggapan bahwa
mumpung masih muda, saatnya berhura-hura, nanti setelah tua baru bertaubat. Tak
seorangpun yang bisa menjamin umur manusia. Karena itu, gunakan masa muda
sebelum datangnya tua untuk berbuat kebajikan. Gunakan masa luang sebelum masa
sempit. Gunakan masa sehat sebelum datang sakit. Demikian sabda Rssullullah.
Jika kita selalu berada di jalan yang lurus, dengan melakukan segala
perintah dan menjauhi larangan Allah, maka niscaya kita akan mendapatkan
keberuntungan. Sebagaimana firman Allah:
وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Artinya :
“Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”.
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Demikian khutbah singkat yang dapat disampaikan,
semoga bermanfaat bagi kita semua. Mudah-mudahan anak-cucu kita bisa menjadi
penyejuk jiwa dan menjadi imam bagi orang yang bertaqwa. Amin…ya Rabbal
‘alamin.
PENTINGNYA MENDIDIK ANAK
YANG SHALEH DAN SHALEHA
Tiada untaian kata kasih melainkan kalimah
al-hamdulillah kepada Allah yang maha pengasih.Tiada untaian kata ampun
melainkan kalimah as-Taghfirullah. kepada Allah yang maha pengampun. Semoga
kita senantiasa mendapatkan tali kasih dan ampunannya Amin.
Shalatullah wasalumuhu senantiasa kita haturkan atas
jung-jungan alam Nabi besar Muhammad SAW. Manusia biasa tapi luar biasa.
Manusia yang tidak punya apa-apa tapi tetap mencintai hamba-hambanya.
Desiran angin masih dapat kita rasakan, percikan air
masih dapat kita dengarkan dalam kesempatan yang penuh berkah ini khotib akan menyampaikan
“pentingnya mendidik anak yang shaleh dan
shaleha”
Jamaah shalat jumat rohema kumullah.
Manusia hidup dalam tiga deminsi waktu. Masa lalu, masa sekarang, dan masa yang
akan datang. Masa lalu adalah kenangan, masa sekarang ialah kenyataan, dan masa
yang akan datang merupakan harapan impian atau cita-cita. Orang yang baik
adalah orang yang pandai mengambil pelajaran dari masa lalu untuk menentukan
sikap hari ini dan merencanakan masa depan, sehingga hari ini lebih baik dari
hari kemarin dan besok bisa di atas tingkat prestasi yang dicapai pada hari
ini.
Oleh karena itu sangat
relevan untuk kita jadikan acuan hidup untuk menginstrokfeksi diri mengenali
diri kita masing-masing. Sadar dari mana kita datang harus berbuat apa dan
kemana hendak pulang. Oleh sebab itu mari
tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt.
Para jamaah shalat jumat rohema kumullah
Dalam perkembangan dan
pertumbuhan anak dalam kehidupan ini
kedua orang tua mempunyai peranan penting dalam kehidupannya. Sehingga
Imam al-Ghazali membagi anak dalam tiga bagian.
Pertama : anakmu adalah bunga-bunga dalam
kehidupan
Kedua
: anakmu adalah pembantu
dalam kehidupan
Ketiga
: anakmu adalah teman
atau musuhmu dalam kehidupan
Siapapun mengiginkan anaknya
menjadi anak yang shaleh dan shalehah yang ahli ibadah bahkan yang tidak ahli
ibadahpun menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Akan tetapi menginginkan
anak yang shaleh dan shalehah tidak semudah memutar balikkan telapak tangan.
Bin salabin adakadaprak.
Oleh karena itu berbicara
anak yang shaleh dan shalehah mari kita kembali mengenang sejarah, kita kenal
dengan yang namanya Abu Basyar bapaknya manusia yaitu Nabi Adam as. Beliau
mempunyai putra qobil dan habil. Ternyata Nabi Adam as. kandas mendidik anaknya
menjadi anak yang shaleh dan shlehah gara-gara qobil dan habil berebut cewek
cakep yang namanya iklima dan labuda.
Berikutnya Nabi Nuh as.
Beliau mempunyai putra yang bernama
Kan’an. Nabi Nuh as. juga gagal dalam mendidik anaknya, gara-gara anaknya
tidak mau diajak keagama tauhid. Dengan
kata lain Nabi saja gagal apalagi kita manusia biasa yang penuh berlumuran
dosa. Oleh karena itu jadilah orang tua yang betul-betul mendidik, sehingga
terbentuk anak-anak yang shaleh dan shalehah.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Allah berfirman, Rasulullah
bersabda dan imam Ghazali berkata di dalam cara mendidik anak dibagi dalam dua
bagian:
Pertama
: mendidik anak sebelum
lahir
Pertanyaanya sekarang
bagaimana mendidik anak sebelum lahir. Mungkin Diantara kita yang Islam kalau
istri lagi hamil bisanya diadakan acara
nujuh bulanan, kalau ingin anak yang shaleh kita bacakan surah yusuf biar anak
kita kayak Nabi yusuf as.. Kalau ingin anak yang shalehah biasanya kita bacakan
surat maryam agar anak kita kayak siti maryam. Insyaallah.
Kedua : Mendidik anak sesudah lahir
Bagaimana caranya, sunnah
Rasul kebiasaan kita ummat Islam kalau
bayi kita sudah lahir kita adzankan dari telinga yang kanan dan kita iqomatin
dari telinga yang kiri. Maksudnya dari sejak lahir sudah ditanamkam kalimah
tauhid yang akan mengkokohkan keyakinannya kepada Allah. Setelah tumbuh besar
kita didik dan kita masukkan kependidikan baik formal dan non formal, sehingga
terciptalah anak yang shaleh dan shalehah karena ilmu yang dimiliki.
Sejalan dan sejalin dengan sabda Rasulullah Saw :
Artinya :
Carilah ilmu mulai dari
ayunan sampai ke liang lahat (HR. Muslim)
Orang bijak pernah berkata
dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup indah dan dengan Iman hidup
menjadi terarah. Dengan kata lain kalau iman sudah ditanamkan dalam hati
anak-anak kita, lalu dididik dengan berbagai macam keilmuan. Insyaallah anak
kita akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Akan tetapi kalau tidak ? kita
harus merasa khawatir meninggal anak-anak keteturunan atau generasi yang lemah
sebagai mana firman Allah Swt.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
Artinya
:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.( QS. An-Nisa’ 9)
Ayat tersebut diawali dengan
kalimat Wal Yakhsya kita kaji lebih dalam ! Secara semantic :
Istinbatnya adalah shigat Amr. Kaidah
mengatakan
Pada asalanya suatu perintah adalah wajib. Oleh
karena itu wajib kepada kita, saya,
saudara dan kita semua merasa takut
Jika meninggalkan anak-anak, keturunan, dan generasi yang lemah.
Lemah apa
yang harus kita takutkan? Prof. Dr Bj. Habibi mengatakan : Setidaknya ada lima
kelemahan yang harus kita hindari, yakini lemah harta, lemah fisik, lemah ilmu,
lemah semangat hidup dan yang sangat ditakutkan lemah akhlak. Jika lima
kelemahan ini melakat pada anak-anak kita, saya yakin mereka bukan sebagai bunga-bungan dalam kehidupan tapi
sebagai virus atau musuh bagi kehidupan bangsa dan keluarga.
jamaah shalat jumat yang di rahmati Allah
Dengan menggunakan metode
mantic dan memakai istidlal qiyasi wabinnatijah dapat disimpulkan bahwa. Anak
adalah amanah yang harus kita didik menjadi anak yang shaleh dan shalehah.
sehingga anak menjadi bunga-bunga, pembantu,dan
teman dalam kehidupan bukan malah sebaliknya anak-anak yang kita tinggal
justru menjadi musuh dalam kehidupan kita. Na’udubilla tsumma Na’udubillaH.
Inilah yang dapat khotib
sampaikan terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala
kekurangan
HAKIKAT TAUBAT
Pertama dan yang paling
utama tiada kata yang pantas saya
ucapkan melainkan kalimah al-Hamdulillah kepada Allah. Allah maha pengasih yang
kasihnya tidak pernah salah kasih, Allah yang maha penyayang yang sayangnya
tidak pernah salah orang. Semoga kasih dan sayangnya dilimpahkan kepada jamaah
sekalian.Amin
Salatullah wasalamuhu kita
haturkan atas jung-jungan alam Nabi besar Muhammad SAW. Manusia yang sabar dan
berbudi luhur. Manusia yang sopan dan menunjukkan jalan keselamatan.
Dalam kesempatan
yang penuh berkah ini khotib akan menyampaikan “Hakiakat Taubat”
Para jamaah shalat jumat rophemakumullah
Orang bijak pernah berkata
di dalam kehati-hatian ada keselamatan dan didalam ketergesah-gesahan ada
penyesalan. Orang yang suka buru-buru memperlihatkan kecintaan atau
kebenciannya kepada sesuatu atau kepada orang lain akan menuyesali
kecerobohannya itu dikemudian hari. Ia akan menyesal setelah datang cercaan
cemohan dari orang lain dan tidak maaf lagi. Itulah kenapa agama mengajarkan
agar di dalam bersikap tindak hendakknya hati-hati dan dengan penuh
perhitungan. Akan tetapi ada lima perkara yang sunnah dilakukan dengan
terburu-buru yaitu:
1. Menguburkan mayat
2. Menjamu tamu yang datang
3. Membayar hutang
4. Mengawinkan anak perempuan
5. Dan bertaubat apabila mengerjakan dosa.
Jamaah salat jumat Rohemakumullah
Makna taubat. Taubat berasal
dari kata Taba. Artinya pulang atau kembali. Jika dihubungkan dengan kenyataan bahwa dalam kehidupan ini
kita suka melanggar larangan-larangan Allah maka taubat berarti kembali dari
yang dilarang Allah.
Dengan demikian pengrtian
taubat adalah meninggalkan larangan-larangan Allah dan kembali kepada yang
diperintah-Nya.
Sejak semula makhluk yang
bernama manusia sulit terhindar dari salah dan dosa sebab Rasululah bersabda.
Artinya:
Setiap
anak adam akan melakukan kesalahan dan sebaik-baik pelaku kesalahan ialah mereka
yang bertaubat.
Dengan kata lain orang yang
baik bukanlah orang yang tidak punya kesalahan sebab orang seperti itu tidak
ada. Orang yang baik adalah orang yang segera menyadari kesalahannya, apabila
dia berbuat salah. Kemudian ia jadikan
kesalahannya itu pelajaran untuk tidak
diulanginya lagi. Inilah orang-orang yang digambarkan Allah dalam Al-Quran.
وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا
فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya :
Dan orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS.Al_’Imran:135)
Sejak semula iblis memang sudah memproklamirkan
dirinya dihadapan Allah dengan berkata :
Artinya :
Ya Tuhanku demi keperkasaan
Engkau aku akan selalu menyesatkan anak turun adam, selama jiwa mereka masih berada dijasad mereka.
Akan tetapi Allah memberikan jaminan kepada buat
manusia :
Artinya :
Demi kepaekasaanku dan demi
kemulyaanku, hai yang terkutuk, Akupun selalu mengampuni mereka selama mereka
minta ampun.
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa
taubat adalah sebuah sikap bertaubat
artinya bersikap, bertingkah laku melakukan sesuatu yang sungguh-sungguh
membuktikan taubatnya di dalam kehidupan nyata. Sikap itu adalah:
1. Menyesali perbuatan dosa yang pernah ia lakukan
Dari sikap menyesal, orang akan sadar
bahwa perbuatann mabuk, zina, dan Korupsi itu dilarang Allah, Sebab dari
penyesalan akan timbul sikap selanjutnya, yaitu :
2. berniat untuk tidak mengulagi perbuatan dosa
Menyesal saja tentunya tidak cukup kalau
tidak ada niatan untuk berhenti. Bagaimana caranya? Kalau pernah korupsi rubah
dan niatkan jadi orang bisa memberi .
3. Meninggalkan tiap perbuatan dosa
Misalnya taubat dari korupsi, maka talkaq
tiga itu korupsi. Demikian pila perbuatan dosa yang lainnya.
4. Menunaikan semua kewajiban
Kalau kemarin kita tenggelam dalam
perbuatan dosa, kita lalaikan perintah Allah, maka jika bertaubat kita
laksanakan semua kewajiban yang disyari’at oleh agama.
Adapun ciri-ciri orang yang bertaubat, seorang ahli
hikmah berkata ada lima
ciri-ciri orang yang bertaubat yaitu :
- Dia menjaga lisannya dari ucapan yang berlebihan dari ucapan yang yang tidak ada manfaatnya, ucapan yang mengandung dosa , ghibah , namimah,dusta dan dari segala hal yang merugikan orang lain.
- Tidak ada persaan dengki dihatinya dan tidak ada pula persaan benci atau permusushan terhadap orang lain.
- Menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang jahat
- Mempersiapkan diri untuk mengahdapi maut.
Jamaah Shalat jumat Rohemakumullah.
Dengan menggunakan metode
mantic dan istidlal qiyasi wabinnatijah dapat disimpulakan bahwa bertaubat,
berusaha untuk tidak kembali tergelincir kedalam ke sia-siaan serupa, menjaga
lidah dari perkataan yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya terlebih
untuk orang lain.
Inilah yang dapat khotib
sampaikan terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala
kekurangan
MENELADANI NABI MUHAMMAD SAW
Hadirin, Jama’ah Jum’at Rahimakumullah.
Alhamdulillah.
Segala puji hanya untuk Allah SWT atas segala nikmat, taufik, dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Terutama nikmat iman dan Islam, kesehatan serta
panjang umur sehingga pada hari yang mulia ini, kita dapat dipertemukan kembali
dengan suatu hari yang sangat bersejarah bagi umat Islam, yaitu hari kelahiran
nabi besar Muhammad SAW atau yang biasa disebut dengan Maulid Nabi.
Shalawat
teriring salam marilah kita persembahkan untuk junjungan alam, nabi besar
Muhammad SAW, sebagai teladan yang terbaik dalam hidup ini. Semoga pula
shalawat dan salam itu selalu tercurahkan kepada keluarga, kerabat, sahabat,
dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Sebagai
bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT, marilah
kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT
dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya,
sebagaimana yang dicontohkan Rasul
Muhammad SAW.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia.
Dikisahkan
dalam sejarah nabi, bahwa sebelum datangnya agama Islam, kemusyrikan menguasai
kehidupan bangsa Arab, rumah suci Tuhan yang dibangun Nabi Ibrahim, dipenuhi
oleh ratusan patung dewa sesembahan.
Masyarakat Arab dihuni oleh suku-suku yang suka berperang. Pertentangan
berlangsung selama beberapa generasi, dan terkadang memuncak dalam pertarungan
berdarah sehingga ratusan jiwa melayang. Mereka mempunyai pandangan keliru, dan
demi martabat mereka tega membunuh anak-anak perempuannya sendiri secara ganas.
Penduduk Arab ketika itu telah jatuh pada kebiadaban.
Dalam
situasi kegelapan yang meliputi jazirah Arab tersebut, muncullah suatu sinar
terang dengan lahirnya Muhammad bin Abdullah pada tanggal 12 Rabi’ul awwal
tahun gajah atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi. Beliau
merupakan keturunan keluarga bangsawan Arab, yakni Bani Hasyim dari suku
Quraisy, suku yang dipercaya memelihara Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim dan
anaknya Ismail.
Kelahiran Muhammad bin Abdullah merupakan awal
datangnya zaman baru, karena beliaulah
yang telah berjasa merombak dunia yang biadab menuju dunia beradab, dari dunia
kegelapam menuju dunia penuh cahaya dan dari dunia jahilliyah menuju dunia
ilmiah dengan tuntunan wahyu Allah SWT.
Jema’ah Jum’at yang dirahmati Allah.
Ada
banyak hal yang bisa didapatkan, bila
kita mau mengambil pelajaran dari kisah Nabi Muhammad SAW. Dengan begitu
peringatan maulid nabi yang kita lakukan setiap tahunnya tidak hanya selesai
ketika acara maulid usai, melainkan sebagai kesempatan bagi pengikutnya untuk
memperbaiki diri dan menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan yang terbaik. Sebagaimana firman Allah SWT:
لَّقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ
وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan hari kemudian”
(QS: Al-Ahzab: 21)
Sebelum
diangkat menjadi Nabi, Muhammad bin Abdullah dikenal sebagai pemuda yang jujur,
atau dapat dipercaya. Sehingga Muhammad diberi gelar al-Amin. Apa yang
dikatakannya sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Jujur merupakan modal awal
bagi manusia jika ingin hidupnya berhasil dan bahagia. Orang yang jujur pasti
disukai oleh manusia lainnya. Sekali saja berbohong, maka orang akan sulit
mempercayai lagi. Sifat kejujuran ini
harus kita teladani atau dicontoh, mulai dari kehidupan keluarga, bertetangga,
hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam
kehidupan rumah tangga misalnya, jika suami tidak jujur pada istri atau anak
suka bohong pada kedua orangtuanya maka akan ada pihak yang tersakiti. Sakit
hati, merasa dikhianati atau merasa tidak dihargai, menimbulkan rasa tidak
percaya. Sangat sulit mengembalikan kepercayaan orang lain yang pernah kecewa
karena kebohongan yang dilakukan. Untuk itu, jangan pernah sekalipun berlaku
tidak jujur kepada siapapun, karena akan merugikan diri sendiri.
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Di tengah
rusaknya akhlak masyarakat Arab ketika itu yang menyembah berhala, suka berkelahi,
membunuh anak yang tak berdosa, maka Muhammad diutus Allah SWT sebagai
Nabi yang bertugas untuk memperbaiki akhlak, sebagaimana sabda beliau:
“Sesungguhnya aku diutus
ini tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti mulia.”
Kehadiran
Rasullullah SAW di tengah-tengah umat manusia yang disaat itu dilanda kegelapan
yang dikenal dengan zaman jahiliyah, membawa rahmat bagi seluruh alam. Karena
dengan kehadirannya benar-benar dapat membawa zaman baru yang penuh dengan
tatanan kemuliaan dan sekaligus dapat mengembalikan semua umat manusia
mengenali kembali jati dirinya dan sadar akan tujuan hidupnya. Hal inilah yang
merupakan rahmat Allah yang tiada dapat dinilai harganya, karena kehadiran
beliau tidak lain kecuali membawa rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّرَحْمَةً
لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.S. Al Anbiya’:107).
Islam adalah agama yang diwahyukan
Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui kitab suci al-Qur’an. Kitab itu
meliputi aturan hidup yang sempurna dan Nabi Muhammad telah melaksanakannya
kedalam perbuatan yang nyata. Ajaran utama dan pertama yang disampaikan Nabi
adalah tentang Tauhid kepada Allah.
قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ{4}
Artinya:
“Katakanlah:"Dialah Allah, Yang
Maha Esa Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak
beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara
dengan Dia” (QS: Al-Ikhlas: 1-4).
Walau
ajaran tauhidnya mendapat tantangan yang berat, diperlakukan secara tidak
manusiawi, dilempari dengan kotoran dan perlakuan kasar lainnya tetapi nabi
Muhammad SAW, tetap bersabar dalam menghadapinya. Kesabaran ini merupakan salah
satu kunci sukses dalam perjuangan beliau. Untuk itu bagi setiap muslim yang
ingin sukses dan bahagia dalam kehidupan, hendaknya mampu bersifat sabar dalam
menghadapi segala macam persoalan hidup.
Sabar
adalah sifat mulia dan disukai Allah, dengan kesabaran tak akan menjadi lemah
jiwa seseorang dalam menghadapi musibah. Dengan kesabaran tak akan patah
semangat oleh kesulitan. Kesabaran merupakan bukti keimanan dan ketaqwaan
hamba.
Allah
SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا
وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”.
(QS:
Ali Imran: 200).
Hadirin yang berbahagia.
Disamping
ajaran Tauhid, nabi Muhammad SAW juga mengajarkan tentang persatuan dan
persaudaraan sesama umat manusia. Tidak ada
yang membedakan keistimewaan seseorang kecuali ketaqwaannya di sisi Allah
SWT. Dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن
ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ
خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui dan maha mengenal”. (Al-Hujurat:
13).
Ajaran
ini sanggup dilakukan oleh nabi ketika hijrah dan mempersaudarakan kaum
Muhajirin dan kaum Anshor. Bahkan masyarakat yang belum memeluk Islam juga
dengan senang hati menerima kepemimpinan nabi yang mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
Menjaga
persaudaraan dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari, sampai saat ini masih
sangat perlu untuk ditingkatkan. Jangan ada jurang pemisah antara sesama
manusia hanya karena menganggap bahwa suku tertentu paling baik, atau orang
kaya merasa hebat dan menganggap remeh orang miskin. Jangan pula seorang
laki-laki menganggap lebih hebat dari kaum perempuan. Jika kita bersama, maka persoalan hidup bisa
diselesaikan dengan lebih mudah.
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Demikian
khutbah singkat yang dapat disampaikan, semoga bermanfaat dan kita bisa
meneladani sifat, sikap serta kepribadian nabi Muhammad SAW dalam kehidupan
sehari-hari, sebagai bukti kecintaan kita kepadanya. Mudah-mudahan kita mendapatkan syafaat nabi Muhammmad di akhirat
kelak, Amin…
PERILAKU KONSUMSI DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
الحمد لله الذ ى
ارسل رسوله بالهدى ود ين الحق ليظهره على الدين كله. ارسله بشيرا ونظيرا ودا عيا
الى الله با ذنه وسرا جا منيرا. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شها دة
اعدها للقا ئه ذخرا . واشهد ان محمدا عبده ورسوله ارفع البر ية قد را. اللهم صل
وسلم على سيدنا محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعهم باحسان الى يوم الد ين وسلم
تسليما كثيرا. اما بعد ,أعو ذبالله من الشيطا ن الرجيم بسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ
الرَّحيمِ وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا
لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًأما بعد فيا عباد
الله أوصيكنم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون
Saudara-saudaraku hadirin sidang jum’at rahimakumullâh.
Dalam kesempatan yang penuh
berkah dan kemuliaan ini, marilah kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk meraih
ketakwaan sekaligus menjaga dan meningkatkannya kepada Allah Swt., semoga hidup
kita yang fana ini tidak berlalu dengan sia-sia dan semoga kita dapat
memberikan manfaat bagi sesama ummat di bumi ini. Sepantasnyalah kita sebagai
hamba yang yang diutus menjadi khalifah diatas bumi yang fana ini, mengucapkan
syukur yang tidak terhingga, baik secara lisan maupun secara amaliah, dalam
bentuk melaksanakan semaksimal mungkin perintah-Nya dan berusaha sekuat tenaga
menjauhi larangan-larangan-Nya.
Salawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan
Kita Muhammad Saw., Asyroful Anbiyâ yang telah menyelamatkan kita dari
jurang kehinaan dan kejahiliyahan.
Hadirin jama’ah Jum’at rahimakumullah.
Pada kesempatan hari yang penuh berkah ini khatib
ingin menyampaikan khutbah dengan tema perilaku konsumsi dalam perspektif
Islam.
Di tengah-tengah berkembang pesatnya bangunan-bangunan
megah, mall-mall yang tersebar di merata kota, tempat-tempat hiburan yang
menggiurkan serta melenakan, perkembangan tekhnologi yang semakin canggih, perilaku
konsumsi kita yang sudah semakin tidak terarah dan parah. Para Koruptor bebas
berkeliaran, low imporcement hanya berlaku bagi kalangan yang lemah yang
tidak mempunyai kekuatan, kesenjangan kehidupan antara si kaya dan miskin
semakin lebar, manusia sudah semakin tak terkendali, nafsu menguasai tindak dan
perilaku. Inilah sebuah realita yang sering terlihat dalam kehidupan kita
sekarang, masihkah ummat Islam khususnya, ingat akan hari akhir? Dimana tidak
ada yang kita bawa kecuali amal dan takwa semata, Sedangkan amal dan takwa
hanya bisa kita raih dengan menjalankan aturan-aturan Islam secara kâffah
dan tidak terkotak-kotak, dan semuanya itu akan kita pertanggungjawabkan di
akhirat kelak.
Ma’asyira l-muslimîn rahimakumullâh
Dalam sistem
perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi akan
mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan
roda-roda perekonomian. Bayangkan ketika masyarakat tidak memiliki kemampuan
membayar pada suatu barang yang diproduksi? Meskipun produsen berargumen barang
mereka sesuai dengan need konsumen, tetap tidak akan melahirkan demand
(permintaan). Tanpa adanya daya beli konsumen, produksi akan terhenti, dan
ekonomi mati, hal ini yang banyak dikatakan oleh ahli ekonomi konvensional
dengan istilah inflasi.
Dalam realitas empirik, hidup dan matinya sebuah proses ekonomi ternyata tidak sesederhana yang baru saja digambarkan di atas. Sudah tabiat produsen untuk berusaha sekuat tenaga “mengeksploitasi” kebutuhan konsumen dan mengkonversinya menjadi demand(permintaan). Dengan promosi yang gencar, sistem pembayaran yang “merangsang” serta hadiah-hadiah yang ditawarkan, konsumen seakan-akan tidak memiliki alasan untuk tidak memiliki daya beli. Sistem kredit misalnya, merupakan bagian dari upaya produsen dalam memprovokosi konsumen agar terus membeli, sampai akhirnya perilaku konsumsi mereka menjadi lepas kendali dan boros.
Dalam realitas empirik, hidup dan matinya sebuah proses ekonomi ternyata tidak sesederhana yang baru saja digambarkan di atas. Sudah tabiat produsen untuk berusaha sekuat tenaga “mengeksploitasi” kebutuhan konsumen dan mengkonversinya menjadi demand(permintaan). Dengan promosi yang gencar, sistem pembayaran yang “merangsang” serta hadiah-hadiah yang ditawarkan, konsumen seakan-akan tidak memiliki alasan untuk tidak memiliki daya beli. Sistem kredit misalnya, merupakan bagian dari upaya produsen dalam memprovokosi konsumen agar terus membeli, sampai akhirnya perilaku konsumsi mereka menjadi lepas kendali dan boros.
Hadirin sidang jum’at rahimakumullah
Sebagai
agama yang syâmil, Islam telah memberikan rambu-rambu berupa
batasan-batasan serta arahan-arahan positif dalam berkonsumsi. Setidaknya
terdapat dua batasan dalam hal ini: Pertama, pembatasan dalam hal sifat
dan cara. Seorang muslim mesti sensitif terhadap sesuatu yang dilarang oleh
Islam. Mengkonsumsi produk-produk yang jelas keharamannya harus dihindari,
seperti minum khamr, makan daging babi, bertransaksi investasi dengan jalan
riba dan lain-lain. Seorang muslim haruslah senantiasa mengkonsumsi sesuatu
yang pasti membawa manfaat dan mashlahat, sehingga jauh dari kesia-siaan. Karena
kesia-siaan adalah kemubadziran, dan hal itu dilarang dalam Islam seperti
termaktub dalam Al-Qur’an (QS. 17 : 27)
إِنَّ
الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينَ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ
كَفُورًا
Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS.
A l - I s r â '
[17]:27)
Kedua, pembatasan dalam hal
kuantitas atau ukuran konsumsi. Islam melarang umatnya berlaku kikir yakni
terlalu menahan-nahan harta yang dikaruniakan Allah Swt., kepada mereka. Namun
Allah Swt., juga tidak menghendaki umatnya membelanjakan harta mereka secara
berlebih-lebihan di luar kewajaran
Firman Allah swt., (QS. 25
: 67),
وَالَّذِينَ إِذَآ
أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
(QS.Al-Furqon [25]: 67)
Kemudian dalam surah Al-Maidah : 87.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَآأَحَلَّ اللهُ لَكُمْ وَلاَ
تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ {87}
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. 5:87)
Dalam
mengkonsumsi, Islam sangat menekankan kewajaran
dari segi jumlah, yakni sesuai dengan kebutuhan. Dalam bahasa yang indah
Al-Quran mengungkapkan
وَلاَتَجْعَلْ
يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَتَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ
مَلُومًا مَّحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan
tanganmu terbelenngu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. 17:29)
Adapun
arahan Islam dalam berkonsumsi
paling tidak ada tiga hal. Pertama, jangan boros. Seorang muslim
dituntut untuk selektif dalam membelanjakan hartanya. Tidak semua hal yang
dianggap butuh saat ini harus segera dibeli. Karena sifat dari kebutuhan
sesungguhnya dinamis, ia dipengaruhi oleh situasi dan kondisi.
Seorang pemasar sangat pandai mengeksploitasi rasa butuh seseorang, sehingga
suatu barang yang sebenarnya secara riil tidak dibutuhkan tiba-tiba menjadi
barang yang seolah sangat dibutuhkan. Contoh sederhana air mineral. Dahulu
orang tidak terlalu membutuhkannya. Namun karena perusahaan rajin
“memprovokasi” pasar, kini hampir di setiap rumah kita ada air mineral.
Kedua, seimbangkan pengeluaran
dan pemasukan. Seorang muslim hendaknya mampu menyeimbangkan antara pemasukan
dan pengeluarannya, sehingga sedapat mungkin tidak berutang. Karena utang,
menurut Rasulullah SAW akan melahirkan keresahan di malam hari dan mendatangkan
kehinaan di siang hari. Ketika kita tidak memiliki daya beli, kita dituntut
untuk lebih selektif lagi dalam memilih, tidak malah memaksakan diri sehingga
terpaksa harus berutang. Hal ini tentu bertentangan dengan perilaku produktif.
Kita telah merasakan: keresahan, kehinaan, serta kehilangan kemerdekaan sebagai
satu bangsa akibat jerat utang.
Ketiga, tidak bermewah-mewah. Islam juga melarang umatnya hidup dalam kemewahan sebagaimana di sebutkan dalam (QS. Al-Waqi’ah : 41-46) yang artinya:
Ketiga, tidak bermewah-mewah. Islam juga melarang umatnya hidup dalam kemewahan sebagaimana di sebutkan dalam (QS. Al-Waqi’ah : 41-46) yang artinya:
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat
panas dan air yang panas yang mendidih,dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak
sejuk dan tidak menyenangkan.
Sesungguhnya
mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan
dosa yang besar.
Hadirin sidang jum’at yang dimuliakan Allah SWT.,
Kemewahan
yang dimaksud menurut Yusuf Al Qardhawi adalah tenggelam dalam kenikmatan hidup
berlebih-lebihan dengan berbagai sarana yang serba menyenangkan. Serta lupa
untuk berbagi terhadap kaum miskin dan du’afa.
Perilaku konsumsi, sesuai dengan arahan Islam di atas menjadi lebih terasa urgensinya pada kehidupan kita saat ini. Krisis ekonomi yang belum juga reda bertemu dengan harga-harga yang melambung tinggi selama selama ini, menuntut kita untuk selektif dalam berbelanja. Islam tidak melegitimasi momen apapun yang boleh digunakan untuk mengkonsumsi secara berlebihan apalagi di luar batas kemampuan, termasuk dalam memperingati hri raya dan hari besar Islam lainnya. Bahkan Rasulullah merayakan idul fitri dengan penuh kesederhanaan.
Bagi mereka yang memiliki uang berlebih mungkin berfikir, mengapa Islam harus membatasi hak orang? Pada prinsipnya Islam sangat menghargai hak individu dalam mengkonsumsi rezeki yang diberikan oleh Allah SWT sepanjang pelaksanaannya tidak mengganggu kepentingan umum. Dalam riwayat, Khalifah Umar bin Khattab pernah melarang konsumsi daging dua hari berturut-turut dalam sepekan, karena persediaan daging tidak mencukupi semua orang di Madinah. Demikian pula terjadi pada zaman Nabi Yusuf, ketika terjadi swasembada selama tujuh tahun, masyarakat tidak diperkenankan mengkonsumsi secara berlebihan sebagimana disebutkan dalam(Qsurah Yusuf:47-48). Yang artinya:
Perilaku konsumsi, sesuai dengan arahan Islam di atas menjadi lebih terasa urgensinya pada kehidupan kita saat ini. Krisis ekonomi yang belum juga reda bertemu dengan harga-harga yang melambung tinggi selama selama ini, menuntut kita untuk selektif dalam berbelanja. Islam tidak melegitimasi momen apapun yang boleh digunakan untuk mengkonsumsi secara berlebihan apalagi di luar batas kemampuan, termasuk dalam memperingati hri raya dan hari besar Islam lainnya. Bahkan Rasulullah merayakan idul fitri dengan penuh kesederhanaan.
Bagi mereka yang memiliki uang berlebih mungkin berfikir, mengapa Islam harus membatasi hak orang? Pada prinsipnya Islam sangat menghargai hak individu dalam mengkonsumsi rezeki yang diberikan oleh Allah SWT sepanjang pelaksanaannya tidak mengganggu kepentingan umum. Dalam riwayat, Khalifah Umar bin Khattab pernah melarang konsumsi daging dua hari berturut-turut dalam sepekan, karena persediaan daging tidak mencukupi semua orang di Madinah. Demikian pula terjadi pada zaman Nabi Yusuf, ketika terjadi swasembada selama tujuh tahun, masyarakat tidak diperkenankan mengkonsumsi secara berlebihan sebagimana disebutkan dalam(Qsurah Yusuf:47-48). Yang artinya:
Yusuf
berkata:"Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)sebagaimana biasa: maka
apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu
makan. (QS. 12:47)
Kemudian
sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari bibit
gandum yang akan kamu simpan. (QS. 12:48)
Pembatasan
konsumsi di masa krisis dan penghematan sesungguhnya dapat menjaga stabilitas
sosial serta menjamin terpenuhinya rasa keadilan, karena mereka yang punya
kuasa atas harta tidak bisa secara sewenang-wenang menimbun bahan pangan di
rumahnya. Wallahu’alam.
Mudah-mudahan Khutbah yang singkat ini dapat kita amalkan bersama dalam dalam menjalani bahtera kehidupan yang fana ini, dan mudah-mudahan krisis dan inflasi yang berkepanjangan ini, dapat segera berlalu, dengan iradah dan inayah Allah SWT., Amin.
Mudah-mudahan Khutbah yang singkat ini dapat kita amalkan bersama dalam dalam menjalani bahtera kehidupan yang fana ini, dan mudah-mudahan krisis dan inflasi yang berkepanjangan ini, dapat segera berlalu, dengan iradah dan inayah Allah SWT., Amin.
الحد لله الذى انعم
علينا بنعمة الا يما ن والا سلا م . اشهد ان لا اله الا الله الملك العلا م .
واشهد ان مجمدا عبده ورسو له سيدنا الا نام . صلى الله سيد نا محمد و على اله
واصحا به صلا ة وسلا ما دا ئمين متلا زمين على ممر الدهور
والا يام. وسلم تسليما كثيرا.
اما بعد, قيا عبا د الله التقواالله وحا فظوا على
حضوورالجمع والجماعات. قا ل الله تعالى: يا ا يها الذين امنوا اذا نودى للصلا ة من
يوم الجمعة...ذا لكم خير لكم ان كنتم تعلمون.ان الله تعا لى صلوا على نبيه قديما
ان الله وملا ئكته يصلون على النبى...
Marilah kita berdo’a memohon dengan tulus serta bening hati: Ya
Allah, ampuni sebusuk apapun hidup kami selama ini, ampuni sekelam apapun masa
lalu kami, ampuni dosa yang berulang-ulang yang kami lakukan padahal kami tahu
bahwa itu adalah dosa, ampuni dosa yang kami lakukan terang-terangan maupun
yang sembunyi sembunyi,ربنا ظلمنا انفسنا وان لم تغفر لنا لنكو نن من
الخا سرين Ya Allah, ampuni segala kemusyrikan yang
pernah kami lakukan selama ini, ampuni kalau selama ini kami lebih menuhankan
harta, ampuni jika kami lebih menuhankan dunia ini, ampuni
segala-kesombongan-kesombongan kami padahal semua itu adalah titipan-Mu, ampuni
kalau amal kami jarang ikhlas karena-Mu, Engkau tahu kami lebih memburu pujian
makhluk-Mu daripada pujian dari-Mu, ampuni kedengkian-kedengkian di hati kami,
Engkau tahu kami sering mendengki kepada yang Engkau beri nikmat, ampuni kalau
kami menjadi contoh maksiat, jangan biarkan kami memberikan contoh keburukan,
Alluhummaghfirlana waliwalidaina warhamhuma kama rabbayana shaghiro”
Ya Allah, ampuni segala kezaliman kami, kepada orang tua kami,
ampuni kalau kami sering mengecewakan dan menyakiti hati keduanya, Ya Allah
selamatkan ibu dan bapak kami, bagaimanapun keadaanya. Jadikanlah kami Hamba-hamba-Mu yang beriman, yang
selalu berusaha mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Mu sekecil apapun.
ربنا ا تنا فى الد نيا حسنة وفى الا خرة حسنة وقنا
عذاب النار. عبا د الله, ان الله يأ مر بالعد ل والاحسان وايتاءذىالقربى وينهى عن
الفهشا ء والمنكر والبغى يعضكم لعلكم تذكرون فاذ كرواالله العضيم يذكركم واشكروه
على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطيكم ولذكرالله الا عز واكبر.
اقيمواالصلا ة.
ISRA` DAN MI`RAJ NABI
SAW :
Pelajaran berharga sepanjang zaman bagi umat manusia
Nash
isra` dan mi`raj Nabi saw
سبحان الذى أسرى
بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الأ قصى الذى باركنا حوله لنريه من أياتنا
انه هو السميع البصير (الإ سرى :1
Artinya :
”Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari masjidil haram (di mekah) ke masjidil aqsha (di palestina)
yang telah kami berkahi sekelilingnya
untuk kami perlihatkan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan kami, sesungguhnya
dia (Allah) maha mendengar lagi Maha melihat” (Al-Isra` : 1)
Posisi Isra` dan mi`raj dalam perspektif al-qur`an
Sebagai kitab yang paripurna, al-qur`an merupakan
petunjuk dan pedoman hidup manusia (Q.S. 1 : 2) yang kesemua isinya merupakan
gambaran keutuhan kemanusiaan dan keimanan yang paripurna (Insan kamil –
muslim kaffah). Pengungkapan peristiwa isra` dan mi`raj dalam surah ke lima
belas dari al-qur`an merupakan bagian kesempurnaan tersebut. Secara
keseluruhan, al-qur`an menurut M.Quraish Shihab memaparkan empat tahapan
kesempurnaan manusia secara pribadi maupun kolektif (kemasyarakatan-ummah),
yakni :
1.
Tujuh
bagian pertama al-qur`an membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi –
pribadi yang secara kolektif membentuk ummat.
2.
Bagian
kedelapan hingga empat belas, al-qur`an menekankan pembangunan manusia
seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya.
3.
Bagian
kelimabelas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai
tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya (Insan kamil). Karena itulah
isra` mi`raj merupakan awal bagian ini – hingga bagian kedua puluh satu, dimana
kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan peristiwa tersebut.
4.
Bagian
ke duapuluh dua hingga tiga puluh menguraikan masalah perkembangan ruhani
manusia secara orang perorang, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan
tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal balik.
Penjelasan serupa dikuatkan juga oleh Imam as-Suyuthi
dalam asrar tartib al-qur`an yang mengatakan bahwa pengantar satu uraian
dalam al-qur`an adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya. Demikian
pula al-Biqa`i dalam pengantarnya nazham al durar fi tanasub al-ayat wa
al-suwar menyebutkan bahwa inti
uraian satu surat dalam al-qur`an dapat dipahami dari nama surat tersebut.
Jadi sebelum Allah menceritakan keajaiban dan
kekuasaannya memperjalankan (isra` dan mi`raj) Nabi saw sebagai pribadi manusia
seutuhnya, Allah menceritakan keajaiban
penciptaan lebah dalam surat an-Nahl (lebah). Surat ini menurut
para mufassirin-termasuk Suyuti dan Biqa`i sebagai pengantar memasuki
surat 15 (al-isra`) yang membawa kabar utama isra` dan mi`raj Nabi Saw.
Dari berbagai keajaiban lebah, dia mengantarkan manusia
dengan pelajaran bahwa “manusia seutuhnya, atau mukmin dan muslim kaffah
(paripurna) adalah bagaikan lebah yang tidak makan kecuali yang baik dan indah,
bagaikan kembang yang semerbak yang tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang
baik dan berguna seperti madu yang dihasilkan lebah itu” (M.Qurais Shihab)
Peristiwa isra` mi`raj merupakan bukti kekuasaan mutlak
Tuhan yang tak terbatas (infinite) oleh ruang dan waktu. Kenyataan ini
dibenarkan secara ilmiah oleh seorang Albert Einstien dalam science fiction
dengan teori “kenisbian waktu”. Bagi Tuhan, tidak ada yang mustahil diwujudkan
:“maka perkataan kami pada sesuatu apabila kami menghendakinya, maka kami hanya
mengatakan “kun” (jadilah) maka jadilah ia” Q.S.16 : 40 (وما أمرنا إلا واحدة كلمح بلبصر )
Sebalikannya, peristiwa isra` mi`raj membuktikan bahwa
manusia tidak ada bandingannya dengan
kekuasaan dan pengetahuan Tuhan, manusia hanya memiliki sedikit pengetahuan
(menurut teori black holes hanya 3 % pengetahuan manusia tentang alam,
97 % manusia tidak mengetahuinya). Karenanya kesombongan akal manusia tidak
akan pernah mampu mengetahui keajaiban dan makna isra` mi`raj jika tanpa
dilandasi dengan keimanan (imani). Untuk konteks ini, lihat Q.S.16 : 8 :
“Dia (Alah) menciptakan apa-apa yang kamu (makhluk) tidak mengetahuinya”, Q.S.
16 : 74 : “Sesungguhnya Allah maha tahu, sedang kamu tidak mengetahuinya”, dan
Q.S. 17 : 85 : “tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”, dan
sebagainya.
Untuk konteks ini pula seorang tokoh eksistensialis
(Kierkegaard) mengatakan bahwa “seseorang harus percaya bukan (mesti-pen)
karena ia tahu, tetapi (justru-pen) karena ia tidak tahu”. Sebab itu
Immanuel Kant (filosof berkebangsaan jerman) berujar, “saya terpaksa
menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk
percaya (beriman-pen)”.
Kewajiban shalat lima waktu sebagai oleh-oleh dari
peristiwa isra mi`raj merupakan sarana terpenting dan paling utama guna
mensucikan jiwa dan memelihara ruhani dalam mewujudkan manusia seutuhnya –
paripurna – mukmin kaffah.
Mengapa Isra` dan Mi`raj itu ?
Sebagaimana digambarkan dimuka, bahwa isra` mi`raj dengan
surat ke 15 dalam al-qur`an merupakan puncak tertinggi (klimaks) yang
hanya mungkin dilakukan oleh pribadi manusia (hamba Allah) seutuhnya dengan
keimanan paripurna (insan kamil). Karena itulah, dalam penjelasan lebih
lanjut surat al isra` memberikan petunjuk untuk membina diri menjadi pribadi
paripurna – insan kamil dan membangun masyarakat yang aman, damai, sentosa,
berkeadilan dan khairul ummah. Petunjuk tersebut, antara lain :
Pertama, petunjuk melaksanakan shalat lima
waktu (أقم الصلوة لدلوك الشمشى إلى غسق اليل وقرأن الفجرى إن قرأن الفجرى كان مشهودا
(اللإسرى :78)) yang merupakan inti dari peristiwa isra`
mi`raj, sebab shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk
mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akan pikiran dan jiwa manusia,
sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan
oleh manusia seutuhnya. Karena itulah shalat diumpamakan Nabi sebagai tiang
agama (Hadits). Pentingnya arti shalat bagi manusia, Alexis Carrel
(seorang ilmuan dan dokter nonmuslim) pernah berujar : ”apabila pengabdian,
shalat dan do`a yang tulus kepada sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah
kehidupan masyarakat, maka itu berarti kita telah menanda tangani kontrak bagi
kehancuran masyarakat tersebut”.
Kedua, untuk membangun manusia seutuhnya
dalam masyarakat adil dan makmur, maka kesederhanaan dan keseimbangan hidup
harus dimiliki oleh setiap pribadi ummat (Q.S. 17 : 29), jangan hidup
berlebih-lebihan, karena itu adalah perilaku syaithan (Q.S. 17 :16 dan 27,).
Sementara itu kesederhanaan dan keseimbangan hidup sesungguhnya merupakan
pencerminan dari ibadah shalat (sejarah Nabi menerima perintah shalat) dan
pelaksanaan (suara) dalam melaksanakan shalat (Q.S. 17 : 110)
Manusia yang akan mendapatkan perlindungan Allah
Hanya manusia seutuhnya dan memiliki keimanan yang
paripurnalah yang akan memperoleh perlindungan Allah pada suatu hari yang tidak
ada perlindungan kecuali perlindungan Allah Swt.
Mengenai
hal ini, simak hadits Nabi Saw berikut ini :
سبعة يظلهم الله
فىظله يو م لا ظلا الا ظله, اللإمام عادل,الساب نسأ فى عبادة الله تعالى, الرجل
قلبه معلقة باالمساجد , الرجلانى تحاب فى لله عزىوجلى إجتمع عليه وتفرق عليه
,الرجل داعته امرآة ذات منصب وجمال فقال انى اخاف الله, الرجل تصد ق بصدقة
فأخفاهاحتى لا تعلم شماله ماتنفق يمينهه ,الرجل ذكرالله خالياففاضت عيناه (رواه
البخرى ومسليم)
Artinya :
“Ada
tujuh golongan manusia (pemuda) yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari
yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah Swt. Mereka adalah :
Pemimpin(imam) yang adil, pemuda yang gemar beribadah kepada Allah Swt, pemuda
yang hatinya selalu terikat (untuk melaksanakan ibadah) ke mesjid, dua orang
pemuda (pemudi) yang saling mencintai dan mengasihi karena Allah `azza wajalla
– keduanya bersama karena Allah dan berpisahpun karena Allah, pemuda yang
diajak berzina oleh perempuan yang cantik lagi kaya raya tapi dia menolak dan
berkata “saya takut kepada Allah”, pemuda yang gemar bersedekah dengan tulus
ikhlas seakan-akan tangan kiri tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan
kanannya, dan pemuda yang mengingat Allah (berkhalwat) hingga meneteskan air
mata” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Mengapa
Nabi menggambarkan ketujuh golongan manusia yang akan mendapatkan perlindungan
Allah dengan ungkapan pemuda ( الساب - رجل ), paling
tidak ada beberapa alasan yang bisa dikemukan disini, antara lain :
Pertama, usia muda adalah
masa yang paling berharga bagi seorang anak manusia, karena secara pisik usia
muda sangat produktif dan energik, secara psikhis usia muda adalah masa yang
paling siap menerima apa saja untuk membentuk dan mewujudkan diri dan
pribadinya kedepan. Karenanya masa muda adalah saat-saat yang paling menentukan
bagi anak manusia untuk menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi masa depan
ummat atau justru menjadi beban dan masalah bagi kemanusiaan.
Kedua, usia muda juga
merupakan masa pertumbuhan anak manusia yang paling banyak diliputi oleh
gejolak kehidupan yang mempengaruhinya, baik yang positif maupun yang bersifat
negative, karenanya pendidikan dan bimbingan yang benar sangat dipentingkan
terus dilakukan pada generasi muda. Hanya dengan demikian, kita mampu
menyiapkan pemuda yang shaleh, beriman dan bertaqwa untuk selanjutnya mampu
mewujudkan diri sebagai pribadi manusia seutuhnya dengan keimanan dan keislaman
yang paripurna (insan kamil) dalam komunitas ummat yang shaleh.
Ketiga, dalam hal apapun
- termasuk masa depan agama, bangsa dan Negara – sangat bergantung pada
generasi muda yang ada. Jika mereka adalah pribadi-pribadi manusia yang baik,
maka Insa Allah mereka akan mampu mewujudkan masyarakat yang baik pula kedepan.
Sebaliknya jika mereka adalah pribadi yang memprihatinkan, maka tidak mungkin
akan mampu mewujudkan masa depan bangsa yang aman, damai, sejahtera,
berkeadilan dan khairul ummah.
Keempat, usia muda adalah
sejarah hidup manusia yang paling berharga dan bahagia manakala mampu dilalui
dengan baik dan benar, sebab banyak keberhasilan yang didapatkan karena
perjuangan dan langkah yang tepat di masa mudanya. Tapi tidak sedikit orang
yang sengsara hidupnya dan menyesali diri lantaran pilihan langkah masa mudanya
yang keliru dan suram sehingga membuat masa mudanya sebagai sejarah yang
memilukan.
Dari
semua ini, pemuda yang baik - yang merupakan pigur manusia seutuhnya dan
diharapkan mampu membangun pribadi muslim yang paripurna (insan kamil), dan
pada akhirnya mampu melahirkan masyarakat yang khairul ummah - yang akan
mendapatkan perlindungan Allah adalah pemuda yang dibina dan hidup dalam
kerangka iman, islam dan ihsan.
Karenanya,
dalam konteks mengambil hikmah (ibrah dan i`tibar) dari peristiwa
isra` dan mi`raj Nabi Saw, kerangka iman, islam dan ihsan sebagai bingkai
perilaku dan sikap hidup generasi muda yang baik dan memiliki integritas
manusia paripurna dapat diwujudkan manakala ditopang dengan ilmu (pengetahuan
dan pendidikan) sertra amal shaleh (perilaku nyata-akhlak).
Akhirnya,
hanya keimananlah yang akan menentukan seseorang percaya atau tidak dengan
kebenaran peristiwa isra` mi`raj Nabi Saw, karena sesungguhnya apapun sikap
manusia (dengan peristiwa ini) tidak akan pernah mampu merubah ketetapan dan
ketentuan Allah baik yang sudah maupun yang akan terjadi, yang manusia ketahui maupun yang
tidak, di dunia maupun di akhirat kelak. Sebab Allah telah berfirman :
“Katakanlah wahai Muhammad, “percayalah kamu atau tidak usah percaya (keduanya
sama bagi tuhan)”, tetapi sesungguhnya mereka yang diberi pengetahuan
sebelumnya, apabila disampaikan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka
mereka sambil bersujud” (Q.S. 17 : 107).
Demikian, semoga bimbingan Allah senantiasa menyertai
langkah kita, Amin.
K H U T B A H K E D U A
الَْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ خَلَقَ
الْمَوْجُوْدَاتِ مِنْ ظُلْمَةِ اْلعَدَمِ بِنُوْرِ اْلإِيْجآدِ, وَجَعَلَهَا
دَلِيْلاً عَلىَ وَحْدَانِيَّةِ ِلذَوِى الْبَصَائِرِ إِلَى يَوْمِ
اَلمعآدِ,وَشَرَعَ شَرْعًااِخْتآرَهُ لِنَفْسِهِ وَأَنْزَلَ بِهِ كِتَابَهُ
وَأَرْسَلَ بِهِ سَيِّدِ الْعِبآدِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
وَمَوْلآ نَا مُحَمَّدٍ سَيِّدُ الخَلآئِقِ وَالْبَشَرِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطآنِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحمْنِ الرَّحيمِ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ. وَلاَتَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ
اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا. وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا
فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرًا. إِن تَجْتَنِبُوا
كَبَآئِرَ مَاتُنْهَوْنَ عَنْهَ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم
مُّدْخَلاً كَرِيماً. فَيآأَيُّهَاالْمُسْلِمُونَ اتَّقُوْااللهَ فَإِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ أَتْقآكُمْ.واَعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلَّى عَلَى
نَبِيِّهِ قَدِْيماًوَأَمَرَنَا بِذَالِكَ إِرْشَادًا لَناَ وَتَعْلِيْمًا. إنَّ
اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يآأَيُّهاَالَّذِيْنَ
آمَنُوْاصَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّى وسَلِّمْ
عَلَى سَيِّدِنآ مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَأَصْحآ بِه ِوالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِى التّآبِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسآنٍ ِإلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْنآمَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يآأَرْحَمَ
الَّراحِمِيْنَ,آمِيْن يآأَرْحَمَ الَّراحِمِيْنَ.اللَّهُمَّ
اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمآتِ وَاْلمُؤمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنآتِ
اْلأَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, ِإنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.اللَّهُمَّ أَعِزِّ الإِ سْلآمَ وَالمُسْلِمِيْنِ وَأَهْلِكِ
اْلكَفَرَةَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَالدِّيْنِز.
Ya Allah di tengah
badai krisis dan inflasi yang terus menimpa kami, musibah dan nestapa terus
mendera kami, kami sadar sepenuhnya apapun yang terjadi semuanya sudah Engkau
takdirkan dan Engkau tetapkan. Duhai Allah yang maha perkasa lagi maha
bijaksana di tengah bergejolaknya sistem ekonomi yang diagungkan orang-orang
selama ini, Engkau telah tunjukkan bahwa menata ekonomi dengan menggunakan
petunjuk-Mu adalah lebih mentramkan dan mensejahterakan, lebih berkeadilan dan
membimbing manusia untuk bersikap jujur dan berhati-hati dalam menata kehidupan
ekonominya. Ya Allah bukakanlah pintu hati orang-orang yang masih hidup dari
hasil menzhalimi orang lain, memakan riba dan menghalalkan segala cara untuk
memenuhi hasrat duniawi, padahal hidup ini hanya sebentar, apalah arti dunia
ini dibanding dengan akhirat nanti.رَبَّنآ إِنّآظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخآسِرِيْنَ
. Ya
Allah yang maha pengampun dan penerima taubat, terimalah taubat orang-orang
yang telah kembali ke jalan-Mu, jadikanlah dosa-dosa masa lalu kami bagaikan
air kotor yang telah mengalir tergantikan dengan air rahmat-Mu yâ Ghaffâr
yâ Rahîm, Ya Allah yang maha agung, maha pemberi hidayah, hapuskanlah riba dari kehidupan kami
pribadi, bangsa dan Negara kami serata suburkanlah sedekah dengan iradah-Mu,
tunjukanlah kebenaran-Mu di tengah-tengah ketertindasan kami, berilah kami
kekuatan untuk selalu istiqâmah di jalan-Mu, agar kami dapat menegakkan syi’ar
Dîn-mu yang hanif ini, berjuang bersama mujahid-mujahidmu, melalui penegakan sendi-sendi
ekonomi bebas riba dan penindasan.
وَقُلْ جآءَ الْحَقُّ وَذَحَقَ البآ طِلْ
إِنَّ الْبَا طِلَ كَانَ ذَحُوقًا. يَمْحَقُ اللهُ الِّربَى وَيُرْبِى
الصَّدَقآتِ. رَبَّنآ آتِنَا فِى الدُّنيآ حَسَنَةً وَفِى اْلآ خِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النّآرِ وَالحْمَدُِللهِ رَبِّ الْعآلَمِيْن. عِبآدَاللهِ, إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالإِحْسآنْ َوإِيْتإَِذِىْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
اْلفَهْشآءِوَاْلمُنْكَرِوَاْلبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
فَاذْكُرُوْااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ َواشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِيْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ الأَ عَزُّ
وَأَكْبَرُ.أَقِيْمُوْاالصَّلآ ة.
KHUTBAH KEDUA
الحمد لله المحمودعلىالبأساء والضّراء,
المعبود فىالأقطاروالأرجاء. المدعّونوازل الغماء, أشهد أ ن لااله الاالله وحده لا
شريك له مستحق التوحيد والثناء, وأشهد أن محمداعبده ورسوله خاتم الرسل والأنبياء.
اللهم صل وسلم على سيدنامحمد صلىالله عليه وآله صلاة دائمة بلا انقضاء, وسلم
تسليما كثيرا "أما بعد" فيا عبادالله اوصيكم ونفسى بتقوىالله, إن الله
وملائكته يصلون على النبىّ ياأيهاالذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل
على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا
إبراهيم وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم
وعلى آل سيدنا إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد. ورض عنهم عن الخلفاء الراشدين
أبى بكر وعمر وعثمان وعلى وعن الستة الكرام وعن التابع التابعين ومن تبعهم بإحسان
إلى يوم الدين. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياءمنهم
والأموات, اللهم نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى والإستقامة, اللهم اختم لنا
بحسن الخاتمة, اللهم اختم لنا بكلمة لاإله إلاالله محمد رسول الله. ربنا آتنا فى
الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنةوقناعذاب النار, ربنااغفرلناولإخوانناالذين سبقونا
بالإيمان ولا تجعل فى قلوبناغلا للذين آمنوا ربناإنك رؤوف الرحيم.
عبادالله إن الله يأمركم بالعدل والإحسان
وإيتاءذىالقربى وينهى عن الفهشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم تذكرون ولذكرالله
اعزوأجل وأكبر
Assalaamu'alaikum wr.wb..
BalasHapusBuya.. mohon izin untuk sharing beberapa materi khutbah jum'at dalam blog ini.
saya tertarik dengan kontenya yang up to date... kalau buya berkenan mohon di up load materi ceramah buya yang berjudul NASAB TIDAK MENENTUKAN NASIB ke dalam bentuk khutbah jum'at... terima kasih atas kesediaannya SEMOGA TETAP ISTIQOMAH dalam mencapai ridho Allah SWT.